Pesawat Terbang
Pertama kali naik pesawat terbang, saya ingin
memasang iklan di koran nasional bahwa saya
benar-benar sudah pernah naik burung ajaib
yang dikagumi oleh seluruh kanak-kanak
dan orang dewasa
Kali kedua pengin dishoot kamera betapa saya
memasang seat-belt segampang menelan ludah
kemudian dengan lincah menggoda stewardesses
Yang ketiga saya berpikir menelusuri dari modal siapa
gerangan pesawat mewah ini dibikin, bagaimana
modal itu diputar di meja perjudian
ekonomi politik internasional, serta membayangkan
siapa saja, yang bisa menikmatinya
Namun toh pada kali keempat saya masih saja sedikit
mengagumi otak manusia penemu daya sihir
burung-burung, meskipun kemudian bosan
dan tidur kepala berat
Sehingga tatkala terbang kelima, keenam, ketujuh kali,
di samping selalu disergap oleh ratusan
pikiran murung: saya merasa pesawat terbang
tak pernah membawa saya naik ke mana-mana
Ada kemungkinan para teknolog, teknokrat serta
para pemakai mereka, gagal melihat mana bawah
yang sebenarnya dan mana atas yang sesungguhnya
1984
Sumber: Sesobek Buku Harian Indonesia (1993)
Analisis Puisi:
Puisi "Pesawat Terbang" karya Emha Ainun Nadjib menghadirkan refleksi yang cerdas dan kritis tentang perjalanan manusia dengan teknologi dan pengalaman modernitas. Dengan gaya bahasa yang santai namun mendalam, puisi ini menyentuh tema kagum, kritik sosial, dan kesadaran filosofis melalui pengalaman naik pesawat terbang.
Tema
Tema utama puisi ini adalah keterhubungan antara pengalaman manusia, teknologi, dan kesadaran sosial. Pesawat terbang di sini bukan sekadar alat transportasi, melainkan simbol modernitas, kemajuan teknologi, dan ketidakseimbangan sosial. Puisi ini juga menyinggung tema kegagalan manusia memahami hakikat kehidupan di tengah kemewahan dan kemajuan teknologi.
Puisi ini bercerita tentang pengalaman pribadi penyair saat naik pesawat terbang untuk pertama hingga beberapa kali berikutnya. Setiap pengalaman menghadirkan perspektif berbeda:
- Kali pertama – kekaguman dan keinginan untuk membagikan pengalaman itu kepada orang lain, menunjukkan kesenangan kanak-kanak dan rasa takjub manusia terhadap teknologi.
- Kali kedua – pengalaman lebih praktis dan bersifat sosial, seperti memasang seat-belt dan menggoda pramugari, mencerminkan kepedulian pada citra dan kesenangan pribadi.
- Kali ketiga – muncul pertanyaan kritis tentang modal, politik ekonomi, dan siapa yang menikmati teknologi mewah ini, menunjukkan kesadaran sosial dan refleksi terhadap ketidakadilan.
- Kali keempat dan seterusnya – muncul rasa bosan, perenungan, dan kesadaran bahwa meskipun pesawat terbang secara fisik membawa manusia naik, secara filosofis tidak membawa ke tingkat pemahaman atau kebijaksanaan yang lebih tinggi.
Makna Tersirat
Makna tersirat puisi ini adalah kritik terhadap modernitas dan kemewahan yang tidak selalu memberi pemahaman atau kebijaksanaan. Pesawat terbang, meski simbol kemajuan, juga menunjukkan ketidakmampuan manusia melihat hakikat kehidupan, mana bawah dan mana atas yang sebenarnya.
Selain itu, puisi ini menekankan perlu adanya refleksi kritis terhadap teknologi dan pengalaman manusia, bahwa kemajuan dan hiburan materi tidak selalu sejalan dengan pertumbuhan kesadaran atau moral.
Suasana dalam Puisi
Suasana puisi ini reflektif, kritis, dan sedikit satir. Ada rasa kagum awal yang perlahan berubah menjadi pertanyaan dan perenungan serius tentang teknologi, kesenjangan sosial, dan hakikat hidup. Suasana ini membawa pembaca dari kegembiraan anak-anak sampai kesadaran filosofis yang menenangkan sekaligus menggelisahkan.
Imaji
Beberapa imaji yang menonjol dalam puisi ini:
- Imaji pesawat terbang sebagai burung ajaib – menggambarkan kekaguman manusia terhadap teknologi.
- Imaji pramugari dan seat-belt – menampilkan pengalaman sosial dan kesan materialistis.
- Imaji meja perjudian ekonomi politik internasional – simbol kompleksitas sosial dan ekonomi di balik kemewahan teknologi.
- Imaji bawah dan atas – metafora untuk ketidaktahuan manusia tentang hakikat kehidupan dan moralitas.
Majas
Beberapa majas yang digunakan antara lain:
- Metafora – pesawat sebagai “burung ajaib”, menekankan teknologi sebagai sesuatu yang menakjubkan namun penuh simbolisme.
- Ironi – meskipun pesawat terbang membawa manusia secara fisik, ia “tak pernah membawa naik ke mana-mana” secara pemahaman, menyiratkan ketidaksempurnaan modernitas.
- Hiperbola – ratusan pikiran murung yang menyergap manusia saat naik pesawat, menegaskan kecemasan dan pertimbangan moral yang terus hadir.
- Personifikasi – pesawat seakan memiliki kemampuan untuk membawa manusia ke tempat tinggi, namun tetap “gagal” dalam membawa pemahaman, memberi efek filosofis.
Amanat / Pesan yang Disampaikan
Pesan puisi ini antara lain:
- Teknologi, kemewahan, atau pengalaman fisik tidak selalu membawa manusia ke tingkat kesadaran yang lebih tinggi.
- Pentingnya refleksi kritis terhadap modernitas dan kemajuan teknologi.
- Kesadaran sosial dan moral harus tetap dijaga di tengah kemajuan materi.
Puisi "Pesawat Terbang" karya Emha Ainun Nadjib adalah refleksi puitis yang menggabungkan pengalaman pribadi, kritik sosial, dan pertanyaan filosofis. Dengan tema teknologi, kesadaran sosial, dan pengalaman manusia, puisi ini menantang pembaca untuk tidak hanya terkagum pada kemajuan fisik, tetapi juga mempertanyakan dampak moral dan sosial di baliknya.
Karya: Emha Ainun Nadjib
Biodata Emha Ainun Nadjib:
- Muhammad Ainun Nadjib (Emha Ainun Nadjib atau kerap disapa Cak Nun atau Mbah Nun) lahir pada tanggal 27 Mei 1953 di Jombang, Jawa Timur, Indonesia.
