Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Pelukan Ayah (Karya Moh Akbar Dimas Mozaki)

Puisi “Pelukan Ayah” karya Moh Akbar Dimas Mozaki bercerita tentang hubungan seorang anak dengan ayahnya yang digambarkan melalui keteguhan dan ...

Pelukan Ayah


Dalam diammu, Ayah, aku belajar arti keteguhan. Engkau tak banyak bicara, namun langkahmu adalah pesan yang tak pernah pudar.
Setiap tetes keringatmu menetes menjadi doa, menghidupi mimpi-mimpiku yang terus tumbuh.
Jika aku jatuh, engkau adalah tangan pertama yang terulur, meski lelah tak pernah kau akui.

1 November 2025

Analisis Puisi:

Puisi “Pelukan Ayah” memiliki tema tentang kasih sayang dan pengorbanan seorang ayah. Lewat larik-larik yang sederhana namun sarat makna, penyair menggambarkan sosok ayah sebagai simbol keteguhan, kerja keras, dan cinta yang tidak banyak diucapkan, tetapi selalu nyata dalam tindakan.

Tema ini menyoroti bentuk cinta ayah yang sering kali diam dan tersembunyi di balik tanggung jawab, menjadikan puisi ini refleksi mendalam tentang keheningan kasih yang tak terucap namun terasa.

Puisi ini bercerita tentang hubungan seorang anak dengan ayahnya yang digambarkan melalui keteguhan dan pengorbanan. Ayah dalam puisi ini bukan sosok yang banyak berkata-kata, tetapi setiap tindakannya mengandung makna dan teladan.

Ketika penyair menulis “Engkau tak banyak bicara, namun langkahmu adalah pesan yang tak pernah pudar,” ia ingin menunjukkan bahwa cinta seorang ayah tidak selalu hadir lewat kata, melainkan lewat kerja keras dan ketulusan menjaga keluarga.

Selain itu, puisi ini juga bercerita tentang rasa terima kasih seorang anak yang menyadari bahwa di balik setiap keringat dan kelelahan ayah, tersimpan doa dan harapan untuk masa depan anaknya. Larik “Setiap tetes keringatmu menetes menjadi doa, menghidupi mimpi-mimpiku yang terus tumbuh” menggambarkan hubungan spiritual antara pengorbanan ayah dan keberhasilan anak.

Makna tersirat

Makna tersirat dari puisi ini adalah penghargaan mendalam terhadap cinta dan pengorbanan seorang ayah yang sering luput dari perhatian. Banyak orang terbiasa memuja kelembutan ibu, namun lupa bahwa dalam diamnya, ayah juga menyimpan kasih yang besar dan tak kalah dalamnya.

Penyair ingin menyampaikan bahwa diam bukan berarti dingin, dan kerja keras bukan sekadar tanggung jawab, tetapi wujud cinta yang paling tulus.

Selain itu, makna tersirat lainnya adalah pesan agar kita belajar menghargai bahasa kasih yang tidak diucapkan. Sebab tidak semua kasih perlu kata, sebagian justru terjalin lewat tindakan, kesabaran, dan pengorbanan tanpa pamrih. Puisi ini mengajak pembaca merenungkan betapa banyak kasih sayang yang sering kita abaikan karena ia hadir tanpa suara.

Suasana dalam puisi

Suasana dalam puisi ini terasa hangat, haru, dan penuh penghormatan. Ada nada ketenangan sekaligus rasa syukur yang menyelimuti setiap larik. Pembaca bisa merasakan kedekatan emosional antara anak dan ayah — hubungan yang tidak diwarnai banyak dialog, tetapi diikat oleh perasaan yang kuat.

Suasana ini juga mengandung sentuhan melankolis, terutama ketika penyair menyadari bahwa ayah menanggung lelah tanpa pernah mengeluh. Namun, kesedihan itu berubah menjadi rasa hormat yang mendalam, menjadikan puisi ini bukan sekadar curahan perasaan, melainkan juga bentuk penghargaan terhadap sosok yang sering berkorban dalam senyap.

Amanat / Pesan yang disampaikan

Amanat yang dapat diambil dari puisi ini adalah pentingnya menghargai dan memahami cinta seorang ayah. Penyair ingin mengingatkan bahwa ayah tidak selalu mengekspresikan kasih dengan kata-kata, melainkan dengan tindakan nyata — bekerja keras, menahan lelah, dan selalu siap menolong ketika anaknya jatuh.

Pesan lainnya adalah agar kita tidak menunda untuk berterima kasih kepada orang tua, terutama ayah yang mungkin tampak kuat tapi sesungguhnya memendam banyak cinta dan kerentanan.

Puisi ini juga mengajarkan nilai keteguhan dan tanggung jawab — dua hal yang diwariskan ayah lewat teladan hidupnya. Dalam diamnya, ayah memberi pelajaran tentang kesabaran, keteguhan hati, dan keikhlasan yang abadi.

Imaji

Puisi ini menampilkan imaji visual dan emosional yang kuat:
  • Imaji visual terlihat pada larik “Setiap tetes keringatmu menetes menjadi doa”, yang menggambarkan secara konkret perjuangan ayah dalam bekerja. Pembaca bisa membayangkan sosok ayah yang lelah namun tetap tegar demi keluarganya.
  • Imaji emosional muncul dalam baris “Jika aku jatuh, engkau adalah tangan pertama yang terulur,” menghadirkan perasaan hangat dan aman. Imaji ini membuat pembaca merasakan pelukan kasih seorang ayah — bukan dalam bentuk fisik, tapi dalam bentuk perlindungan dan dukungan yang tiada henti.
Keseluruhan puisi ini membangun suasana intim dan reflektif, seolah anak sedang berbicara langsung kepada sosok ayahnya dalam hening.

Majas

Beberapa majas yang memperindah puisi ini antara lain:
  • Majas personifikasi: “Langkahmu adalah pesan yang tak pernah pudar.” → Langkah ayah dipersonifikasikan seolah bisa berbicara dan memberi pesan.
  • Majas metafora: “Setiap tetes keringatmu menetes menjadi doa.” → Keringat diibaratkan sebagai doa, melambangkan kerja keras yang suci dan tulus.
  • Majas hiperbola: “Menghidupi mimpi-mimpiku yang terus tumbuh.” → Mengandung penguatan makna bahwa perjuangan ayah menopang kehidupan dan cita-cita anak.
Penggunaan majas-majas ini menciptakan suasana yang puitis tanpa kehilangan kesederhanaan, menjadikan puisi ini mudah diterima oleh hati pembaca.

Puisi “Pelukan Ayah” karya Moh Akbar Dimas Mozaki adalah potret keheningan kasih seorang ayah yang tak lekang oleh waktu. Dalam keheningan dan kerja keras, ayah menyampaikan cinta yang tulus tanpa kata.

Moh Akbar Dimas Mozaki
Puisi: Pelukan Ayah
Karya: Moh Akbar Dimas Mozaki

Biodata Moh Akbar Dimas Mozaki:
  • Moh Akbar Dimas Mozaki, mahasiswa S1 Sastra Indonesia, Universitas Andalas.
© Sepenuhnya. All rights reserved.