Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Planetarium (Karya Irma Agryanti)

Puisi “Planetarium” karya Irma Agryanti bercerita tentang pengalaman penulis saat berada di sebuah planetarium, menyaksikan langit berbintang yang ...

Planetarium

di ruangan ini
layar besar, langit berkubah
yang jauh mendekat

kusaksikan bintang murung
sebelum angkasa buta
ia yang membiarkan matanya dikilau matahari
sihir menghukumnya
 
aku tahu tak ada pemburu
meski kau menggantung
dengan jurang di mataku

sementara maut,
helium
menyembunyikan nova
dari gelap dan kejam gerhana
10.000 mil kecepatan cahaya

setelah bintang murung
setelah kesedihan tumpah
hanya ada lubang hitam
paling gelap, paling dalam

kau tak melihatku,
tapi aku melihatmu

2013

Sumber: Anjing Gunung (2018)

Analisis Puisi:

Puisi “Planetarium” karya Irma Agryanti menghadirkan pengalaman estetis yang intens melalui pengamatan kosmik, sekaligus menyelami perasaan batin penulis. Dengan citraan langit dan bintang yang kaya, puisi ini mengekspresikan tema tentang kesepian, pengamatan, dan refleksi eksistensial.

Tema

Tema utama puisi ini adalah pengalaman manusia menghadapi alam semesta dan kesadaran diri. Puisi menekankan hubungan antara pengamat dan yang diamati, serta ketidakterbatasan ruang dan waktu di alam semesta. Selain itu, puisi juga menyinggung rasa kehilangan dan kesedihan yang mendalam, yang selaras dengan imaji bintang murung dan lubang hitam.

Puisi ini bercerita tentang pengalaman penulis saat berada di sebuah planetarium, menyaksikan langit berbintang yang berkubah di layar besar. Penulis mengamati bintang yang tampak “murung” dan merasakan kesedihan yang mengalir seiring pengamatan tersebut.

Beberapa baris menggambarkan pengalaman reflektif dan batiniah, misalnya:
  • “aku tahu tak ada pemburu / meski kau menggantung / dengan jurang di mataku” → menekankan keterasingan dan jarak antara pengamat dan objek yang diamati.
  • “setelah bintang murung / setelah kesedihan tumpah / hanya ada lubang hitam” → menunjukkan klimaks emosional dan refleksi tentang kehampaan dan kegelapan.
  • Akhir puisi, “kau tak melihatku, tapi aku melihatmu,” menandai kesadaran diri yang hadir sebagai pengamat, namun tetap mengalami ketidakmampuan untuk diakui atau dijangkau oleh objek pengamatan.

Makna Tersirat

Secara tersirat, puisi ini menyampaikan beberapa makna mendalam:
  • Kesepian dan keterasingan manusia dalam menghadapi alam semesta yang luas dan misterius.
  • Keindahan yang sekaligus menakutkan dari alam semesta, di mana bintang dan fenomena kosmik menjadi simbol ketidakpastian dan ketidakabadian.
  • Refleksi eksistensial, bahwa manusia selalu menjadi pengamat yang terbatas, meski bisa menyaksikan keajaiban alam semesta.
  • Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan keberadaan diri di antara ketakterhinggaan alam dan hubungan batin dengan dunia yang lebih luas dari pengalaman sehari-hari.

Suasana dalam Puisi

Suasana puisi ini melankolis, reflektif, dan misterius. Imaji kosmik dipadukan dengan nuansa kesedihan dan keterasingan, menciptakan atmosfer yang menenangkan sekaligus menyayat hati. Pembaca dibawa ke ruang hening planetarium, merasakan perpaduan antara kagum, takut, dan introspeksi mendalam.

Imaji

Puisi ini kaya akan imaji visual dan konseptual:
  • “layar besar, langit berkubah / yang jauh mendekat” → imaji visual planetarium yang megah dan memukau.
  • “bintang murung” → imaji emosional yang mempersonifikasikan bintang.
  • “lubang hitam paling gelap, paling dalam” → imaji konseptual tentang kehampaan, kematian, dan ketidakberdayaan manusia di alam semesta.
Imaji-imaji ini memperkuat nuansa eksistensial dan reflektif dalam puisi.

Majas

Majas yang digunakan puisi ini antara lain:
  • Personifikasi: bintang digambarkan “murung,” angkasa “butuh pengamatan batin.”
  • Metafora: lubang hitam sebagai simbol kehampaan dan kesedihan.
  • Hiperbola: “10.000 mil kecepatan cahaya” menekankan jarak dan ketidakterjangkauan alam semesta dari perspektif manusia.
Majas-majas ini memperkuat kekuatan ekspresif puisi dan menghadirkan pengalaman imajinatif yang mendalam.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Puisi ini menyampaikan pesan tentang kepentingan pengamatan, refleksi, dan kesadaran diri dalam menghadapi kehidupan dan alam semesta. Pembaca diajak menyadari keindahan dan kerapuhan eksistensi, serta memahami keterbatasan manusia di tengah kebesaran kosmos.

Puisi “Planetarium” karya Irma Agryanti adalah karya yang memadukan observasi kosmik, pengalaman batin, dan refleksi eksistensial. Dengan bahasa yang puitis, simbolik, dan kaya imaji, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan hubungan manusia dengan alam semesta, serta menghadirkan kesadaran tentang kesepian, keindahan, dan kehampaan yang menyertai eksistensi manusia.

Irma Agryanti
Puisi: Planetarium
Karya: Irma Agryanti

Biodata Irma Agryanti:
  • Irma Agryanti lahir pada tanggal 28 Agustus 1986 di Mataram, Nusa Tenggara Barat.
© Sepenuhnya. All rights reserved.