Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Doa (Karya Abdul Hadi WM)

Puisi “Doa” karya Abdul Hadi W.M. bercerita tentang kesadaran seorang manusia yang memanjatkan doa syukur atas kehadiran Tuhan dalam kehidupannya ...
Doa (1)

Kalau ada tangan yang mengulurkan kenyang dari
    perut nasi hingga enyah lapar ini. Kaulah tangan
    itu
Kalau ada kenyang yang meliputi nasi hingga tergerak
    tangan ini membukanya, Kaulah kenyang itu
Kalau ada nasi yang menghidupkan kembali jiwa lapar
    hingga bangkit kekuatan tangan ini, Kaulah nasi itu
Kalau ada yang bergerak menggeliat merebut nasi untuk
    sekedar kenyang hingga tergoncang seluruh bumi,

kaulah air mata ini

Amin.

1976

Sumber: Horison (Oktober 1979)

Analisis Puisi:

Puisi “Doa” karya Abdul Hadi W.M. merupakan salah satu karya yang mencerminkan kedalaman spiritual dan kesadaran religius seorang penyair sufistik Indonesia. Dalam puisi ini, Abdul Hadi mengajak pembaca untuk merenungi keterhubungan manusia dengan Tuhan dalam setiap aspek kehidupan, bahkan dalam hal yang paling sederhana—seperti rasa lapar dan kenyang. Melalui diksi yang padat makna dan gaya pengulangan yang khas, puisi ini menghadirkan refleksi spiritual tentang hakikat kehidupan dan rasa syukur atas keberadaan Ilahi di balik setiap peristiwa kecil dalam hidup manusia.

Tema

Tema utama puisi “Doa” adalah hubungan spiritual manusia dengan Tuhan melalui kesadaran terhadap anugerah kehidupan.

Penyair mengangkat konsep ketuhanan yang imanen—yakni Tuhan hadir dan bekerja di dalam segala sesuatu, bahkan dalam tindakan sederhana seperti makan dan kenyang. Segala bentuk kehidupan, baik lapar maupun kenyang, merupakan manifestasi dari kekuasaan dan kasih Tuhan. Tema ini menegaskan bahwa segala yang ada berasal dan kembali kepada-Nya.

Puisi ini bercerita tentang kesadaran seorang manusia yang memanjatkan doa syukur atas kehadiran Tuhan dalam kehidupannya sehari-hari. Penyair menggambarkan hubungan spiritual itu lewat simbol-simbol keseharian seperti tangan, nasi, kenyang, dan air mata.

Melalui rangkaian kalimat:

“Kalau ada tangan yang mengulurkan kenyang dari perut nasi hingga enyah lapar ini. Kaulah tangan itu,”

penyair menyatakan bahwa bahkan tangan yang memberi makanan pun adalah representasi Tuhan. Setiap peristiwa, mulai dari munculnya rasa lapar, datangnya makanan, hingga hilangnya rasa lapar, semuanya tidak lepas dari kuasa Ilahi.

Puisi ini seolah menjadi bentuk meditasi atau kontemplasi spiritual, di mana manusia menyadari bahwa hidup ini hanyalah perantara dari kuasa Tuhan.

Makna Tersirat

Makna tersirat dari puisi “Doa” adalah kesadaran akan kehadiran Tuhan dalam segala hal dan pengakuan bahwa manusia sepenuhnya bergantung pada-Nya. Abdul Hadi W.M. menekankan bahwa segala gerak kehidupan adalah manifestasi kehendak Tuhan. Dalam setiap tindakan yang tampak manusiawi—seperti memberi makan, menggerakkan tangan, atau menghilangkan lapar—ada kekuatan Ilahi yang bekerja di baliknya.

Selain itu, ada makna sufistik yang mendalam: manusia yang sejati adalah ia yang mengenali Tuhan di setiap denyut kehidupan. Rasa syukur, doa, dan tangisan spiritual (“kaulah air mata ini”) merupakan simbol penyatuan antara jiwa manusia dan kehadiran Tuhan.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini adalah khidmat, reflektif, dan penuh perenungan. Pembaca diajak masuk ke dalam suasana hening batin, di mana penyair berbicara langsung kepada Tuhan dengan nada penuh kelembutan dan keikhlasan. Tidak ada kesan megah atau emosional berlebihan; justru yang muncul adalah ketenangan spiritual yang mendalam.

