Kecewa
Oi tengah suatu padang yang luas,
Kelihatan benda indah cemerlang;
Berkilat-kilatan ditimpa panas,
Menyilaukan mata gilang-gemilang.
Tetapi tuan alangkah kecewa,
Benda yang indah penarik mata;
Kusangka intan kiranya embun,
Setitik air di atas embun.
Sebatang belukar tumbuh di pagar,
Indah bunga memikat mata;
Kusangka mawar 'kan jadi penawar,
Kiranya kecubung racun yang bisa.
Tersesat pandangku pada merpati,
Oi atas batu mengirai bulu;
Jinak sebagai benda yang mati,
Tak mengindahkan makhluk yang lalu.
Kudekati burung kuulurkan tangan,
Hendak kutangkap kupermainkan;
Tetapi merpati membubung tinggi,
Mendatangkan kecewa, mengesalkan hati.
Sampai beta ke tepi sungai,
Kersiknya bersih tebingnya permai;
Airnya jernih, arusnya tenang,
Elok tempat mandi berenang.
Kubuka pakaian beta 'kan mandi,
Karena sungai menarik hati,
Tapi .... terkejut beta melihat buaya,
Penghuni sungai tepian dewa.
Kuputar haluan ke tepi rimba,
Tampak pohon berbuah lebat;
Karena sangat lapar dahaga,
Kepada buah mata terikat.
Ketika buah sampai di tangan,
Tertarik hati melihat rupa;
Tetapi baru buah dimakan,
Terasa pahit bagai peria.
Berbalik beta putus harapan,
Tak tentu lagi arah haluan;
Tidak disangka dari bermula,
Dunia penuh dengan "kecewa".
Sumber: Pandji Poestaka (Th. XI, No. 24, 24 Maret 1933)
Catatan:
Sariamin Ismail menggunakan nama samaran Selegoeri (Seleguri) dalam publikasi karya ini.
Analisis Puisi:
Puisi “Kecewa” karya Sariamin Ismail adalah salah satu karya sastra yang menggambarkan perasaan kekecewaan manusia dalam menghadapi realitas hidup. Dengan bahasa yang sederhana namun kaya simbol dan imaji, puisi ini menampilkan perjalanan batin tokoh yang penuh harapan, namun berulang kali menemui kenyataan yang tidak sesuai ekspektasi.
Tema
Tema utama puisi ini adalah kekecewaan dan ketidakpastian hidup. Sariamin Ismail menggunakan pengalaman tokoh dalam menjelajahi alam—padang, sungai, rimba—sebagai metafora untuk perjalanan hidup manusia. Puisi ini menegaskan bahwa dunia tidak selalu sesuai dengan harapan, dan kekecewaan menjadi bagian alami dari pengalaman manusia dalam mencapai tujuan, meraih impian, atau memenuhi kebutuhan.
Puisi ini bercerita tentang perjalanan seorang tokoh yang menghadapi berbagai hal indah dan menjanjikan, tetapi semuanya berakhir mengecewakan.
Beberapa contoh dalam puisi:
- Tokoh melihat benda indah yang berkilau, dikiranya intan atau embun, tetapi ternyata hanya setitik air biasa.
- Tokoh tergoda bunga indah di pagar, namun bunga itu ternyata beracun.
- Tokoh mencoba menangkap merpati, tetapi burung itu terbang tinggi sehingga harapannya pupus.
- Tokoh ingin mandi di sungai yang indah, tapi terkejut melihat buaya.
- Tokoh ingin memetik buah pohon, namun rasanya pahit.
Keseluruhan cerita ini menggambarkan siklus harapan dan kekecewaan, seolah dunia menantang manusia untuk tetap realistis, sabar, dan bijak dalam menghadapi kenyataan.
Makna Tersirat
Makna tersirat dari puisi ini adalah:
- Harapan dan realita tidak selalu sejalan – manusia sering kali mengira sesuatu indah akan memberi kebahagiaan, namun kenyataan terkadang berbeda.
- Kekecewaan adalah bagian dari kehidupan – pengalaman pahit atau kegagalan menjadi bagian penting dalam pembelajaran dan pembentukan karakter.
- Kewaspadaan dan ketelitian diperlukan – tidak semua yang tampak indah atau menarik adalah baik atau bermanfaat.
Dengan demikian, puisi ini menyiratkan pelajaran hidup tentang kesabaran, kewaspadaan, dan penerimaan terhadap kekecewaan.
