Di Tengah Hiruk-Pikuk
Di tengah hiruk-pikuk ketidakpedulian yang angkuh
Kudengar erangan mirip keputusasaan yang lumpuh
Ada desah mengingatkanku akan kisah ketakutan lama
Ada jerit terpendam merisaukan sanubari renta
Ada duka mengadu pada duka
Memang
Ada juga kelembutan membelai sesekali
Tapi akankah jadi
Puisi.
1993
Sumber: Pahlawan dan Tikus (1995)
Analisis Puisi:
Puisi "Di Tengah Hiruk-Pikuk" karya Mustofa Bisri mengeksplorasi perasaan kesedihan, kekecewaan, dan kebingungan dalam suatu lingkungan yang penuh kebisingan, kesibukan, dan kurangnya perhatian.
Ketidakpedulian dalam Kebisingan: Puisi ini menyajikan gambaran sebuah dunia yang terlalu sibuk untuk mendengarkan kepedihan yang tenggelam di tengah hiruk-pikuk kehidupan. Kebisingan di lingkungan sekitar mencerminkan ketidakpedulian manusia terhadap penderitaan yang tersembunyi di balik aktivitas sehari-hari.
Kesendirian dan Kesedihan: Penyair merenungkan kesendirian di tengah kebisingan, di mana keputusasaan, kebingungan, dan duka tertahan. Erangan dan jerit yang terpendam menjadi simbol dari kesedihan yang terabaikan.
Pertanyaan akan Perpuisian: Puisi merenungkan tentang apakah kelembutan, duka, dan kesedihan ini akan diabadikan dalam puisi. Penyair meragukan kemungkinan dari realitas itu menjadi puisi yang dihargai dan dipahami, karena kondisi sekitar terlalu keras, bising, dan acuh.
Kontras Emosi: Kontras antara erangan keputusasaan dan jeritan terpendam dengan kelembutan yang sesekali terlukis, menyiratkan ketegangan emosional. Meskipun ada kelembutan di tengah hiruk-pikuk, kesan kesedihan lebih dominan dalam gambaran puisi.
Pertanyaan atas Puisi: Penyair mempertanyakan kemungkinan puisi mampu menangkap keadaan tersebut. Dia menyadari bahwa mungkin kelembutan dan kesedihan yang ia saksikan takkan terwakili sepenuhnya dalam bentuk puisi, seiring dengan kebisingan dan ketidakpedulian lingkungan sekitar.
Refleksi atas Realitas: Puisi ini memaksa pembaca untuk merenung tentang keadaan dunia yang tidak selalu responsif terhadap penderitaan dan kesulitan yang ada di sekelilingnya. Pertanyaan mengenai kekuatan puisi dalam merekam dan menyuarakan kisah kehidupan manusia terdengar cukup menarik dan menggugah.
Puisi "Di Tengah Hiruk-Pikuk" merangkum suatu dunia yang bising, dingin, dan kurang peduli terhadap penderitaan, keputusasaan, dan kesedihan yang seringkali terabaikan di tengah keriuhan kehidupan. Ia juga mempertanyakan kemungkinan puisi dalam merekam realitas kompleks dan kurang disadari.

Puisi: Di Tengah Hiruk-Pikuk
Karya: Mustofa Bisri (Gus Mus)
Biodata Mustofa Bisri:
- Dr. (H.C.) K.H. Ahmad Mustofa Bisri (sering disapa Gus Mus) lahir pada anggal 10 Agustus 1944 di Rembang. Ia adalah seorang penyair yang cukup produktif yang sudah menerbitkan banyak buku.
- Selain menulis puisi, Gus Mus juga menulis cerpen dan esai-esai keagamaan. Budayawan yang satu ini juga merupakan seorang penerjemah yang handal.
- Gus Mus adalah seorang kiai yang memiliki banyak profesi, termasuk pelukis kaligrafi dan bahkan terlibat dalam dunia politik.