Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Cemasku Cemas Jepara Cemas Muria (Karya Diah Hadaning)

Puisi “Cemasku Cemas Jepara Cemas Muria” karya Diah Hadaning menggambarkan kecemasan terhadap perubahan lingkungan dan sosial di daerah Jepara dan ...
Cemasku Cemas Jepara Cemas Muria

Kota tua dalam kesiur mahoni
rumah tua dalam kesiur kenari
diam-diam sembunyikan dalam-dalam
cemas langit hujan asam
karena satu siang orang bilang
kota ini daerah bahaya tiga
Jika Muria kehilangan sakral abadi para wali
Jika Muria kerajaan teknologi
sesiapa mengisi lembah kopi
sesiapa menggoresi dada sendiri
wajahku ada di wajahnya.

Bogor, April 1992

Analisis Puisi:

Puisi “Cemasku Cemas Jepara Cemas Muria” karya Diah Hadaning menggambarkan kecemasan terhadap perubahan lingkungan dan sosial di daerah Jepara dan Muria. Melalui bahasa simbolik dan padat, puisi ini menampilkan keprihatinan sang penyair terhadap alam, budaya, dan spiritualitas.

Tema

Tema utama puisi ini adalah kecemasan terhadap kerusakan lingkungan, perubahan sosial, dan kehilangan nilai spiritual di wilayah Jepara dan Muria.

Puisi ini bercerita tentang kekhawatiran sang “aku” atas kota tua, rumah-rumah bersejarah, dan alam sekitar, termasuk kemungkinan hilangnya nilai sakral dan tradisi. Ada kesadaran akan ancaman modernisasi yang mengubah karakter kota dan budaya setempat.

Makna tersirat

Makna tersirat puisi ini adalah kritik sosial dan ekologis, sekaligus pengingat akan pentingnya menjaga warisan budaya, alam, dan spiritualitas. Kekhawatiran penyair juga mencerminkan hubungan emosional dan historis dengan kota dan alam sekitarnya.

Suasana dalam puisi

Suasana puisi ini gelisah, cemas, dan meditatif, tercermin dari kata-kata seperti “cemas langit hujan asam” dan imaji kota tua yang seolah menyimpan rahasia.

Imaji

Puisi ini menggunakan imaji visual dan simbolik:
  • “Kota tua dalam kesiur mahoni / rumah tua dalam kesiur kenari” — menciptakan gambaran kota yang sunyi, rindang, dan sarat sejarah.
  • “Cemas langit hujan asam” — imaji alam yang mengindikasikan polusi atau kerusakan lingkungan.
  • “Jika Muria kehilangan sakral abadi para wali” — imaji spiritual yang menekankan hilangnya nilai budaya dan religius.

Majas

  • Personifikasi: kota dan alam seolah memiliki kesadaran dan merasakan kecemasan.
  • Metafora: “wajahku ada di wajahnya” menunjukkan identifikasi emosional penyair dengan kondisi kota dan alam.
  • Konotasi: kata-kata seperti “daerah bahaya tiga” dan “hujan asam” mengandung pesan peringatan tentang ancaman lingkungan dan sosial.

Amanat / pesan yang disampaikan

Pesan puisi ini adalah pentingnya menjaga kelestarian alam, warisan budaya, dan nilai spiritual. Penyair mengajak pembaca menyadari perubahan yang mengancam identitas kota dan kehidupan masyarakat.

Puisi “Cemasku Cemas Jepara Cemas Muria” adalah puisi yang reflektif dan penuh keprihatinan, memadukan imaji alam, budaya, dan spiritual untuk menyampaikan kritik sosial dan ekologis dengan cara yang puitis.

"Puisi: Cemasku Cemas Jepara Cemas Muria (Karya Diah Hadaning)"
Puisi: Cemasku Cemas Jepara Cemas Muria
Karya: Diah Hadaning
© Sepenuhnya. All rights reserved.