Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Doa (Karya Hijaz Yamani)

Puisi “Doa” karya Hijaz Yamani bercerita tentang seseorang yang sedang bermunajat kepada Tuhan, mengungkapkan rasa syukur atas hidup yang diberikan ..
Doa

Betapapun getirnya hidup ini
Betapa gemuruhnya laut
yang menerima kapalku
aku masih berbahagia
dengan napas
dengan pikiran
dengan perasaan
yang Kau berikan
lebih berharga
dari seribu kambing-kambing gemuk
yang siap kusembelih
Telah Kau berikan pada kami
utusan-Mu
sejahteralah utusan-Mu itu
yang memberikan sejahtera dan rahmat
pada seluruh yang bernama hidup
di bumi, di laut, di udara dan angkasa
Tapi berikan aku meminta banyak-banyak
karena Engkau suruh juga aku
minta banyak-banyak
Tapi sesungguhnya aku tidak sanggup
menerima banyak-banyak
di negeri ini
Amin.

1981

Sumber: Malam Hujan (2012)

Analisis Puisi:

Puisi “Doa” karya Hijaz Yamani merupakan refleksi spiritual yang sederhana namun mendalam tentang hubungan manusia dengan Tuhan. Melalui baris-barisnya, penyair mengekspresikan rasa syukur, ketundukan, dan kesadaran akan keterbatasan manusia dalam menerima anugerah ilahi. Walau ditulis dengan gaya yang tenang dan penuh keikhlasan, puisi ini mengandung kekuatan emosional yang kuat. Mari kita bahas unsur-unsur penting dalam puisi ini, meliputi tema, apa yang diceritakan, makna tersirat, suasana dalam puisi, amanat, imaji, dan majas.

Tema

Tema utama puisi “Doa” adalah syukur dan kerendahan hati di hadapan Tuhan. Penyair menyoroti kesadaran spiritual manusia yang tetap berbahagia walau hidup penuh ujian dan kesulitan. Dalam konteks ini, kebahagiaan sejati tidak diukur dari materi atau kemewahan, melainkan dari kesadaran bahwa hidup itu sendiri — napas, pikiran, dan perasaan — adalah karunia agung. Tema ini juga menyinggung sisi religius yang universal: manusia selalu membutuhkan Tuhan, bukan hanya ketika menderita, tetapi juga ketika bersyukur.

Puisi ini bercerita tentang seseorang yang sedang bermunajat kepada Tuhan, mengungkapkan rasa syukur atas hidup yang diberikan meskipun hidup tidak selalu mudah. Sang penyair merenungkan betapa berharganya hal-hal sederhana seperti “napas”, “pikiran”, dan “perasaan”, yang baginya jauh lebih bernilai daripada kekayaan materi, disimbolkan melalui kalimat “lebih berharga dari seribu kambing-kambing gemuk yang siap kusembelih.”

Di akhir puisi, penyair juga menyinggung kerendahan hatinya: walau Tuhan memerintahkan manusia untuk meminta banyak-banyak, ia menyadari bahwa dirinya tak sanggup menerima semua itu. Ini menandakan kesadaran bahwa manusia terbatas, sedangkan Tuhan tidak.

Makna Tersirat

Makna tersirat dari puisi ini adalah pengajaran tentang keseimbangan antara rasa syukur dan kesadaran diri. Hijaz Yamani ingin menunjukkan bahwa manusia seharusnya tidak selalu berorientasi pada materi, karena keberadaan fisik dan spiritual sudah merupakan anugerah yang besar.

Selain itu, baris “karena Engkau suruh juga aku minta banyak-banyak / Tapi sesungguhnya aku tidak sanggup menerima banyak-banyak di negeri ini” mengandung makna mendalam: bahwa kadang manusia tidak siap menghadapi konsekuensi dari permintaannya sendiri. Tuhan memberi kebebasan untuk berdoa, namun penerimaan anugerah membutuhkan kesiapan jiwa. Ini adalah bentuk refleksi religius yang sarat makna eksistensial.

Suasana dalam puisi

Suasana dalam puisi ini adalah tenang, khusyuk, dan penuh keikhlasan. Pembaca dapat merasakan kedamaian dari cara penyair berkomunikasi dengan Tuhannya. Tidak ada nada marah atau kecewa, meski ia menyebut “getirnya hidup” dan “gemuruhnya laut.” Sebaliknya, penyair menerima semua itu dengan lapang dada dan rasa syukur.

