Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Malam Makin Larut, Kota Makin Sepi (Karya Slamet Sukirnanto)

Puisi "Malam Makin Larut, Kota Makin Sepi" karya Slamet Sukirnanto adalah potret kesepian yang menyatu dengan suasana kota di tengah malam.
Malam Makin Larut,
Kota Makin Sepi

Malam makin larut, kota makin sepi
Begitu sayu rumah terakhir tercapai
Sambil menghitung detik demi detik dengan ujung jari
Dingin tambah merasuk tulang, seluruh jalanan ini

Di puncak unggun pendiangan. Demikian seperti hatiku
Sebelum bara redup. Sebelum lampu-lampu listrik redup
Semakin dekat merebahkan istirah sebuah rumah — ingin
Mengetuk pelan yang tertutup sejak pagi. Juga yang menyentuh

Jakarta, 1972

Sumber: Gergaji (2001)

Analisis Puisi:

Slamet Sukirnanto merupakan penyair Indonesia yang puisinya banyak menghadirkan nuansa kesendirian, refleksi batin, serta pengamatan mendalam terhadap suasana kota maupun kehidupan sehari-hari. Salah satu puisinya, "Malam Makin Larut, Kota Makin Sepi", menggambarkan suasana sunyi yang penuh renungan ketika malam semakin dalam.

Tema

Tema utama puisi ini adalah kesunyian dan perenungan diri di tengah larutnya malam dan sepinya kota.

Puisi ini bercerita tentang seseorang yang berjalan atau berada di kota yang semakin sepi di tengah malam, ketika dingin menusuk tulang dan rumah terakhir yang dituju tampak sayu. Dalam perjalanan itu, muncul pula perasaan ingin beristirahat, ingin mengetuk pintu rumah yang tertutup sejak pagi, seakan melambangkan kerinduan untuk menemukan kehangatan dan kedamaian.

Makna Tersirat

Makna tersirat dari puisi ini adalah kerinduan manusia akan ketenangan dan tempat bernaung setelah melewati hari yang panjang. Kota yang sepi menjadi simbol keterasingan, sementara keinginan mengetuk pintu rumah melambangkan harapan akan kehangatan, penerimaan, atau cinta. Ada juga kesan bahwa manusia, di balik hiruk-pikuk hidup, pada akhirnya selalu mencari ketenangan batin.

Suasana dalam Puisi

Suasana yang tergambar adalah hening, dingin, sunyi, dan melankolis. Kota yang biasanya ramai kini menjadi sepi, sementara penyair menghadapi perasaan kesendirian yang kian terasa di tengah malam.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Pesan yang dapat dipetik dari puisi ini adalah bahwa di balik kesibukan hidup dan kerasnya perjalanan, manusia selalu membutuhkan tempat pulang—baik berupa rumah secara fisik maupun kedamaian batin dalam diri atau orang yang dicintai.

Imaji

Puisi ini kaya dengan imaji, antara lain:
  • Imaji penglihatan: “Malam makin larut, kota makin sepi” menggambarkan suasana visual kota yang kosong.
  • Imaji perasaan: “Dingin tambah merasuk tulang, seluruh jalanan ini” menghadirkan sensasi fisik sekaligus emosional.
  • Imaji perumpamaan: “Di puncak unggun pendiangan. Demikian seperti hatiku sebelum bara redup” menghadirkan perbandingan hati dengan bara api yang mulai padam.

Majas

Beberapa majas yang digunakan dalam puisi ini, antara lain:
  • Personifikasi – “dingin tambah merasuk tulang” seolah dingin memiliki kuasa menyerang tubuh.
  • Simile (perbandingan) – “Demikian seperti hatiku sebelum bara redup” membandingkan hati dengan api yang hampir padam.
  • Metafora – kota yang sepi dan rumah yang tertutup dapat dimaknai sebagai simbol keterasingan dan kerinduan.
Puisi "Malam Makin Larut, Kota Makin Sepi" karya Slamet Sukirnanto adalah potret kesepian yang menyatu dengan suasana kota di tengah malam. Dengan tema kesunyian dan pencarian ketenangan, puisi ini mengajak pembaca merenungi arti “rumah” sebagai tempat pulang dan beristirahat, bukan hanya secara fisik, melainkan juga secara batin. Imaji kuat serta penggunaan majas yang sederhana namun mendalam menjadikan puisi ini kaya makna dan menyentuh.

Puisi Slamet Sukirnanto
Puisi: Malam Makin Larut, Kota Makin Sepi
Karya: Slamet Sukirnanto

Biodata Slamet Sukirnanto:
  • Slamet Sukirnanto lahir pada tanggal 3 Maret 1941 di Solo.
  • Slamet Sukirnanto meninggal dunia pada tanggal 23 Agustus 2014 (pada umur 73 tahun).
  • Slamet Sukirnanto adalah salah satu Sastrawan Angkatan 66.
© Sepenuhnya. All rights reserved.