Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: P.B. (Karya Frans Nadjira)

Puisi "P.B." karya Frans Nadjira bercerita tentang kesedihan yang dihadapi manusia, makna tersirat tentang kefanaan, serta amanat agar kita lebih ...

P.B.


Musim kupu-kupu
musim terakhir yang menyapanya
sebelum berlayar di laut gerimis.

        Ia mengenal isak ini
warna kemarau dan tepi malam
sampai ke batas paling hening.
Karena ia peka
Dan tak ada saat lewat tanpa
menyentuh bahagian paling dingin
                        dari angin
bahagian paling asin dari garam
ujung lidahnya. Buat kita semua
Buat kita yang menganggap bunga
tak bisa jadi sayap-sayap kupu-kupu.

Sumber: Horison (September, 1990)

Analisis Puisi:

Frans Nadjira dikenal sebagai salah satu penyair Indonesia Timur yang puitis, reflektif, dan penuh imaji. Puisinya sering menghadirkan alam, musim, dan elemen kehidupan sehari-hari yang diberi sentuhan simbolis. Salah satu puisinya, "P.B.", adalah karya yang singkat namun padat makna. Dengan bahasa sederhana, puisi ini menggali perenungan tentang kehidupan, kesedihan, dan perjalanan manusia dalam menghadapi batas-batasnya.

Tema

Tema utama puisi ini adalah perjalanan hidup yang berakhir pada perpisahan dan kefanaan. Penyair menggunakan simbol alam—musim kupu-kupu, laut, gerimis, dan angin—untuk melukiskan sebuah momen transisi yang penuh kesedihan sekaligus keindahan.

Puisi ini bercerita tentang seseorang yang berada di ambang kepergian, diibaratkan sebagai “berlayar di laut gerimis”. Kehadirannya diwarnai musim kupu-kupu, musim yang indah namun sekaligus rapuh, menandai saat-saat terakhir sebelum menuju hening. Penyair juga menyinggung perasaan yang peka: mengenali isak, kemarau, malam, dan segala yang dingin serta asin, sebagai simbol dari penderitaan dan kesendirian. Pada akhirnya, ada pesan reflektif tentang bagaimana manusia memaknai kehidupan dan keindahan, meski tidak selalu sesuai dengan persepsi umum.

Makna Tersirat

Makna tersirat dari puisi ini adalah renungan tentang kefanaan hidup. Musim kupu-kupu melambangkan keindahan yang singkat, sementara “laut gerimis” bisa ditafsirkan sebagai perjalanan menuju kematian atau kesunyian abadi. Ada juga kritik halus terhadap cara pandang manusia yang terbatas: kita sering menganggap sesuatu hanya sesuai dengan bentuk luarnya, misalnya bunga hanya bunga, padahal dalam puisi ini bunga bisa menjadi sayap kupu-kupu—simbol transformasi dan harapan.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini adalah melankolis, hening, dan reflektif. Ada nuansa kesedihan yang menyelimuti perjalanan tokoh dalam puisi, namun juga keindahan yang hadir melalui metafora kupu-kupu dan laut.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Pesan yang disampaikan puisi ini adalah bahwa hidup bersifat sementara dan harus diterima dengan kesadaran penuh. Selain itu, penyair mengingatkan bahwa kita tidak boleh terjebak dalam pandangan sempit—hal-hal yang tampak sederhana bisa saja menyimpan makna dan kemungkinan lain, sebagaimana bunga bisa menjadi sayap kupu-kupu.

Imaji

Puisi P.B. sarat dengan imaji alam yang kuat, antara lain:
  • “Musim kupu-kupu” → imaji visual yang melambangkan keindahan yang rapuh.
  • “Berlayar di laut gerimis” → imaji perjalanan yang muram dan penuh kesunyian.
  • “Bahagian paling dingin dari angin, bahagian paling asin dari garam” → imaji indrawi yang menghadirkan pengalaman tubuh terhadap kesedihan.
  • “Bunga tak bisa jadi sayap-sayap kupu-kupu” → imaji simbolis tentang keterbatasan pandangan manusia.

Majas

Beberapa majas yang digunakan Frans Nadjira dalam puisi ini antara lain:
  • Metafora: “laut gerimis” sebagai simbol perjalanan hidup menuju akhir.
  • Personifikasi: “ia mengenal isak ini, warna kemarau, dan tepi malam” → kesedihan dan musim digambarkan seolah makhluk hidup.
  • Paradoks: keindahan musim kupu-kupu justru hadir sebagai “musim terakhir”, membawa kesedihan.
  • Simbolik: kupu-kupu sebagai lambang transisi, bunga sebagai lambang potensi transformasi.
Puisi "P.B." karya Frans Nadjira adalah refleksi puitis tentang kefanaan dan perpisahan, yang dilukiskan dengan imaji alam penuh simbol. Dengan tema perjalanan hidup menuju akhir, puisi ini bercerita tentang kesedihan yang dihadapi manusia, makna tersirat tentang kefanaan, serta amanat agar kita lebih peka melihat kehidupan dari berbagai sisi. Imaji alam yang kuat dan penggunaan majas metafora serta personifikasi menjadikan puisi ini kaya akan makna meski ditulis dengan bahasa sederhana.

Frans Nadjira
Puisi: P.B.
Karya: Frans Nadjira

Biodata Frans Nadjira
  • Frans Nadjira lahir pada tanggal 3 September 1942 di Makassar, Sulawesi Selatan.
© Sepenuhnya. All rights reserved.