Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Di Sudut Bandara (Karya Alex R. Nainggolan)

Puisi “Di Sudut Bandara” karya Alex R. Nainggolan mengingatkan bahwa cinta bukan hanya tentang pertemuan, tetapi juga tentang kesetiaan untuk ...
Di Sudut Bandara

di sudut bandara, senyummu rekah
kelak pesawat akan memutir turbin
dan aku kembali padamu
setelah pemberangkatan yang padat
berjalan menapak di gumpalan awan putih

ah, betapa aku kangen untuk segera boarding
maka setelah sekelumit birokrasi, aku akan
berkenalan lagi denganmu
mencari cercah kenangan di atas legam rambutmu
atau percakapan yang selalu
dipenuhi dengan getah ciuman

di sudut bandara, aku termenung
bersama tenung orang-orang yang tersihir waktu
kepingin lekas berangkat
dan tiba bertemu dengan dirimu

Soekarno Hatta-Tangerang
7 Mei 2005 (Jam 08.15)

Analisis Puisi:

Puisi “Di Sudut Bandara” karya Alex R. Nainggolan merupakan karya liris yang menghadirkan perpaduan antara nuansa perjalanan, kerinduan, dan pertemuan emosional dua insan. Melalui latar tempat yang modern dan dinamis — bandara — penyair menampilkan perasaan cinta dan rindu dalam suasana yang melintasi ruang dan waktu.

Puisi ini tidak hanya berbicara tentang perpisahan atau penantian, tetapi juga tentang makna hubungan manusia yang tetap hidup meskipun jarak membentang. Di balik kata-katanya yang lembut, tersimpan rasa haru dan kehangatan yang intim.

Tema

Tema utama puisi ini adalah kerinduan dan penantian untuk bertemu kembali dengan orang yang dicintai.

Bandara dalam puisi ini bukan sekadar tempat keberangkatan, tetapi menjadi simbol ruang peralihan antara jarak dan pertemuan, antara rindu dan harapan.

Alex R. Nainggolan menggunakan tema cinta dalam konteks yang lebih universal — cinta yang diwarnai oleh kepergian dan penantian, namun tetap penuh semangat untuk kembali. Puisi ini memadukan perasaan manusia yang sangat personal dengan latar modern yang dekat dengan kehidupan urban.

Puisi ini bercerita tentang seseorang yang berada di sudut bandara, menunggu saat keberangkatan sekaligus menantikan saat bisa kembali bertemu dengan orang yang dicintainya.

Dari bait pertama, kita sudah dibawa pada suasana lembut dan penuh kerinduan:

“di sudut bandara, senyummu rekah
kelak pesawat akan memutir turbin
dan aku kembali padamu”

Di sini, bandara menjadi ruang emosional: tempat di mana kenangan, cinta, dan rencana pertemuan berpadu. Sosok “aku” dalam puisi tampak tengah melakukan perjalanan jauh, tetapi pikirannya terus tertambat pada seseorang yang menunggu.

Pada bait berikutnya, penyair menuliskan:

“ah, betapa aku kangen untuk segera boarding”
“mencari cercah kenangan di atas legam rambutmu”

Kutipan tersebut menunjukkan kerinduan yang mendalam. “Boarding” bukan lagi sekadar proses perjalanan fisik, melainkan simbol hasrat untuk kembali dan menyatu dengan kenangan.
Bait terakhir menutup puisi dengan nada reflektif:

“di sudut bandara, aku termenung
bersama tenung orang-orang yang tersihir waktu”

Penyair menempatkan dirinya sebagai bagian dari manusia modern yang selalu berpacu dengan waktu dan jarak, namun tetap memiliki ruang sentimental di dalam hatinya — ruang yang diisi oleh kerinduan.

Makna Tersirat

Makna tersirat dari puisi ini adalah refleksi tentang bagaimana cinta dan kerinduan tetap hidup di tengah modernitas dan mobilitas manusia.

Bandara melambangkan dunia yang serba cepat, penuh jadwal dan birokrasi, tetapi juga tempat yang paling manusiawi karena di sanalah orang berpisah, menunggu, dan berharap.

Makna lain yang bisa dibaca adalah tentang keterikatan emosional di tengah kesibukan dunia modern. Di era yang serba bergerak, manusia sering terjebak dalam perjalanan dan rutinitas, namun di dalam dirinya tetap ada kerinduan untuk pulang — baik secara fisik maupun batin.