Ketenangan itu diperkuat oleh ritme kalimat yang lembut dan repetitif, seolah menggambarkan suara hati seorang hamba yang berdoa di keheningan malam.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Amanat yang disampaikan Hijaz Yamani melalui puisi “Doa” adalah pentingnya mensyukuri hidup dan tidak berlebihan dalam meminta kepada Tuhan. Hidup bukan hanya tentang kekayaan atau pencapaian, melainkan tentang kesadaran spiritual — memahami bahwa segala sesuatu berasal dari-Nya.

Selain itu, penyair ingin mengingatkan pembaca agar tidak melupakan utusan Tuhan (nabi) yang membawa rahmat dan kesejahteraan bagi seluruh makhluk. Dengan kata lain, kebahagiaan sejati lahir dari keimanan, kasih sayang, dan kerendahan hati.

Imaji

Imaji dalam puisi ini sederhana tetapi kuat dalam menggambarkan suasana batin dan alam. Misalnya:
  • “Betapa gemuruhnya laut yang menerima kapalku” → menimbulkan imaji auditif dan visual, menggambarkan kerasnya kehidupan yang dihadapi manusia.
  • “Dengan napas, dengan pikiran, dengan perasaan yang Kau berikan” → menciptakan imaji perenungan spiritual, yang menghadirkan rasa syukur terhadap keberadaan diri.
  • “Seribu kambing-kambing gemuk yang siap kusembelih” → imaji materialistik, simbol dari kekayaan duniawi yang dibandingkan dengan anugerah batin.
  • “Utusan-Mu… yang memberikan sejahtera dan rahmat pada seluruh yang bernama hidup di bumi, di laut, di udara dan angkasa” → membentuk imaji universal, yang meluaskan pandangan penyair tentang kasih Tuhan yang menyelimuti seluruh alam semesta.
Imaji-imaji ini membuat puisi terasa hidup, membawa pembaca dari ruang refleksi pribadi menuju kesadaran kosmik.

Majas

Hijaz Yamani menggunakan sejumlah majas (gaya bahasa) untuk memperkuat pesan spiritualnya:
  • Metafora – “Betapa gemuruhnya laut yang menerima kapalku” melambangkan kehidupan yang penuh ujian dan ketidakpastian. Laut menjadi simbol dunia, sementara kapal adalah diri manusia.
  • Personifikasi – “Laut yang menerima kapalku” menggambarkan laut seolah-olah memiliki kehendak, memberi kesan dramatis dan hidup.
  • Hiperbola – “Lebih berharga dari seribu kambing-kambing gemuk” memperkuat rasa syukur penyair melalui perbandingan berlebihan yang menegaskan nilai spiritual di atas materi.
  • Repetisi – Pengulangan frasa “Tapi berikan aku meminta banyak-banyak / karena Engkau suruh juga aku minta banyak-banyak” menekankan paradoks batin antara keinginan manusia dan keterbatasannya.
  • Apostrof (seruan langsung) – Penyair berbicara langsung kepada Tuhan dengan sapaan “Engkau”, menghadirkan kedekatan emosional yang khas dalam puisi doa.
Puisi “Doa” karya Hijaz Yamani merupakan refleksi religius yang mengajarkan kerendahan hati, rasa syukur, dan kesadaran spiritual. Melalui gaya bahasanya yang lembut dan penuh penghayatan, puisi ini tidak hanya menjadi ungkapan pribadi penyair, tetapi juga cermin pengalaman rohani manusia secara universal.

Dengan imaji yang kuat dan majas yang alami, Hijaz Yamani berhasil menyampaikan pesan bahwa hidup sejati bukan diukur dari banyaknya harta, melainkan dari kemampuan untuk bersyukur dan menerima dengan lapang hati.

Puisi ini mengingatkan kita bahwa dalam doa yang tulus, manusia menemukan kedamaian yang paling hakiki — bahkan ketika dunia di sekitarnya bergemuruh.

Hijaz Yamani
Puisi: Doa
Karya: Hijaz Yamani

Biodata Hijaz Yamani:
  • Hijaz Yamani lahir pada tanggal 23 Maret 1933 di Banjarmasin.
  • Hijaz Yamani meninggal dunia pada tanggal 17 Desember 2001 (pada umur 68 tahun) dan dimakamkan di Taman Makam Bahagia di Kota Banjarbaru.
© Sepenuhnya. All rights reserved.