Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Kutempuh Jalan-Jalan Lengang (Karya Korrie Layun Rampan)

Puisi “Kutempuh Jalan-Jalan Lengang” karya Korrie Layun Rampan bercerita tentang perjalanan batin seorang manusia yang menapaki jalan sepi ...

Kutempuh Jalan-Jalan Lengang


Kutempuh jalan-jalan lengang, derita-Mu menghadang
Demikian tertib Nasib menyalib
Dari pusat hari-hari-Mu yang rumit

Kutempuh jalan-jalan sepi, Cinta mekar dalam bunga-bunga Sunyi
Hidup berbeban juang, sepanjang tubir hari-hari yang garang
Tak berdalih, antara derita dan ketawa
Makna hidup ialah Cinta, gelepar-Mu yang menggemuruh di dada

Sumber: Sawan (1978)

Analisis Puisi:

Puisi “Kutempuh Jalan-Jalan Lengang” karya Korrie Layun Rampan menggambarkan perjalanan batin seseorang yang menapaki kehidupan penuh penderitaan dan keheningan, namun tetap menemukan makna sejati dalam cinta. Melalui bahasa yang padat dan simbolik, penyair menghadirkan renungan spiritual dan eksistensial tentang arti hidup.

Tema

Tema utama puisi ini adalah perjalanan hidup dan pencarian makna cinta di tengah penderitaan dan kesunyian. Penyair menyoroti hubungan antara manusia, derita, dan cinta sebagai inti dari keberadaan.

Puisi ini bercerita tentang perjalanan batin seorang manusia yang menapaki jalan sepi kehidupan, menghadapi derita dan nasib yang sulit, namun tetap berpegang pada cinta sebagai sumber kekuatan dan makna hidup. Penyair menggunakan citra jalan lengang dan bunga-bunga sunyi untuk menggambarkan perjalanan kontemplatif dan spiritual yang penuh ujian.

Makna Tersirat

Makna tersirat dari puisi ini adalah kesadaran bahwa penderitaan merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan dan cinta. Derita bukanlah akhir, melainkan jalan menuju pemahaman yang lebih dalam tentang eksistensi dan kasih sejati. Cinta di sini bukan hanya cinta manusiawi, tetapi juga bisa dimaknai sebagai cinta ilahi — kekuatan yang meneguhkan jiwa dalam menghadapi beban hidup.

Selain itu, puisi ini juga mengisyaratkan keteguhan dalam menerima nasib dan menjalani hidup tanpa dalih, sebuah bentuk ketulusan dan kepasrahan terhadap perjalanan waktu.

Suasana dalam Puisi

Suasana puisi terasa hening, reflektif, dan spiritual. Diksi seperti “jalan-jalan lengang”, “sunyi”, dan “tubir hari-hari yang garang” menghadirkan perpaduan antara kesepian dan keteguhan. Ada nuansa batin yang tenang meski penuh luka, menggambarkan jiwa yang tabah menempuh jalan panjang kehidupan.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Amanat puisi ini adalah bahwa hidup harus dijalani dengan ketulusan dan cinta, meskipun penuh derita. Penyair mengajak pembaca untuk menyadari bahwa makna hidup sejati bukan terletak pada kebahagiaan semu, tetapi pada kemampuan untuk mencintai dan bertahan di tengah penderitaan.

Imaji

Puisi ini kuat dalam imaji visual dan emosional.
  • Imaji visual muncul pada “jalan-jalan lengang” dan “bunga-bunga sunyi”, menciptakan gambaran ruang sepi dan kontemplatif.
  • Imaji emosional tampak pada “gelepar-Mu yang menggemuruh di dada”, menandakan gejolak batin antara cinta dan penderitaan.

Majas

Beberapa majas yang digunakan antara lain:
  • Metafora, pada frasa “jalan-jalan lengang” dan “bunga-bunga sunyi” yang melambangkan perjalanan hidup dan keheningan batin.
  • Personifikasi, dalam “Nasib menyalib” yang memberi sifat manusia pada konsep abstrak.
  • Hiperbola, seperti “gelepar-Mu yang menggemuruh di dada”, menggambarkan cinta yang begitu kuat dan mendalam.
  • Simbolisme, di mana “Cinta” dan “derita” menjadi simbol kekuatan spiritual dan ujian kehidupan.
Puisi “Kutempuh Jalan-Jalan Lengang” karya Korrie Layun Rampan merupakan refleksi tentang keteguhan dan makna cinta dalam menghadapi penderitaan hidup. Dengan diksi yang indah dan simbolik, penyair menegaskan bahwa meski hidup penuh ujian dan sunyi, manusia tetap harus menempuhnya dengan cinta dan kesadaran, sebab di sanalah letak makna sejati dari keberadaan.

Korrie Layun Rampan
Puisi: Kutempuh Jalan-Jalan Lengang
Karya: Korrie Layun Rampan

Biodata Korrie Layun Rampan:
  • Korrie Layun Rampan adalah seorang penulis (penyair, cerpenis, novelis, penerjemah), editor, dan kritikus sastra Indonesia berdarah Dayak Benuaq.
  • Korrie Layun Rampan lahir pada tanggal 17 Agustus 1953 di Samarinda, Kalimantan Timur.
  • Korrie Layun Rampan meninggal dunia pada tanggal 19 November 2015 di Rumah Sakit PGI Cikini, Jakarta Pusat.
© Sepenuhnya. All rights reserved.