Puisi ini menyiratkan bahwa cinta sejati tidak lekang oleh jarak dan waktu. Ia bertahan dalam ingatan dan harapan, bahkan di tengah hiruk pikuk bandara yang menjadi simbol mobilitas dan keterasingan manusia modern.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini adalah melankolis namun penuh kehangatan.
  • Ada nuansa tenang, reflektif, dan sedikit getir, namun juga terselip perasaan optimistis karena harapan untuk bertemu kembali begitu kuat.
  • Kata-kata seperti “di sudut bandara, aku termenung” dan “betapa aku kangen untuk segera boarding” menghadirkan atmosfer rindu yang lembut, bukan sedih yang tragis.
Suasana ini menggambarkan seseorang yang tenang namun hatinya penuh gelora, antara sabar menunggu dan tidak sabar untuk bertemu.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Amanat yang dapat diambil dari puisi ini adalah bahwa cinta dan kerinduan adalah bagian dari perjalanan hidup yang tak terpisahkan. Di mana pun seseorang berada, sejauh apa pun jarak memisahkan, selalu ada ruang batin yang mengikat dua hati.

Selain itu, puisi ini juga menyampaikan pesan untuk tetap menghargai waktu, pertemuan, dan kenangan. Dalam dunia yang bergerak cepat seperti bandara, manusia sering melupakan makna emosional dari setiap perpisahan dan pertemuan. Penyair mengingatkan bahwa di balik setiap “boarding” atau “arrival”, ada rasa manusiawi yang mendalam — cinta, rindu, dan harapan.

Imaji

Alex R. Nainggolan menghadirkan imaji visual dan imaji perasaan yang kuat dalam puisinya. Beberapa contoh imaji yang mencolok antara lain:
  • “di sudut bandara, senyummu rekah” — menghadirkan citra visual tentang seseorang yang tersenyum di tengah keramaian bandara.
  • “pesawat akan memutir turbin” — memberi imaji suara dan gerak yang dinamis, menggambarkan momen keberangkatan.
  • “berjalan menapak di gumpalan awan putih” — menciptakan imaji visual yang indah dan metaforis, seolah perjalanan itu menuju dunia kenangan atau mimpi.
  • “mencari cercah kenangan di atas legam rambutmu” — menimbulkan imaji lembut dan sensual, yang memperkuat nuansa kerinduan.
Imaji-imaji tersebut membuat puisi ini terasa hidup dan sinematik, seperti potongan adegan di sebuah film romantis yang terjadi di bandara.

Majas

Dalam puisi ini, penyair menggunakan beberapa majas perbandingan dan personifikasi yang memperindah makna dan memperkuat suasana batin.

Majas metafora:
  • “berjalan menapak di gumpalan awan putih” menggambarkan perjalanan atau impian yang ringan dan penuh harapan, bukan secara harfiah berjalan di langit.
  • “mencari cercah kenangan di atas legam rambutmu” merupakan metafora keintiman dan kenangan yang tersimpan dalam sosok kekasih.
Majas personifikasi:
  • “senyummu rekah” — senyum diibaratkan bunga yang mekar, memberi kesan hidup dan segar.
  • “tenung orang-orang yang tersihir waktu” — waktu digambarkan seolah memiliki kekuatan magis yang memikat manusia, sehingga mereka tak kuasa melawan perputarannya.
Majas repetisi:
  • Pengulangan frasa “di sudut bandara” di awal dan akhir puisi memperkuat suasana reflektif dan menegaskan latar yang menjadi pusat perasaan tokoh lirik.
Dengan pemakaian majas yang lembut dan natural, Alex R. Nainggolan berhasil membangun irama emosional yang tenang namun dalam.

Puisi “Di Sudut Bandara” karya Alex R. Nainggolan adalah potret indah tentang cinta, jarak, dan kerinduan dalam kehidupan modern. Bandara menjadi simbol yang kaya makna — bukan sekadar tempat perpindahan, tetapi juga ruang batin tempat manusia menaruh harap, kenangan, dan janji untuk kembali.

Melalui diksi yang sederhana namun puitis, penyair berhasil menghadirkan tema kerinduan dengan imaji yang lembut dan penuh makna. Di balik setiap kata, terdapat makna tersirat tentang pentingnya menjaga perasaan di tengah dunia yang serba cepat.

Pada akhirnya, pesan moral yang dapat diambil adalah: “Dalam setiap perjalanan hidup, jangan lupakan tujuan sejati — untuk kembali kepada yang dicintai.”

Puisi ini mengingatkan bahwa cinta bukan hanya tentang pertemuan, tetapi juga tentang kesetiaan untuk selalu kembali, walau berulang kali harus berangkat.

Alex R. Nainggolan
Puisi: Di Sudut Bandara
Karya: Alex R. Nainggolan

Biodata Alex R. Nainggolan:
  • Alex R. Nainggolan lahir pada tanggal 16 Januari 1982 di Jakarta.
© Sepenuhnya. All rights reserved.