Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Rantau dan Pulang (Karya Yusriman)

Puisi “Rantau dan Pulang” karya Yusriman bercerita tentang perjalanan seorang anak muda yang meninggalkan kampung halamannya untuk merantau, ...

Rantau dan Pulang


Anak muda berangkat dengan doa di dada,
Meninggalkan rumah gadang dan sawah yang tua,
Di bawah langit rantau, budaya diuji,
Namun akar tetap menahan bumi di hati.
Pulang bukan sekadar perjalanan kaki,
Ia adalah pertemuan waktu dan jati diri,
Di tangan yang kembali menggenggam tanah,
Budaya tumbuh, meski badai melintas.

Analisis Puisi:

Puisi “Rantau dan Pulang” karya Yusriman merupakan karya yang sarat makna tentang identitas, budaya, dan perjalanan hidup manusia Minangkabau — atau secara lebih universal, manusia perantau di mana pun berada. Dalam puisi ini, Yusriman menuturkan kisah klasik tentang perantauan dan kepulangan, dua sisi kehidupan yang tak pernah terpisahkan. Dengan bahasa yang lembut dan simbolik, penyair mengajak pembaca merenungi makna terdalam dari rumah, akar, dan kebudayaan yang tetap hidup di hati, meski jasad menempuh jarak jauh.

Tema

Tema utama puisi ini adalah perantauan dan identitas budaya. Yusriman mengangkat perjalanan seorang anak muda yang meninggalkan kampung halaman untuk mencari pengalaman, ilmu, atau kehidupan yang lebih baik di tanah rantau. Namun, di balik keberangkatan itu, ada nilai yang tetap melekat: akar budaya dan doa dari tanah asal.

Tema ini juga mencerminkan falsafah Minangkabau yang terkenal, “Karatau madang di hulu, babuah babungo balun; marantau bujang dahulu, di rumah paguno balun” — yang berarti bahwa merantau adalah bagian dari proses pendewasaan dan pembentukan jati diri.

Puisi ini bercerita tentang perjalanan seorang anak muda yang meninggalkan kampung halamannya untuk merantau, membawa doa dan harapan. Ia meninggalkan rumah gadang dan sawah yang tua, simbol kehidupan tradisional dan warisan leluhur.

Di tanah rantau, ia menghadapi ujian kehidupan dan benturan budaya — namun nilai-nilai luhur dari tanah kelahiran tetap menjadi penopang jiwanya.

Saat akhirnya ia pulang, kepulangan itu bukan sekadar gerak tubuh yang kembali ke tanah asal, tetapi perjalanan batin untuk menemukan kembali jati diri dan makna kebudayaan yang sejati. Dalam genggaman tanah tempat ia berpijak, tumbuh kesadaran baru bahwa akar budaya adalah sumber kehidupan yang tak akan hilang meski diterpa badai zaman.

Makna Tersirat

Makna tersirat dari puisi ini adalah bahwa perantauan bukan berarti kehilangan akar, dan kepulangan bukan hanya tentang jarak fisik, tetapi tentang kesadaran spiritual dan kultural.

Yusriman ingin menyampaikan bahwa sejauh apa pun seseorang pergi, nilai-nilai budaya dan doa leluhur tetap hidup dalam dirinya. “Akar tetap menahan bumi di hati” menjadi simbol bahwa identitas sejati manusia tidak akan tercerabut oleh modernitas atau perbedaan tempat.

Selain itu, puisi ini juga mengandung refleksi tentang proses pencarian diri — bahwa dalam kehidupan, setiap orang harus “merantau” untuk tumbuh, lalu “pulang” untuk menemukan arti sejati dari pengalaman tersebut. Pulang, dalam makna terdalamnya, adalah kembali pada jati diri dan nilai-nilai yang membentuk kita.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini terasa hangat, reflektif, dan sarat kerinduan. Ada nada keheningan spiritual yang menyelimuti setiap barisnya.

