Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Lezat Tahu Kupat (Karya Hillari Dita Regi)

Puisi “Lezat Tahu Kupat” karya Hillari Dita Regi bercerita tentang kenangan penyair terhadap tahu kupat, makanan khas dari berbagai daerah seperti ...

Lezat Tahu Kupat


di tengah guyuran hujan -- lezat tahu kupat terasa nikmat
tahu kupat Solo, Blora, Temanggung, hingga Magelang
tak pernah surut dari kubang ingatan
selalu mengharu biru dalam kecopak rindu manakala aku
menghitung daun-daun yang lapar di kotamu
lezat tahu kupat yang kalian lumat
selalu mengenangku pada literan keringat
buruh pabrik tahu di desa-desa perkasa dulu
bagaimana sibuk mereka pabrik memutar gumpalan batu
dan telaten menyaring air tahu
yang mengental itu
menyantap tahu dan memberi pujian yang khas
bisa jadi menghargai tugas -- mengapresiasi kerja keras.

Sumber: Surat dari Samudra (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018)

Analisis Puisi:

Puisi “Lezat Tahu Kupat” karya Hillari Dita Regi memadukan kelezatan kuliner tradisional dengan kenangan sosial dan kemanusiaan. Di balik gambaran sederhana tentang menikmati tahu kupat, penyair menyingkap lapisan makna yang lebih dalam: penghormatan terhadap kerja keras para pembuat tahu dan refleksi atas nilai-nilai keseharian yang sering terabaikan.

Tema

Tema utama puisi ini adalah penghargaan terhadap kerja keras dan kenangan pada tradisi kuliner rakyat. Melalui simbol tahu kupat, penyair mengangkat kehidupan sederhana masyarakat serta jerih payah buruh yang menghasilkan makanan lezat tersebut.

Puisi ini bercerita tentang kenangan penyair terhadap tahu kupat, makanan khas dari berbagai daerah seperti Solo, Blora, Temanggung, hingga Magelang. Di tengah suasana hujan, penyair mengenang cita rasa makanan itu sekaligus mengingat asal-usulnya — dari tangan-tangan pekerja pabrik tahu di desa. Puisi ini bukan sekadar tentang makanan, melainkan juga tentang perjalanan rasa, ingatan, dan penghormatan terhadap peluh manusia di balik kelezatan sederhana.

Makna tersirat

Makna tersirat dari puisi ini adalah pengingat bahwa di balik sesuatu yang kita nikmati — sekecil sepiring tahu kupat — ada kerja keras, keringat, dan ketelatenan orang-orang kecil yang sering tak terlihat. Hillari Dita Regi mengajak pembaca untuk lebih peka terhadap proses dan tenaga manusia di balik kenyamanan yang kita rasakan.

Selain itu, puisi ini juga menyiratkan rasa rindu pada masa lalu yang penuh kesederhanaan dan kehangatan sosial, di mana setiap makanan bukan hanya soal rasa, tetapi juga kenangan dan makna kemanusiaan.

Suasana dalam puisi

Suasana dalam puisi ini hangat, reflektif, dan sedikit melankolis. Penggambaran “di tengah guyuran hujan” memberi kesan damai sekaligus nostalgis. Ada kehangatan dari makanan yang lezat, tetapi juga ada kerinduan terhadap desa, terhadap kerja keras para buruh, dan terhadap nilai-nilai kehidupan yang tulus.

Amanat / pesan yang disampaikan puisi

Amanat yang ingin disampaikan penyair adalah pentingnya menghargai setiap jerih payah di balik sesuatu yang tampak sederhana. Dengan menikmati makanan khas seperti tahu kupat, kita juga seharusnya mengenang dan menghormati para pembuatnya — mereka yang bekerja dengan peluh, kesabaran, dan keterampilan.

Puisi ini juga mengajarkan bahwa menghargai kerja keras adalah bentuk apresiasi terhadap kemanusiaan itu sendiri.

Imaji

Puisi ini kaya akan imaji rasa dan imaji visual.
  • Imaji rasa: “lezat tahu kupat terasa nikmat” langsung menggugah indra pengecap pembaca, menghadirkan sensasi kuliner yang nyata.
  • Imaji visual: “di tengah guyuran hujan,” “pabrik memutar gumpalan batu,” dan “menyaring air tahu” menghadirkan pemandangan konkret yang hidup.
  • Imaji perasaan: “menghitung daun-daun yang lapar di kotamu” adalah metafora yang membangkitkan rasa rindu dan kesepian, menautkan kenangan masa lalu dengan perasaan batin penyair.

Majas

Beberapa majas yang muncul dalam puisi ini antara lain:
  • Metafora – “daun-daun yang lapar di kotamu” melambangkan manusia atau kenangan yang menanti kehidupan dan kehangatan.
  • Personifikasi – makanan dan benda-benda seperti “tahu kupat” dan “pabrik” digambarkan seolah memiliki nyawa dan perasaan.
  • Repetisi – pengulangan kata “lezat tahu kupat” memberi penekanan pada simbol utama puisi serta memperkuat irama dan kenangan yang terus berputar.
  • Simbolisme – tahu kupat menjadi simbol kehangatan, kerja keras, dan kenangan kolektif masyarakat sederhana.
Puisi “Lezat Tahu Kupat” karya Hillari Dita Regi tidak hanya menonjolkan cita rasa kuliner, tetapi juga menyajikan refleksi sosial dan penghormatan terhadap para pekerja yang berperan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan bahasa yang lembut dan imaji yang kuat, penyair mengajak pembaca menyadari bahwa setiap hal yang lezat dan nikmat di dunia ini adalah hasil dari peluh manusia yang bekerja dengan hati. Kelezatan tahu kupat dalam puisi ini bukan semata soal makanan, melainkan juga perayaan kecil atas kemanusiaan dan kerja keras yang patut dihargai.

Hillari Dita Regi
Puisi: Lezat Tahu Kupat
Karya: Hillari Dita Regi
© Sepenuhnya. All rights reserved.