Cilinaya
hanya pada siasat
panji yang berangkat ke pawang bening
terburu memburu
hati menjangan putih
betapa hanya pada siasat
mata cincin gugur dalam senyap
dan para pengintai berkata
"maut itu, dende, datang dari balik daun ketapang"
ia tahu, tak ada darah seharum sesajen
melainkan yang mengalir dari ulu hatinya
yang mendadak terbelah
2013
Sumber: Anjing Gunung (2018)
Analisis Puisi:
Puisi "Cilinaya" karya Irma Agryanti merupakan salah satu karya yang kaya dengan simbol, diksi, serta imaji yang khas. Judulnya sendiri, Cilinaya, merujuk pada nama bunga dalam tradisi Lombok yang sering dikaitkan dengan keanggunan, keindahan, sekaligus kemurnian. Akan tetapi, di dalam puisi ini, keindahan tersebut dikontraskan dengan suasana tragis yang penuh teka-teki. Melalui setiap barisnya, pembaca diajak memasuki dunia simbolik yang berlapis, di mana keindahan, cinta, dan kematian berpadu dalam satu tarikan napas puitik.
Tema
Tema utama puisi ini adalah pertemuan antara cinta, pengorbanan, dan kematian. Cinta yang hadir tidak hanya digambarkan sebagai perasaan penuh keindahan, melainkan juga sebagai sesuatu yang bisa membawa luka mendalam hingga mengalirkan "darah dari ulu hati." Tema kematian hadir melalui ungkapan "maut itu, dende, datang dari balik daun ketapang," yang seakan memberi tanda akan akhir yang tragis.
Secara garis besar, puisi ini bercerita tentang seorang tokoh (disebut dengan "dende") yang menghadapi takdir tragisnya. Ia digambarkan seperti rusa putih (menjangan putih) yang diburu, penuh dengan keindahan tetapi sekaligus rentan. Ada suasana pengintaian, seolah hidupnya dikepung oleh ancaman yang tak terlihat. Pada akhirnya, maut datang dan menghantam ulu hatinya, simbol dari pusat kehidupan dan cinta.
Makna Tersirat
Makna tersirat dari puisi ini adalah bahwa cinta dan keindahan sering kali berjalan beriringan dengan penderitaan dan kematian. Kehidupan manusia, terutama yang dicintai dan diagungkan, tidak selalu berada dalam kendali. Sehebat apa pun "siasat" atau strategi, takdir tetap punya kuasa yang lebih besar. Ungkapan "tak ada darah seharum sesajen, melainkan yang mengalir dari ulu hatinya" memperlihatkan bahwa pengorbanan manusia bisa lebih suci daripada ritual keagamaan atau persembahan.
Suasana dalam Puisi
Suasana puisi ini terasa tragis, penuh ketegangan, dan mistis. Ada nada melankolis yang kental, terutama ketika menggambarkan pengintai, maut, dan darah. Namun di balik itu, ada juga keindahan simbolik yang membuat puisinya tidak hanya muram, melainkan juga puitis dan penuh makna spiritual.
Amanat / Pesan yang Disampaikan
Amanat yang dapat dipetik dari puisi Cilinaya adalah bahwa hidup dan cinta sering kali membawa risiko penderitaan, tetapi dari penderitaan itulah muncul makna terdalam tentang pengorbanan dan keindahan manusia. Puisi ini juga menyampaikan pesan tentang keterbatasan manusia dalam melawan takdir; bahwa maut bisa datang dari arah mana saja, meski kita sudah berusaha dengan berbagai siasat.
Imaji
Puisi ini sangat kaya dengan imaji visual dan imaji rasa. Misalnya:
- "hati menjangan putih" → membentuk gambaran visual seekor rusa putih, simbol kelembutan sekaligus ketidakberdayaan.
- "mata cincin gugur dalam senyap" → menghadirkan imaji benda berharga yang jatuh tanpa suara, menciptakan rasa kehilangan.
- "maut itu, dende, datang dari balik daun ketapang" → menghadirkan imaji visual sekaligus nuansa mistis tentang kematian yang mengintai secara diam-diam.
- "tak ada darah seharum sesajen" → imaji rasa dan penciuman yang kontras antara darah dan sesajen.
Majas
Beberapa majas yang digunakan Irma Agryanti dalam puisi ini antara lain:
- Majas personifikasi → "mata cincin gugur dalam senyap" menggambarkan benda mati (mata cincin) seolah memiliki hidup dan bisa "gugur".
- Majas metafora → "hati menjangan putih" adalah metafora hati yang rapuh diibaratkan menjangan putih.
- Majas simbolik → "daun ketapang" digunakan sebagai simbol kematian yang tiba-tiba, sementara "sesajen" melambangkan kesucian.
- Majas repetisi → pengulangan kata "siasat" yang menekankan usaha sia-sia dalam melawan takdir.
Puisi "Cilinaya" karya Irma Agryanti merupakan karya yang penuh lapisan makna. Dengan menggunakan simbol-simbol budaya, imaji yang kuat, serta majas yang khas, penyair menghadirkan refleksi tentang cinta, pengorbanan, dan kematian. Tema besar tentang keterbatasan manusia dalam menghadapi takdir menjadikan puisi ini tidak hanya indah secara estetik, tetapi juga dalam-dalam secara filosofis.
Karya: Irma Agryanti
Biodata Irma Agryanti:
- Irma Agryanti lahir pada tanggal 28 Agustus 1986 di Mataram, Nusa Tenggara Barat.