Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Cinta, Laut adalah Dirimu (Karya Djoko Saryono)

Puisi “Cinta, Laut adalah Dirimu” karya Djoko Saryono menasihati pembaca untuk menghormati cinta sebagai sesuatu yang suci dan menghidupkan, bukan ...

Cinta, Laut adalah Dirimu

Cinta, laut adalah dirimu:
bergelombang dan merindu
hening tempat ayat berkubu
Cinta, laut adalah dirimu:
bergemuruh dan merayu
sepi tempat sabda berlagu
Cinta, laut adalah dirimu:
menebar kalam setiap waktu

Mataram, 2006

Sumber: Arung Diri (2013)

Analisis Puisi:

Puisi “Cinta, Laut adalah Dirimu” karya Djoko Saryono merupakan salah satu karya yang memadukan kekuatan bahasa, perenungan spiritual, dan simbolisme alam dengan cara yang lembut namun dalam. Dalam puisi ini, cinta tidak sekadar dihadirkan sebagai emosi manusia, melainkan sebagai kekuatan kosmis — sesuatu yang bergerak, menghidupkan, sekaligus menyatukan manusia dengan hakikat alam semesta.

Penyair menggunakan laut sebagai metafora utama untuk menggambarkan kedalaman, misteri, dan keabadian cinta.

Tema

Tema utama puisi ini adalah hakikat cinta yang abadi, mendalam, dan menyatu dengan alam semesta. Melalui penggambaran laut sebagai simbol cinta, Djoko Saryono menegaskan bahwa cinta bukan hanya perasaan yang melankolis, melainkan kekuatan spiritual yang besar, yang mengandung kerinduan, keheningan, sekaligus keagungan.

Tema ini menunjukkan pandangan penyair bahwa cinta adalah sesuatu yang tidak terbatas — seperti laut yang luas, tidak dapat diukur oleh logika, dan selalu berdenyut dalam kehidupan manusia. Cinta, dalam pengertian ini, adalah sumber energi batin dan pusat kehidupan.

Puisi ini bercerita tentang seseorang yang sedang memaknai cinta melalui simbol laut. Setiap bait dimulai dengan seruan “Cinta, laut adalah dirimu”, seolah penyair sedang berbicara langsung kepada sosok yang dicintai — entah itu manusia, Tuhan, atau cinta itu sendiri sebagai entitas universal.

Dalam larik-larik berikutnya, penyair menjelaskan bagaimana laut mencerminkan sifat cinta:
  • “bergelombang dan merindu” — menggambarkan dinamika emosi, pasang surut perasaan yang hidup;
  • “hening tempat ayat berkubu” — menunjukkan sisi spiritual, di mana cinta menjadi wadah bagi ayat atau kebenaran ilahi;
  • “bergemuruh dan merayu” — menandakan gairah dan keindahan cinta yang bergerak, berbicara tanpa kata;
  • “sepi tempat sabda berlagu” — mengisyaratkan bahwa di balik kesunyian cinta, ada nyanyian batin yang abadi;
  • dan akhirnya, “menebar kalam setiap waktu” — memperlihatkan cinta sebagai sesuatu yang tak pernah berhenti memberi makna.
Secara keseluruhan, puisi ini bercerita tentang cinta yang menyatu dengan alam, hidup di dalam waktu, dan terus berbicara melalui keheningan dan keabadian.

Makna Tersirat

Makna tersirat dalam puisi ini sangat mendalam, karena Djoko Saryono sering memadukan unsur religius, spiritual, dan filosofis dalam bahasa yang simbolik.

Pertama, laut sebagai metafora cinta mengandung makna bahwa cinta adalah kekuatan yang tak terbatas — dalam, misterius, dan selalu bergerak. Seperti laut, cinta bisa tenang namun juga bergemuruh; bisa memberi kedamaian, tapi juga mengguncang jiwa. Ini menggambarkan dua sisi cinta: kelembutan dan  kekuatan.

Kedua, larik “hening tempat ayat berkubu” mengandung makna religius: cinta sebagai tempat suci di mana “ayat” — yakni firman, kebenaran, atau keilahian — bersemayam. Ini menunjukkan bahwa cinta dalam pandangan penyair bukan hanya urusan duniawi, melainkan jalan menuju Tuhan.

Ketiga, “sepi tempat sabda berlagu” menyingkapkan bahwa dalam kesunyian batin, manusia dapat mendengar sabda cinta — yaitu kebijaksanaan dan keindahan yang hanya dapat dirasakan lewat hati yang hening.

Dan terakhir, “menebar kalam setiap waktu” melambangkan cinta sebagai energi kehidupan: ia mengalir dalam setiap detik, memberi makna bagi segala sesuatu. Cinta bukan sesuatu yang berhenti pada kata, melainkan tindakan dan keberadaan itu sendiri.

