Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Malio Namaku (Karya L.K. Ara)

Puisi “Malio Namaku” karya L.K. Ara bercerita tentang perjalanan hidup Malio, mulai dari masa kanak-kanak hingga dewasa, melalui pengalaman di ...
Malio Namaku

Malio namaku
Ya begitulah orang memanggilku, Malio
Kalau sedikit dipanjangkan jadi Malio Adnan
Ketika tinggal di Medan
Orang pernah memanggilku Mas Trio Malio Adnan
Ketika di Banda Aceh seorang ibu bersuara merdu
Menyanyikan namaku Lio…Lio
Meski baru kenal seperti ibu itu tahu
Aku pernah tinggal di panti asuhan
Sejak kecil hingga remaja berdiam di panti asuhan
Dan sejak di panti asuhan itulah
Aku yang sendiri
Merasa tidak sendiri
Aku diasuh bersama teman yang yatim dan piatu
Aku merasa ramai
Masa kanak yang permai
Aku terkadang mengukir kayu untuk mainan
Masa kanak yang damai
Terkadang menyusun batu membuat lingkaran

Kini semua tinggal kenangan
Kini aku tinggal di kampung di pedalaman
Di Arul Relem, Silih Nara sebuah kecamatan
Berteman desau angin di pepohonan
Atau hamparan bebatu di tepi sungai berkilauan

Suatu kali datanglah masa sulit
Orang katakan masa konflik
Angin tak lagi kurasakan membawa kesejukan
Malam purnama tak lagi membawa keindahan
Karena menjelang malam pintu rumah segera ditutup
Dan bila terdengar ketekun, jantung cepat berdegup
Tak lagi beraturan
Dada sesak mata membelalak
Hati bertanya siapa gerangan
Suara biasa yang memanggil
Atau bentakan yang membuat tubuh menggigil
Masa itu masa konflik
Hidup bagai tercekik
Orang takut ke kebun atau sawah
Takut keluar rumah
Mencari nafkah
Takut hilang di jalanan
Karena bisa lenyap hampir tanpa sebab

Gumpalan cuaca hitampun bergetar
Hingga datang masa damai
Udara cerah alampun permai
Wajah-wajah mulai ceria
Akupun meneruskan kesukaan masa kanakku
Menyusun batu dan mengukir kayu
Begitulah suatu hari di sebuah kebun
Ada tunggul kayu terkapar
Aku terpikat karena bentuknya memukau
“Sudah empat puluh tahun yang lalu ditebang”,
Kata yang punya kebun
“Usia pohon itu mungkin sekitar seratus tahun
Kami ingin membakarnya
Tapi kalau mau silakan ambil saja”.

Begitulah tunggul terkapar mulai kami gali
Berhari hari kami menggali
Lumayan dalam
Namun seperti ada sesuatu yang terpendam
Tersimpan di akar kayu yang terbenam
Apakah goresan warkah nenek moyangku
Atau tetesan air mata duka menjadi beku
Atau guratan pikiran jernih tertutup debu

Dan ketika cahaya bertemu akar
Nampak seluruh wujud bergetar
Aku menjadi kelu
Dengan bahasa apa kubaca isyaratmu
Mungkin sebuah kesedihan
Yang ditutupi keindahan

Hingga suatu hari
Aku melanjutkan kebiasaan masa kecilku
Kutata akar kayu itu
Hingga muncul bunga
Bunga mekar di seluruh tubuh akar itu
Puluhan bunga ratusan bunga
Jutaan bunga
Seperti berkata
Terimalah kami di hatimu
Hiruplah semerbak wangi dari kuntum mekar
Dan anakku, anakku rasakan udara damai

Akar itu kini berbentuk korsi
Kuberi nama korsi perdamaian
Begitu saja nama itu mengalir dari hatiku
Lalu bergetar di bibirku
Korsi perdamaian
Hanya itulah karyaku
Ditengah orang membuat karya yang banyak
Sangat banyak bertumpuk-tumpuk
Puluhan kilo bahkan ratusan kilogram
Berbentuk surat (sebagian mungkin proposal)
Kepada pemegang tampuk negeri
Dan aku
Biarlah karyaku yang satu ini
Kayu limbah yang kutata dengan jari
Kusampaikan kepada pemegang tampuk negeri
Yang telah menjaga perdamaian negeri ini

Banda Aceh, 9 Juli 2009

Analisis Puisi:

Puisi “Malio Namaku” karya L.K. Ara adalah karya panjang yang memadukan autobiografi, refleksi sosial, dan simbolisme. Melalui puisi ini, penyair menceritakan perjalanan hidupnya mulai dari masa kecil di panti asuhan, pengalaman masa konflik, hingga menemukan kedamaian melalui karya sederhana yang penuh makna. Karya ini tidak hanya bercerita tentang pengalaman pribadi, tetapi juga menyinggung isu sosial, trauma, dan pentingnya perdamaian.

