Melati Putih yang Kemarin Sore Ida Sirami, Mama
Melati putih yang kemarin sore Ida sirami, Mama
kini telah layu dan gugur ke tanah
padahal akan kupetik untuk penghias sanggulmu,
agar mewangi dan Papa menyenanginya
Melati putih yang kemarin sore Ida sirami, Mama
tadi pagi telah layu dan gugur ke tanah
Dan Ida pun tak kuasa berbuat apa-apa.
Jakarta, 1976
Sumber: Bunga Anggrek untuk Mama (Jakarta: PN Balai Pustaka, 1981)
Analisis Puisi:
Puisi “Melati Putih yang Kemarin Sore Ida Sirami, Mama” karya Sherly Malinton merupakan potret kecil yang menyentuh antara seorang anak dengan ibunya, dibingkai dalam simbol bunga melati putih yang sederhana namun sarat makna. Lewat larik-larik yang singkat dan jernih, penyair berhasil menyampaikan kesedihan, kehilangan, dan cinta yang mendalam dalam suasana yang lembut dan penuh perasaan.
Tema
Tema puisi ini adalah kesedihan dan kehilangan seorang anak terhadap ibunya. Melalui citra bunga melati putih yang layu, penyair mengungkapkan duka yang halus — bukan dengan tangisan atau ratapan, melainkan dengan keheningan dan kesadaran akan kefanaan. Tema ini menggambarkan kasih sayang yang tak terucap, serta rasa kehilangan yang dihadapi dengan ketulusan.
Puisi ini bercerita tentang seorang anak bernama Ida yang menyirami bunga melati untuk ibunya (Mama). Ia bermaksud memetik bunga itu keesokan harinya untuk menghias sanggul ibunya, agar tampak cantik dan harum bagi sang Papa. Namun, keesokan paginya bunga itu telah layu dan gugur ke tanah. Dalam kesedihan sederhana, Ida menyadari bahwa ia tak dapat melakukan apa-apa untuk mengembalikan keindahan yang hilang.
Kisah sederhana ini tampak polos, tetapi di baliknya tersembunyi nuansa kehilangan — mungkin menggambarkan kepergian sang ibu, atau sekadar keterbatasan manusia di hadapan waktu dan alam.
Makna Tersirat
Makna tersirat dari puisi ini adalah refleksi tentang kefanaan dan ketidakberdayaan manusia terhadap waktu dan kematian. Melati putih yang layu menjadi simbol dari kehidupan yang sementara dan keindahan yang tak abadi.
Selain itu, ada makna kasih seorang anak kepada ibunya, yang ingin membahagiakan sang ibu dengan cara sederhana, tetapi takdir berkata lain. Penyair seakan ingin mengatakan bahwa cinta dan niat baik pun tak selalu mampu menahan hilangnya sesuatu yang kita sayangi.
Di sisi lain, melati putih juga memiliki konotasi spiritual dan simbol kemurnian, yang sering diasosiasikan dengan sosok ibu — suci, lembut, dan penuh kasih. Ketika bunga itu layu, seolah melambangkan kepergian kasih dan ketulusan seorang ibu yang kini hanya bisa dikenang.
Suasana dalam Puisi
Suasana dalam puisi ini adalah sendu, tenang, dan penuh perasaan haru. Meskipun tidak ada ratapan atau jeritan, pembaca bisa merasakan duka yang dalam dari larik-larik sederhana seperti “kini telah layu dan gugur ke tanah” dan “Ida pun tak kuasa berbuat apa-apa”. Suasana sepi itu menghadirkan keheningan batin, seolah pembaca diajak merenung tentang kehilangan yang tak bisa dihindari.
Amanat / Pesan yang Disampaikan
Amanat dari puisi ini adalah pentingnya menerima dengan ikhlas segala perubahan dan kehilangan dalam hidup. Sherly Malinton tampaknya ingin menyampaikan bahwa setiap yang indah akan mengalami saat layunya sendiri, dan manusia hanya bisa mencintai serta merawatnya selagi ada.
Selain itu, puisi ini juga mengajarkan makna kasih sayang yang sederhana, bahwa niat tulus seorang anak — sekecil apa pun — tetaplah berharga meski hasilnya tak sesuai harapan.
Imaji
Puisi ini memunculkan imaji visual yang lembut dan jelas, seperti “melati putih yang kemarin sore Ida sirami” atau “gugur ke tanah”. Imaji ini menggambarkan keindahan alam dan waktu yang berjalan senyap, sementara tindakan Ida yang menyirami bunga melati menghadirkan kesan hangat sekaligus tragis.
Ada juga imaji olfaktori (penciuman) yang tersirat pada larik “agar mewangi dan Papa menyenanginya”, memberi efek wangi yang memperkuat nuansa kelembutan dan kasih. Imaji inilah yang membuat puisi ini terasa hidup meski narasinya sederhana.
Majas
Beberapa majas yang dapat ditemukan dalam puisi ini antara lain:
- Personifikasi, ketika bunga melati digambarkan seolah memiliki kehidupan dan perasaan, seperti dalam “melati putih yang kemarin sore Ida sirami, Mama, kini telah layu dan gugur ke tanah”.
- Simbolisme, di mana melati putih melambangkan kemurnian, kasih, dan kefanaan, sedangkan layu dan gugur menjadi simbol kehilangan dan kematian.
- Repetisi, pada pengulangan larik “Melati putih yang kemarin sore Ida sirami, Mama” yang mempertegas kesedihan dan keikhlasan, juga menambah irama yang melankolis.
- Metafora, bunga melati dapat dimaknai sebagai perwujudan sang ibu itu sendiri — sesuatu yang indah, murni, namun tak abadi.
Puisi “Melati Putih yang Kemarin Sore Ida Sirami, Mama” karya Sherly Malinton adalah karya yang memadukan kesederhanaan bahasa dengan kedalaman makna emosional. Dalam beberapa larik pendek, penyair berhasil menggambarkan cinta seorang anak, kefanaan kehidupan, dan ketidakberdayaan manusia di hadapan waktu dan kematian.
Dengan citra melati putih yang lembut, Sherly Malinton menyampaikan pesan bahwa segala yang indah pada akhirnya akan layu, namun cinta dan kenangan akan tetap harum di hati. Puisi ini adalah potret keikhlasan — tentang menerima kehilangan dengan tenang, dan tentang kasih yang tetap hidup meski bunga telah gugur.
Karya: Sherly Malinton
Biodata Sherly Malinton:
- Sylvia Sherly Maria Catharina Malinton lahir pada tanggal 24 Februari 1963 di Jakarta.