Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Orang-Orang dari Suriman (Karya Hartojo Andangdjaja)

Puisi "Orang-Orang dari Suriman" karya Hartojo Andangdjaja mengangkat kisah perjalanan, identitas budaya, dan pengalaman diaspora yang membawa pembaca

Orang-Orang dari Suriman


Aku sudah pergi ke pedalaman tanah Minang
sudah kulihat hijau yang telanjang
subur tubuh hutan, masih perawan
lembah-lembah penuh gairah — membuka tangan

Sudah kujumpa di sana repatrian-repatrian:
orang-orang yang pulang dari Surinam
Di mata mereka ada kubaca rindu yang dalam
dan suatu suku yang lama mengelana di seberang lautan

Dan kutangkap cahaya dan bayangan
tanah-tanah perkebunan. Hijau pedusunan
pesta-pesta kemilau di Paramaribo
di mana Negro bermain bongo

Kulihat dalam kehidupan mereka lintasan peradaban-peradaban
tanah coklat tanah rinduan
tanah hitam Benua Hitam
tanah rendah di Nederland

Aku sudah pergi ke pedalaman tanah Minang
sudah kujumpa di sana orang-orang yang pulang
Di mata mereka kembali kubaca tahun-tahun yang silam
dan kehidupan bertani, menyanyi dan menari di Surinam

Sumber: Kumpulan Puisi (2019)

Analisis Puisi:

Puisi "Orang-Orang dari Suriman" karya Hartojo Andangdjaja mengangkat kisah perjalanan, identitas budaya, dan pengalaman diaspora yang membawa pembaca menyelami perasaan rindu, kenangan, dan hubungan manusia dengan tanah kelahirannya. Melalui pengamatan langsung, penyair menampilkan kehidupan orang-orang yang kembali dari perantauan, memadukan imaji alam dengan nuansa sejarah dan budaya.

Tema

Tema utama puisi ini adalah pengalaman diaspora dan keterikatan manusia dengan tanah kelahiran. Puisi ini juga menyinggung tema rindu akan kampung halaman, identitas budaya, dan pengaruh peradaban asing yang ditemui oleh orang-orang yang merantau.

Puisi ini bercerita tentang perjalanan penyair ke pedalaman tanah Minang dan perjumpaannya dengan orang-orang yang pulang dari Surinam. Penyair mengamati kehidupan mereka, rindu yang tersimpan di mata mereka, dan jejak-jejak budaya yang masih melekat. Ia menangkap kesan tentang tanah, peradaban, serta kehidupan sosial dan budaya yang melintas antara Minang, Surinam, Benua Hitam, dan Belanda. Puisi ini memperlihatkan bagaimana pengalaman merantau membentuk identitas dan kesadaran akan akar budaya.

Makna Tersirat

Makna tersirat dalam puisi ini adalah pengakuan terhadap kekayaan pengalaman hidup manusia yang melintasi batas geografis dan budaya. Rindu, kenangan, dan keterikatan pada tanah kelahiran tetap menjadi bagian penting dari identitas individu. Puisi ini juga menekankan bahwa perjalanan dan perantauan bukan sekadar fisik, tetapi juga perjalanan batin yang memengaruhi cara seseorang memandang kehidupan dan budaya.

Suasana dalam Puisi

Puisi ini menghadirkan suasana yang hangat, reflektif, dan penuh penghargaan terhadap kehidupan orang-orang yang dijumpai. Ada rasa nostalgia, kagum terhadap alam dan budaya, serta penghormatan terhadap perjuangan dan kehidupan diaspora.

Imaji

Penyair menggunakan imaji visual dan sensorik yang kaya, seperti:
  • “Hijau yang telanjang, subur tubuh hutan, masih perawan” – menggambarkan alam Minang yang asri dan alami.
  • “Pesta-pesta kemilau di Paramaribo, di mana Negro bermain bongo” – menimbulkan imaji keceriaan budaya dan musik.
  • “Tanah coklat tanah rinduan, tanah hitam Benua Hitam” – memperkuat kesan perjalanan lintas benua dan pengalaman sejarah.
Imaji ini membantu pembaca merasakan pengalaman visual, emosional, dan budaya dari perjalanan yang digambarkan.

Majas

Beberapa majas yang digunakan penyair antara lain:
  • Metafora, seperti “tanah coklat tanah rinduan” untuk melambangkan tanah yang sarat kenangan dan emosi.
  • Personifikasi, misalnya “lembah-lembah penuh gairah — membuka tangan” yang memberikan sifat manusia pada alam.
  • Repetisi, terlihat pada pengulangan “Aku sudah pergi ke pedalaman tanah Minang” yang menegaskan pengalaman perjalanan dan pengamatan penyair.

Amanat / Pesan yang Disampaikan Puisi

Amanat yang dapat ditarik dari puisi ini adalah pentingnya menjaga hubungan dengan akar budaya dan menghargai pengalaman hidup orang-orang perantau. Puisi ini mengingatkan bahwa rindu, kenangan, dan budaya tetap menjadi bagian dari identitas, meski seseorang berada jauh dari tanah kelahiran. Kehidupan dan budaya yang beragam mengajarkan kita untuk menghormati pengalaman orang lain dan mengenali nilai sejarah serta akar budaya.

Puisi "Orang-Orang dari Suriman" adalah puisi yang kaya akan refleksi budaya, identitas, dan pengalaman diaspora. Hartojo Andangdjaja berhasil memadukan imaji alam, kehidupan sosial, dan pengalaman manusia dengan bahasa yang puitis, sehingga pembaca dapat merasakan perjalanan fisik dan batin orang-orang yang pulang dari perantauan serta penghormatan penyair terhadap akar budaya dan kehidupan manusia.

Hartojo Andangdjaja
Puisi: Orang-Orang dari Suriman
KaryaHartojo Andangdjaja

Biodata Hartojo Andangdjaja:
  • Hartojo Andangdjaja (Ejaan yang Disempurnakan: Hartoyo Andangjaya) lahir pada tanggal 4 Juli 1930 di Solo, Jawa Tengah.
  • Hartojo Andangdjaja meninggal dunia pada tanggal 30 Agustus 1990 (pada umur 60 tahun) di Solo, Jawa Tengah.
  • Hartojo Andangdjaja adalah salah satu Sastrawan Angkatan '66.
© Sepenuhnya. All rights reserved.