Tema

Tema utama puisi ini adalah perjalanan hidup, identitas, dan pencarian kedamaian. Melalui kisah Malio, penyair menekankan bagaimana pengalaman masa kecil, penderitaan akibat konflik, dan proses kreatif dapat membentuk jati diri seseorang. Tema ini juga menyentuh nilai perdamaian, refleksi diri, dan penghargaan terhadap warisan budaya serta alam.

Puisi ini bercerita tentang perjalanan hidup Malio, mulai dari masa kanak-kanak hingga dewasa, melalui pengalaman di panti asuhan, masa damai, hingga masa konflik.

Beberapa momen penting dalam puisi ini antara lain:
  • Masa kanak-kanak di panti asuhan: “Aku diasuh bersama teman yang yatim dan piatu, aku merasa ramai, masa kanak yang permai.”
  • Masa konflik: “Hidup bagai tercekik, orang takut ke kebun atau sawah, takut keluar rumah.”
  • Masa damai dan kreativitas: Malio menata akar kayu menjadi “korsi perdamaian” yang melambangkan harapan dan kedamaian bagi anak-anak dan negeri.
Puisi ini menekankan proses transformasi dari trauma dan ketakutan menuju kedamaian dan karya kreatif yang bermakna.

Makna Tersirat

Makna tersirat dalam puisi ini adalah pentingnya pengalaman hidup membentuk karakter dan pandangan seseorang terhadap dunia.
  • Masa kecil yang sederhana mengajarkan Malio nilai kebersamaan dan kesederhanaan.
  • Masa konflik menyadarkan manusia tentang kerapuhan hidup dan perlunya keamanan serta perdamaian.
  • Kreativitas, simbolisasi melalui “korsi perdamaian”, menunjukkan bahwa karya sederhana dapat menyampaikan pesan besar tentang harapan dan perdamaian.
Selain itu, puisi ini menyiratkan bahwa perdamaian bukan hanya soal kondisi fisik, tetapi juga soal pemulihan batin dan penghargaan terhadap sejarah serta warisan nenek moyang.

Suasana dalam Puisi

Suasana puisi ini berubah mengikuti perjalanan hidup Malio:
  • Masa kanak-kanak: ceria, damai, penuh kehangatan bersama teman-teman panti.
  • Masa konflik: tegang, takut, dan menakutkan, terasa penuh kekhawatiran dan ketidakpastian.
  • Masa damai dan berkarya: tenang, reflektif, dan membahagiakan, menciptakan atmosfer harapan dan kelegaan.
Perubahan suasana ini memberikan pembaca pengalaman emosional yang mendalam, seolah ikut melewati perjalanan hidup Malio.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Amanat puisi ini adalah:
  • Perdamaian dan ketenangan batin adalah tujuan utama hidup, yang bisa diwujudkan melalui refleksi dan karya kreatif.
  • Pengalaman, baik suka maupun duka, membentuk karakter dan identitas manusia.
  • Karya sederhana, seperti menata akar kayu menjadi korsi perdamaian, dapat menjadi simbol harapan dan kontribusi nyata bagi masyarakat.
Puisi ini juga menekankan bahwa perdamaian bukan sekadar kata-kata, melainkan hasil dari tindakan reflektif, kesabaran, dan penghargaan terhadap lingkungan dan sejarah.

Imaji

Puisi ini kaya dengan imaji visual dan simbolik, misalnya:
  • “Menyusun batu membuat lingkaran” – simbol permainan masa kecil sekaligus refleksi keteraturan dan harmoni.
  • “Gumpalan cuaca hitam bergetar” – imaji suasana menegangkan saat masa konflik.
  • “Bunga mekar di seluruh tubuh akar itu” – simbol kebangkitan, harapan, dan kedamaian.
  • “Korsi perdamaian” – simbol karya sederhana yang menyampaikan pesan besar tentang perdamaian dan rekonsiliasi.
Imaji ini memperkaya puisi, membuat pengalaman batin Malio terasa nyata dan emosional.

Majas

Beberapa majas yang menonjol dalam puisi ini:
  • Majas simbolik: “korsi perdamaian” sebagai simbol perdamaian dan karya kreatif.
  • Majas personifikasi: akar kayu dan bunga seolah memiliki suara dan kemampuan untuk berbicara kepada hati manusia.
  • Majas hiperbola: “puluhan bunga, ratusan bunga, jutaan bunga” untuk menekankan melimpahnya harapan dan kedamaian yang tercipta dari karya sederhana.
  • Majas metafora: masa kanak-kanak, konflik, dan damai sebagai metafora perjalanan hidup manusia.
Majas-majas ini memperkuat nuansa puitik dan emosi yang disampaikan, sehingga pembaca dapat merasakan perjalanan hidup dan refleksi spiritual Malio.

Puisi “Malio Namaku” karya L.K. Ara adalah karya reflektif yang menggabungkan autobiografi, simbolisme, dan kritik sosial.

L.K. Ara
Puisi: Malio Namaku
Karya: L.K. Ara

Biodata L.K. Ara:
  • Nama lengkap L.K. Ara adalah Lesik Keti Ara.
  • L.K. Ara lahir di Kutelintang, Takengon, Aceh Tengah, 12 November 1937.
© Sepenuhnya. All rights reserved.