Dengan demikian, makna tersirat puisi ini adalah bahwa cinta adalah refleksi Tuhan di dalam diri manusia dan alam, yang menampakkan diri melalui keindahan, keheningan, dan getaran hidup yang tak pernah padam.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini terasa tenang, spiritual, dan meditatif. Diksi seperti “hening”, “sepi”, dan “ayat berkubu” menciptakan nuansa damai yang mengajak pembaca masuk ke ruang kontemplasi. Namun di sisi lain, kata-kata seperti “bergemuruh”, “bergelombang”, dan “merayu” menambahkan dinamika emosional yang menghidupkan puisi.

Dua suasana ini — tenang dan bergolak — berpadu dengan indah, menggambarkan keseimbangan dalam cinta: ada kedalaman yang diam, dan ada gairah yang berdenyut. Pembaca seolah diajak untuk merasakan cinta bukan melalui logika, tetapi melalui pengalaman batin.

Amanat / Pesan yang Disampaikan Puisi

Amanat yang dapat ditangkap dari puisi ini adalah bahwa cinta adalah kekuatan agung yang harus dimaknai dengan kedalaman batin dan kesadaran spiritual. Penyair ingin menyampaikan bahwa cinta sejati bukan hanya urusan perasaan antar manusia, melainkan hubungan yang lebih luas — hubungan antara manusia, alam, dan Tuhan. Melalui simbol laut, Djoko Saryono menasihati pembaca untuk menghormati cinta sebagai sesuatu yang suci dan menghidupkan, bukan sekadar emosi sementara.

Pesan lainnya adalah pentingnya keheningan dan renungan dalam memahami cinta. Hanya dengan hati yang tenang dan terbuka, seseorang dapat mendengar “sabda” cinta yang sejati — sabda yang memberi makna pada hidup dan waktu.

Puisi ini juga dapat dimaknai sebagai ajakan untuk memandang cinta dengan kesadaran dan keikhlasan, sebab cinta yang sejati selalu memberi, seperti laut yang tak pernah berhenti mengalirkan ombaknya ke pantai.

Imaji

Puisi ini kaya dengan imaji alam dan spiritual yang lembut namun kuat.
  • Imaji visual tampak dalam penggambaran laut: “bergelombang”, “bergemuruh”, “menebar kalam”. Pembaca dapat membayangkan laut luas yang hidup, bergerak tanpa henti.
  • Imaji auditori (pendengaran) hadir dalam kata “berlagu” dan “bergemuruh”, menghadirkan suara ombak yang ritmis seperti nyanyian alam.
  • Imaji spiritual muncul dalam “ayat berkubu” dan “sabda berlagu”, yang menghadirkan suasana sakral, seolah laut menjadi tempat bersemayamnya firman Tuhan.
Imaji-imaji ini menciptakan paduan keindahan alami dan religius, membuat pembaca merasakan kedalaman cinta sebagai sesuatu yang ilahi.

Majas

Puisi ini menggunakan berbagai majas yang memperkaya lapisan maknanya:

Majas metafora
  • “Laut adalah dirimu” merupakan metafora utama yang menggambarkan cinta sebagai laut — luas, dalam, dan penuh kehidupan.
  • “Hening tempat ayat berkubu” dan “sepi tempat sabda berlagu” adalah metafora religius, menggambarkan cinta sebagai wadah spiritual.
Majas personifikasi
  • Laut digambarkan “bergelombang dan merindu”, “bergemuruh dan merayu” — seolah memiliki perasaan dan kehendak seperti manusia. Ini menambah unsur romantik sekaligus spiritual.
Majas repetisi
  • Pengulangan frasa “Cinta, laut adalah dirimu” di awal setiap bait berfungsi sebagai penegasan sekaligus mantra, memperkuat ritme dan menimbulkan efek meditatif.
Majas simbolik
  • Laut melambangkan cinta universal dan keabadian;
  • Ayat melambangkan kebenaran dan wahyu;
  • Sabda melambangkan kebijaksanaan dan keindahan batin.
Majas-majas ini membentuk struktur puisi yang tidak hanya indah secara bunyi, tetapi juga mengandung kedalaman makna filosofis dan religius.

Puisi “Cinta, Laut adalah Dirimu” karya Djoko Saryono adalah meditasi puitis tentang cinta sebagai kekuatan spiritual dan kosmis. Puisi ini menegaskan satu hal yang abadi: Cinta, seperti laut, tak pernah berhenti berbicara — ia selalu menebar kalam setiap waktu.

Djoko Saryono
Puisi: Cinta, Laut adalah Dirimu
Karya: Djoko Saryono

Biodata Djoko Saryono:
  • Prof. Dr. Djoko Saryono lahir pada tanggal 27 Maret 1962 di kota Madiun.
© Sepenuhnya. All rights reserved.