Kesan tenang muncul dari kata-kata seperti “doa di dada”, “langit rantau”, dan “tangan yang kembali menggenggam tanah”, yang menggambarkan perasaan hening namun penuh makna.

Di sisi lain, suasana juga memunculkan rasa haru dan kebanggaan — haru karena perjuangan di tanah orang, dan bangga karena berhasil kembali membawa makna pulang yang lebih dalam dari sekadar kembali ke rumah.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Amanat dari puisi ini adalah pentingnya menjaga akar budaya dan nilai-nilai kehidupan, di mana pun kita berada.

Penyair ingin menegaskan bahwa merantau bukan berarti melupakan asal-usul, tetapi cara untuk memperkaya diri dan memperkuat nilai-nilai yang telah diwariskan.

Kepulangan dalam puisi ini mengandung pesan moral bahwa jati diri sejati terletak pada kemampuan seseorang untuk kembali mengenali akar budaya dan menghormati tanah asalnya, setelah melewati perjalanan hidup yang panjang.

Puisi ini juga menyiratkan semangat agar generasi muda tetap mencintai budaya dan tidak kehilangan identitas, meski menghadapi arus globalisasi yang deras.

Imaji

Puisi ini penuh dengan imaji visual dan emosional yang kuat, membangun gambaran yang hidup dalam benak pembaca.
  • Imaji visual terlihat dalam baris “Anak muda berangkat dengan doa di dada, meninggalkan rumah gadang dan sawah yang tua” — menghadirkan pemandangan khas kampung halaman dengan suasana perpisahan yang mengharukan.
  • Imaji gerak tampak dalam “Di bawah langit rantau, budaya diuji”, yang menggambarkan perjalanan jauh dan tantangan di perantauan.
  • Imaji taktil dan emosional muncul dalam “Di tangan yang kembali menggenggam tanah”, menghadirkan rasa haru, kebanggaan, dan cinta yang mendalam terhadap kampung halaman.
Keseluruhan imaji tersebut membuat puisi terasa hidup dan menggugah, seolah pembaca ikut berjalan bersama tokoh utama dari rantau menuju pulang.

Majas

Yusriman menggunakan beberapa majas untuk memperkuat makna dan keindahan puisinya, antara lain:
  • Metafora, seperti pada “akar tetap menahan bumi di hati”, yang menggambarkan budaya dan identitas sebagai akar kehidupan yang menjaga keseimbangan jiwa.
  • Personifikasi, tampak pada “budaya tumbuh, meski badai melintas”, yang memberi sifat hidup kepada budaya, seolah ia makhluk yang bisa bertahan menghadapi ujian zaman.
  • Simbolisme, terdapat pada unsur “rumah gadang” (simbol asal-usul dan tradisi), “langit rantau” (simbol tantangan hidup), dan “tanah” (simbol identitas dan akar budaya).
Majas-majas ini tidak hanya memperindah bunyi, tetapi juga memperdalam makna spiritual dan emosional puisi.

Puisi “Rantau dan Pulang” karya Yusriman adalah refleksi puitis tentang perjalanan hidup, identitas budaya, dan makna kepulangan. Melalui simbol-simbol seperti rumah gadang, sawah tua, dan tanah yang digenggam, penyair menggambarkan hubungan erat antara manusia dan akar budayanya. Tema perantauan dijalinkan dengan nilai spiritual dan moral, menjadikan puisi ini bukan sekadar kisah tentang pergi dan kembali, tetapi tentang menemukan diri di antara jarak dan waktu. Dengan imaji yang kuat dan majas yang halus, Yusriman menegaskan pesan abadi bahwa budaya adalah akar yang menahan manusia agar tidak hanyut oleh zaman, dan bahwa setiap kepulangan sejati adalah perjalanan batin menuju asal-usul yang membentuk kita.

Yusriman
Puisi: Rantau dan Pulang
Karya: Yusriman

Biodata Yusriman:
  • Yusriman merupakan mahasiswa, Fakultas Ilmu Budaya, di Universitas Andalas.
© Sepenuhnya. All rights reserved.