Suasana ini menyerupai seseorang yang sedang berdoa dalam sunyi malam, mengakui segala kekuatan dan kelemahan dirinya di hadapan Yang Maha Kuasa.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Pesan utama yang dapat diambil dari puisi “Doa” adalah pentingnya kesadaran akan peran Tuhan dalam setiap aspek kehidupan manusia. Abdul Hadi mengingatkan bahwa segala sesuatu—kebahagiaan, kesedihan, lapar, kenyang, bahkan air mata—adalah bagian dari takdir dan kasih Tuhan.

Amanat lain yang tersirat adalah ajakan untuk mensyukuri anugerah sekecil apa pun. Dalam dunia modern yang cenderung materialistik, puisi ini hadir sebagai pengingat spiritual agar manusia tidak melupakan sumber segala nikmat.

Selain itu, puisi ini juga mengajarkan bahwa doa bukan sekadar permintaan, melainkan kesadaran diri akan kehadiran Tuhan dalam setiap napas kehidupan.

Imaji

Puisi ini kaya akan imaji konkret yang bersifat sensorik. Penyair menggunakan simbol-simbol sederhana dari kehidupan sehari-hari yang mudah divisualisasikan pembaca. Beberapa imaji yang menonjol antara lain:
  • Imaji visual: “tangan yang mengulurkan kenyang dari perut nasi” — menggambarkan tindakan memberi makan atau berbagi rezeki.
  • Imaji rasa (gustatorik): “kenyang yang meliputi nasi” — menciptakan kesan kenyang sebagai pengalaman fisik dan spiritual.
  • Imaji gerak: “tangan ini membukanya” dan “menggeliat merebut nasi” — memperlihatkan dinamika manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup.
  • Imaji emosional: “kaulah air mata ini” — menghadirkan simbol kesedihan, penyesalan, atau rasa haru dalam doa yang mendalam.
Imaji-imaji ini memperkaya dimensi spiritual puisi, karena menghadirkan pengalaman rohani melalui pengalaman indrawi yang sangat manusiawi.

Majas

Abdul Hadi W.M. menggunakan berbagai majas untuk memperkuat pesan dan nuansa spiritual puisi ini:
  • Personifikasi – Misalnya pada baris “Kalau ada tangan yang mengulurkan kenyang” di mana kenyang digambarkan seolah bisa diulurkan seperti benda hidup.
  • Metafora – Seluruh puisi pada dasarnya adalah metafora antara unsur duniawi (tangan, nasi, kenyang, air mata) dan kehadiran Tuhan. Misalnya, “Kaulah tangan itu”, “Kaulah nasi itu”, dan “Kaulah air mata ini” adalah bentuk metafora yang mengidentikkan Tuhan dengan unsur kehidupan.
  • Repetisi (pengulangan) – Kata “Kalau ada…” diulang berkali-kali, menimbulkan efek ritmis seperti lantunan doa atau zikir.
  • Paralelisme – Struktur baris yang serupa memberi kesan simetris dan menenangkan, memperkuat suasana kontemplatif.
  • Simbolisme – Nasi dan kenyang menjadi simbol dari rezeki dan kehidupan; air mata menjadi simbol kesadaran dan penyerahan diri sepenuhnya pada Tuhan.
Puisi “Doa” karya Abdul Hadi W.M. adalah contoh luar biasa dari karya sastra yang menggabungkan kesederhanaan bahasa dengan kedalaman makna spiritual. Dengan tema ketuhanan dan kesadaran eksistensial, penyair berhasil menampilkan pandangan hidup yang penuh rasa syukur dan ketundukan. Ia tidak berbicara tentang Tuhan secara dogmatis, melainkan menghadirkan Tuhan dalam setiap detil kehidupan—dalam lapar, kenyang, tangan, nasi, bahkan air mata.

Melalui imaji sederhana dan majas-metafora religius, puisi ini mengajarkan bahwa doa bukan hanya ucapan, tetapi kesadaran mendalam tentang kehadiran Sang Pencipta di setiap gerak kehidupan. “Doa” menjadi karya yang tidak hanya indah secara estetika, tetapi juga menjadi renungan batin yang membimbing manusia kembali kepada sumber kehidupannya.

Puisi: Doa
Puisi: Doa
Karya: Abdul Hadi WM

Biodata Abdul Hadi WM:
  • Abdul Hadi WM (Abdul Hadi Widji Muthari) lahir di kota Sumenep, Madura, pada tanggal 24 Juni 1946.
  • Abdul Hadi WM adalah salah satu tokoh Sastrawan Angkatan '66.
© Sepenuhnya. All rights reserved.