Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Perempuan yang Berjalan di Arus Zaman (Karya Diah Hadaning)

Puisi "Perempuan yang Berjalan di Arus Zaman" karya Diah Hadaning bercerita tentang seorang perempuan yang meniti waktu (windu) sambil memunguti ...
Perempuan yang Berjalan di Arus Zaman

Aku berjalan meniti windu
memunguti luka para saudaraku
luka abadi dari era waktu
yang membusuk oleh racun
berhembus dari mulut manusia hilang cinta
mozaik luka kutata jadi apa saja
bagimu ia pertanda-pertanda
baur dalam lagu fals dan air dalam gelas
pemusik arif mengambilnya
memberi warna dan nada.

Anak-anak datanglah sebelum masa dewasa
memenjaramu dengan berbagai macam aturan dunia
pagi ini hati bocah sahabat dunia ramah
terjemahkan dengan terang
banyak lagu yang muncul dari liang kehidupan
karena orang-orang bijak kini banyak hilang kebijakan.

Aku berjalan meniti windu
menyapa anak-anak berhati bunga
tempat harapan dan mimpi masih semayam
tempat fajar dan senja masih berwarna
di mana mencium luka masih memungkinkannya
memberangus cinta masih diharamkannya
sampai arus zaman membuatnya dewasa.

Jakarta, September 1990

Analisis Puisi:

Puisi "Perempuan yang Berjalan di Arus Zaman" karya Diah Hadaning menghadirkan narasi reflektif tentang perjalanan hidup manusia, khususnya perempuan, di tengah perubahan zaman. Dengan bahasa yang puitis dan simbolis, puisi ini menggambarkan realitas sosial, luka kehidupan, dan harapan generasi muda.

Tema

Tema utama puisi ini adalah perjalanan hidup perempuan dalam arus waktu dan perubahan sosial. Puisi ini juga menyinggung tema kepedulian terhadap luka dan ketidakadilan, serta perlindungan terhadap masa kanak-kanak dan harapan generasi muda. Diah Hadaning menekankan pentingnya keteguhan dan kesadaran perempuan dalam menghadapi arus zaman yang berubah-ubah.

Puisi ini bercerita tentang seorang perempuan yang meniti waktu (windu) sambil memunguti luka-luka dari sejarah dan kehidupan manusia. Luka-luka ini digambarkan sebagai racun dari mulut manusia hilang cinta, yang kemudian ia tata menjadi mozaik. Perempuan ini juga menyapa anak-anak sebagai simbol harapan dan masa depan, mengajarkan nilai kepedulian, cinta, dan kebijaksanaan di tengah dunia yang semakin kehilangan arah.

Selain itu, puisi ini menggambarkan kontras antara kebijaksanaan yang hilang dan kemurnian anak-anak, serta bagaimana arus zaman perlahan memaksa anak-anak untuk dewasa. Perempuan ini hadir sebagai sosok yang menjaga, menyapa, dan menuntun generasi muda dalam menghadapi kenyataan dunia.

Makna Tersirat

Makna tersirat puisi ini adalah perlunya kesadaran dan kepedulian terhadap luka sejarah dan sosial. Luka-luka yang dikumpulkan perempuan ini bukan sekadar fisik atau emosional, tetapi simbol ketidakadilan, kehilangan cinta, dan kebijaksanaan yang luntur.

Selain itu, puisi ini juga menekankan perlunya menjaga kemurnian hati anak-anak, agar mereka tumbuh menjadi generasi yang bijaksana, penuh harapan, dan mampu menghadapi arus zaman dengan tetap mempertahankan nilai kemanusiaan.

Suasana dalam Puisi

Suasana puisi ini melankolis, reflektif, dan penuh keharuan, menekankan kesedihan atas luka masa lalu sekaligus optimisme terhadap masa depan. Imaji mozaik luka, lagu fals, dan arus zaman memberikan nuansa perubahan yang tak terhindarkan namun tetap bisa diwarnai dengan kepedulian dan cinta.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Pesan yang dapat diambil dari puisi ini antara lain:
  • Perempuan memiliki peran penting dalam menjaga nilai kemanusiaan dan kepedulian sosial.
  • Pentingnya melindungi dan membimbing generasi muda agar tetap memiliki kemurnian hati dan harapan.
  • Arus zaman yang keras tidak boleh membuat manusia kehilangan nilai cinta, kebijaksanaan, dan empati.

Imaji

Beberapa imaji yang muncul dalam puisi ini antara lain:
  • Imaji waktu: “meniti windu”, menggambarkan perjalanan panjang kehidupan dan sejarah.
  • Imaji luka: “memunguti luka para saudaraku”, simbol penderitaan manusia dan pengalaman pahit kehidupan.
  • Imaji musik dan warna: “mozaik luka”, “pemusik arif memberi warna dan nada”, menandakan transformasi pengalaman menjadi karya atau pembelajaran.
  • Imaji generasi muda: “anak-anak berhati bunga”, simbol kemurnian, harapan, dan potensi masa depan.

Majas

Beberapa majas yang digunakan antara lain:
  • Metafora – “arus zaman”, “mozaik luka”, menyimbolkan perubahan dan pengalaman hidup yang kompleks.
  • Personifikasi – anak-anak yang “berhati bunga” memberi kesan hati anak-anak hidup dan bersuara.
  • Hiperbola – “memenjaramu dengan berbagai macam aturan dunia”, menekankan tekanan sosial yang dihadapi anak-anak saat dewasa.
Puisi "Perempuan yang Berjalan di Arus Zaman" karya Diah Hadaning adalah karya yang reflektif dan peduli pada manusia serta perubahan sosial. Dengan tema perjalanan hidup perempuan, luka, dan harapan generasi muda, puisi ini menghadirkan suasana melankolis sekaligus optimis. Imaji, simbol, dan majas yang digunakan memperkuat pesan bahwa kepedulian, cinta, dan kebijaksanaan adalah kunci menghadapi arus zaman.

"Puisi: Perempuan yang Berjalan di Arus Zaman (Karya Diah Hadaning)"
Puisi: Perempuan yang Berjalan di Arus Zaman
Karya: Diah Hadaning
© Sepenuhnya. All rights reserved.