Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Manusia Baru (Karya Hartojo Andangdjaja)

Puisi "Manusia Baru" karya Hartojo Andangdjaja menegaskan satu hal penting: dari luka dan kehancuran, selalu ada harapan untuk lahirnya manusia baru.

Manusia Baru


Api yang ganas ini
Biar berkobar lagi
Menjilat mendahsyat!
Biar bumi gempa
Petaka gempita
Segala gelora.
Biar rapuh biar rubuh
Yang goyah biar punah,
Merah...merah
Api dan darah!

Hendak kutempa
Di panas api menyala
Di kancah darah merah,
Dan dalam derita
Ingin kucipta:
Manusia Baru
Serat padat menghitam batu
Perwira perkasa
Di negara jaya!

1946

Sumber: Kumpulan Puisi (2019)

Analisis Puisi:

Puisi "Manusia Baru" karya Hartojo Andangdjaja merupakan karya yang kuat, penuh energi, dan sarat dengan semangat perjuangan. Melalui metafora api, darah, dan derita, penyair menggambarkan proses penciptaan manusia baru yang lahir dari penderitaan dan perjuangan. Karya ini bisa dibaca sebagai refleksi atas cita-cita bangsa Indonesia untuk melahirkan generasi tangguh setelah melewati masa-masa pergolakan dan kehancuran.

Tema

Tema utama puisi ini adalah semangat pembaruan manusia melalui penderitaan dan perjuangan. Hartojo menegaskan bahwa dari api dan darah, dari derita dan kehancuran, akan lahir manusia baru yang kuat, berani, dan siap membangun negara yang jaya. Tema ini berakar pada gagasan revolusioner tentang kebangkitan manusia setelah masa krisis.

Puisi ini bercerita tentang tekad penyair untuk membentuk manusia baru yang lahir dari penderitaan dan perjuangan. Penyair berbicara dalam nada heroik dan penuh api semangat, seolah sedang berpidato kepada bangsanya. Ia tidak takut terhadap kehancuran (“biar bumi gempa”, “biar rubuh”), karena dari situ justru muncul kekuatan baru.

Proses “penempaan” manusia digambarkan dengan metafora api dan darah, simbol perjuangan dan penderitaan. Dalam visi penyair, manusia baru itu bukan hanya individu yang tangguh secara fisik, tetapi juga perwira dan perkasa secara moral—manusia yang sanggup membawa bangsanya menuju kejayaan.

Makna tersirat

Makna tersirat dari puisi Manusia Baru adalah gagasan tentang pembentukan jati diri bangsa dan manusia yang ideal melalui proses penderitaan dan perjuangan. Api dan darah bukan semata kekerasan, melainkan simbol dari perubahan besar yang diperlukan untuk menciptakan sesuatu yang lebih baik.

Penyair seolah ingin mengatakan bahwa kemajuan tidak lahir dari kenyamanan, tetapi dari keberanian menghadapi derita dan kehancuran. Dari situ lahirlah manusia baru — manusia yang kuat, tegar, dan memiliki semangat pengabdian kepada bangsa.

Suasana dalam puisi

Suasana dalam puisi ini berapi-api, heroik, penuh semangat perjuangan dan keyakinan. Gaya bahasanya yang eksplosif (“Api yang ganas ini”, “Menjilat mendahsyat!”, “Merah...merah / Api dan darah!”) menghadirkan suasana tegang namun optimistis. Pembaca merasakan dorongan semangat yang luar biasa, seolah sedang diserukan untuk ikut bangkit dan bertindak.

Amanat / pesan yang disampaikan

Amanat yang dapat ditangkap dari puisi ini adalah bahwa perubahan besar dan manusia tangguh hanya bisa lahir dari perjuangan, penderitaan, dan semangat pantang menyerah. Dalam konteks kebangsaan, puisi ini mengajak generasi muda untuk tidak takut menghadapi kesulitan demi membangun masa depan bangsa.

Pesan moralnya juga jelas: jangan menghindar dari cobaan, karena di dalamnya tersimpan peluang untuk menjadi kuat dan bermartabat.

Imaji

Hartojo Andangdjaja menggunakan imaji yang kuat dan konkret dalam puisinya. Imaji yang muncul bersifat visual dan kinestetik, menciptakan gambaran tentang panasnya perjuangan:
  • “Api yang ganas ini / Biar berkobar lagi / Menjilat mendahsyat!” → imaji visual dan gerak yang menggambarkan kekuatan dan kekacauan.
  • “Biar bumi gempa / Petaka gempita / Segala gelora.” → imaji auditif yang menimbulkan efek getar, menggambarkan gemuruh revolusi.
  • “Di panas api menyala / Di kancah darah merah” → imaji visual yang memperkuat kesan perjuangan berdarah-darah.
Imaji yang digunakan sangat efektif untuk membangun suasana heroik dan semangat perubahan.

Majas

Puisi ini sarat dengan majas perbandingan dan penegasan yang memperkuat nada perjuangan:

Majas metafora:
  • “Api yang ganas” bukan hanya api fisik, tetapi lambang semangat perjuangan dan penderitaan.
  • “Di kancah darah merah” melambangkan pergulatan hidup dan pengorbanan manusia.
  • “Manusia baru” adalah simbol generasi baru yang kuat secara moral dan spiritual.
Majas repetisi:
  • Pengulangan kata “biar” dan “merah” menegaskan semangat pantang mundur.
Majas hiperbola:
  • “Biar bumi gempa / Petaka gempita” adalah bentuk hiperbola untuk menggambarkan kedahsyatan perubahan.
Majas personifikasi:
  • “Api yang ganas ini / Menjilat mendahsyat!” memberi sifat hidup dan berkuasa pada api, menggambarkan kekuatan semangat manusia yang membara.
Puisi "Manusia Baru" karya Hartojo Andangdjaja merupakan karya dengan semangat revolusioner yang kuat. Melalui simbol api, darah, dan derita, penyair mengungkapkan tekad untuk menciptakan manusia baru yang kuat dan tangguh demi kejayaan bangsa.

Tema yang diangkat bersifat universal dan tetap relevan hingga kini: bahwa manusia sejati ditempa oleh penderitaan. Suasana heroik, imaji visual yang kuat, serta majas yang energik menjadikan puisi ini bukan sekadar karya sastra, tetapi juga seruan moral dan ideologis bagi setiap generasi yang ingin memperbarui dirinya.

Puisi ini menegaskan satu hal penting: dari luka dan kehancuran, selalu ada harapan untuk lahirnya manusia baru — yang lebih bijak, lebih kuat, dan lebih manusiawi.

Hartojo Andangdjaja
Puisi: Manusia Baru
KaryaHartojo Andangdjaja

Biodata Hartojo Andangdjaja:
  • Hartojo Andangdjaja (Ejaan yang Disempurnakan: Hartoyo Andangjaya) lahir pada tanggal 4 Juli 1930 di Solo, Jawa Tengah.
  • Hartojo Andangdjaja meninggal dunia pada tanggal 30 Agustus 1990 (pada umur 60 tahun) di Solo, Jawa Tengah.
  • Hartojo Andangdjaja adalah salah satu Sastrawan Angkatan '66.
© Sepenuhnya. All rights reserved.