Suasana dalam Puisi
Suasana dalam puisi ini terasa menggugah, reflektif, dan sedikit melankolis:
- Menggugah, karena pembaca diajak ikut merasakan harapan yang muncul dan hancur berulang kali.
- Reflektif, karena tokoh terus menilai pengalaman yang didapat dari alam dan peristiwa yang dihadapinya.
- Melankolis, karena kekecewaan demi kekecewaan menimbulkan kesan bahwa hidup penuh ketidakpastian dan kehilangan harapan.
Suasana ini membuat pembaca dapat merasakan frustrasi dan kebingungan tokoh, serta menimbulkan empati terhadap pengalaman kekecewaan yang universal.
Amanat / Pesan yang Disampaikan
Puisi ini menyampaikan beberapa pesan penting:
- Hidup penuh ketidakpastian dan kekecewaan adalah bagian alami dari perjalanan manusia.
- Jangan terlalu mudah terpikat oleh hal-hal yang tampak indah atau menjanjikan, karena kenyataan bisa berbeda.
- Belajar menerima kekecewaan dan tetap berusaha adalah cara manusia menghadapi dunia yang tidak selalu adil atau sesuai harapan.
Pesan ini mengingatkan pembaca untuk lebih realistis, sabar, dan bijaksana dalam menilai hidup serta mengelola harapan.
Imaji
Puisi ini kaya dengan imaji yang menggambarkan pengalaman tokoh secara visual dan emosional:
- “Oi tengah suatu padang yang luas, Kelihatan benda indah cemerlang; Berkilat-kilatan ditimpa panas” → imaji visual yang menghadirkan harapan awal.
- “Sebatang belukar tumbuh di pagar, Indah bunga memikat mata” → imaji visual dan simbolik tentang godaan yang tampak indah namun berbahaya.
- “Sampai beta ke tepi sungai, Kersiknya bersih tebingnya permai; Kubuka pakaian beta 'kan mandi, Tapi .... terkejut beta melihat buaya” → imaji dramatis yang menimbulkan perasaan takut dan kecewa.
- “Ketika buah sampai di tangan, Terasa pahit bagai peria” → imaji sensorik rasa yang memperkuat kekecewaan tokoh.
Imaji-imaji ini membuat puisi hidup dan mudah dipahami, sekaligus menyentuh perasaan pembaca.
Majas
Beberapa majas yang digunakan dalam puisi ini:
- Simbolisme – Benda-benda indah, bunga, merpati, sungai, dan buah menjadi simbol harapan, godaan, dan kekecewaan.
- Metafora – Kehidupan manusia diibaratkan dengan perjalanan tokoh di alam, menghadapi indah yang menipu dan bahaya tersembunyi.
- Personifikasi – Merpati digambarkan seolah menolak bermain dengan tokoh, memberi kesan hidup pada makhluk alam.
- Perbandingan / simile – “Terasa pahit bagai peria” memperkuat efek kekecewaan secara sensorik.
Majas-majas ini memperkuat nuansa puisi dan pesan moralnya, sehingga pengalaman kekecewaan tokoh terasa nyata bagi pembaca.
Puisi “Kecewa” karya Sariamin Ismail adalah refleksi yang mendalam tentang realitas kehidupan manusia yang penuh harapan dan kekecewaan. Melalui perjalanan tokoh di alam, dari padang, sungai, hingga rimba, penyair menunjukkan bahwa keindahan dan godaan tidak selalu membawa kebahagiaan, dan kekecewaan adalah bagian dari proses hidup yang harus diterima.
Puisi ini mengingatkan pembaca bahwa kebijaksanaan dan kesabaran dalam menghadapi kekecewaan adalah kunci memahami dan menjalani hidup, sekaligus menekankan nilai refleksi diri dalam mengelola harapan dan realita.
Karya: Sariamin Ismail
Biodata Sariamin Ismail:
- Sariamin Ismail lahir pada bulan Juli 1909 di Talu, Pasaman, Sumatra Barat. Ia sering memakai nama samaran Selasih dan Seleguri. Nama samarannya yang lain adalah Dahlia, Seri Tanjung, Seri Gunung, Seri Gunting, Ibu Sejati, Bunda Kandung, Kak Sarinah, dan Mande Rubiah.
- Sariamin adalah penulis yang tercatat sebagai novelis perempuan pertama di Indonesia. Ia meninggal dunia pada tanggal 15 Desember 1995 di Pekanbaru.
