Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Pengungsi (Karya Asrul Sani)

Puisi "Pengungsi" karya Asrul Sani menggambarkan pengalaman dan perasaan para pengungsi, yang telah terlantar dan terpisah dari tanah air dan ....
Pengungsi

Tuhan: aku telah lihat
bagaimana kebesaran lari dari lidah api.
Sebagai suatu cahaya tenggelam.
dalam ngangaan malam.
Pacukanlah lebih lekas ini
angin musim kemarau,
Supaya pengungsiku tiada lagi menderita.
Pengungsi dari kasih dan kebenaran.

Janganlah kenang, mereka hanya bisa
angkat takbir, berdoa dan puasa bulan Ramadhan.
Karena mereka manusia lengang,
Siapa lengang,
Akan berdoa karena lengang.

Biarlah aku cintai mereka sebagai kenangan
kenangan tangis
kenangan melur
Kami telah pilih bencana sebagai kerja,
dan ini hanya berakhir dengan rana,
Tutuplah segala rana, berlupalah segala rana,
Dan selamatkanlah pengungsiku pulang ke istana.

Februari, 1949

Sumber: Mantera (1975)

Analisis Puisi:

Puisi "Pengungsi" karya Asrul Sani adalah sebuah karya yang menggambarkan pengalaman dan perasaan para pengungsi, yang telah terlantar dan terpisah dari tanah air dan kehidupan mereka yang sebelumnya.

Penggunaan Irama dan Bahasa: Puisi ini memiliki irama yang kuat dan memukau, yang memberikan sentuhan kesakralan dan serius terhadap tema pengungsian. Bahasa yang digunakan sederhana dan langsung, tetapi memiliki makna mendalam yang merenungkan.

Panggilan kepada Tuhan: Puisi ini dimulai dengan sebuah panggilan kepada Tuhan, menunjukkan bahwa pengungsi mencari kebijaksanaan dan perlindungan dari Tuhan dalam situasi mereka yang sulit. Penggunaan kata "Tuhan" memberikan dimensi spiritual yang kuat pada puisi ini.

Pengungsi sebagai Tema Sentral: Tema utama puisi ini adalah pengungsi, yang digambarkan sebagai orang-orang yang terlantar dan terpisah dari rumah mereka. Mereka merasa seperti "pengungsi dari kasih dan kebenaran," yang mengindikasikan bahwa mereka telah kehilangan banyak hal dalam hidup mereka, termasuk kasih sayang dan keadilan.

Pengungsi dan Agama: Puisi ini juga menyoroti bagaimana agama, dalam hal ini Islam, tetap menjadi sumber kekuatan dan penghiburan bagi para pengungsi. Mereka "hanya bisa angkat takbir, berdoa, dan puasa bulan Ramadhan," menunjukkan bahwa agama adalah hal yang menyatukan mereka dan memberi mereka harapan di tengah keterpurukan.

Kenangan dan Rasa Kehilangan: Ada elemen kenangan dalam puisi ini. Penyair mencoba untuk "mencintai mereka sebagai kenangan," yang mengindikasikan bahwa meskipun pengungsi telah kehilangan banyak hal, kenangan mereka masih berharga dan penting.

Harapan dan Permohonan: Puisi ini mengandung harapan bahwa pengungsian akan berakhir. Penyair memohon kepada Tuhan agar pengungsinya dapat dipulihkan dan kembali ke "istana," yang mungkin merujuk kepada rumah atau tanah air mereka yang telah mereka tinggalkan.

Secara keseluruhan, puisi "Pengungsi" adalah ungkapan yang kuat tentang perasaan dan pengalaman para pengungsi, serta penekanan pada agama sebagai sumber kekuatan dan harapan mereka. Puisi ini menggambarkan kerinduan mereka untuk pulang ke tempat yang mereka cintai dan menjadi bagian penting dari identitas mereka yang terpinggirkan.

Asrul Sani
Puisi: Pengungsi
Karya: Asrul Sani

Biodata Asrul Sani:
  • Asrul Sani lahir pada tanggal 10 Juni 1926 di Sumatera Barat.
  • Asrul Sani meninggal dunia pada tanggal 11 Januari 2004 (ada usia 77 tahun) di Jakarta, Indonesia.
  • Asrul Sani adalah salah satu pelopor Angkatan '45 (bersama Chairil Anwar dan Rivai Apin).
© Sepenuhnya. All rights reserved.