Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Sepi (Karya Djamil Suherman)

Puisi “Sepi” karya Djamil Suherman bercerita tentang seseorang yang sedang berada dalam kesepian mendalam, mungkin di malam hari, di bawah cahaya ...
Sepi

Sepi
Sepi di bulan
Sepi di ranjang
Mata menatap sepi
Hati mendekap sunyi

Antara kejauhan dan penghargaan
Apa hendak diucapkan

Ah bulan saksi
Sebentar akan silam

Sumber: Nafiri (1983)

Analisis Puisi:

Puisi “Sepi” karya Djamil Suherman merupakan refleksi mendalam tentang kesendirian dan kefanaan hidup. Dengan gaya bahasa yang sederhana namun sarat makna, penyair menggambarkan keheningan batin yang dialami manusia ketika berhadapan dengan jarak, waktu, dan kesadaran akan keterbatasan diri. Puisi ini terasa lirih, tenang, dan kontemplatif — seolah mengajak pembaca untuk berhenti sejenak dan mendengarkan gema sunyi di dalam hati.

Tema

Tema utama puisi ini adalah kesepian dan kefanaan hidup. Djamil Suherman menyoroti pengalaman batin seseorang yang tenggelam dalam kesunyian, baik secara fisik maupun emosional. Kesepian di sini tidak sekadar ketiadaan orang lain, melainkan keadaan spiritual di mana seseorang merasa jauh dari makna, cinta, dan penghargaan hidup.

Tema ini juga mengandung perenungan eksistensial — tentang hubungan manusia dengan waktu dan dengan dirinya sendiri, di bawah cahaya bulan yang menjadi saksi bisu perjalanan hidup.

Puisi ini bercerita tentang seseorang yang sedang berada dalam kesepian mendalam, mungkin di malam hari, di bawah cahaya bulan yang tenang. Ia menatap sekelilingnya — bulan, ranjang, dan dirinya sendiri — namun yang ditemui hanyalah keheningan. Dalam keheningan itu, muncul renungan tentang jarak antara “kejauhan” dan “penghargaan”, antara sesuatu yang dulu berarti dan kini perlahan memudar.

Bagian akhir puisi, “Ah bulan saksi / Sebentar akan silam”, menunjukkan kesadaran bahwa segala sesuatu, termasuk kesepian, akan berlalu. Namun sebelum itu, penyair menundukkan diri dalam penerimaan — menyadari bahwa hidup dan waktu sama-sama fana.

Makna Tersirat

Makna tersirat dalam puisi ini adalah perenungan tentang kefanaan dan kesendirian manusia di hadapan waktu dan takdir. Sepi dalam puisi ini bukan hanya kondisi luar, melainkan juga metafora untuk kekosongan batin dan perasaan terasing dari makna hidup.

Baris “Antara kejauhan dan penghargaan / Apa hendak diucapkan” menyiratkan kebisuan yang lahir dari keterbatasan manusia dalam memahami hidup. Sementara bulan menjadi simbol saksi abadi — sesuatu yang tetap, sementara manusia dan segala perasaannya hanya sementara.

Melalui kesepian, penyair tampak ingin menunjukkan bahwa dalam sunyi, manusia justru bertemu dengan dirinya yang paling jujur.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini hening, melankolis, dan penuh perenungan. Dari awal hingga akhir, kata “sepi” berulang-ulang digunakan untuk membangun atmosfer keheningan yang kental. Pembaca seolah dibawa ke dalam kamar sunyi di malam hari, di mana hanya ada diri sendiri dan bayangan bulan.

Nada puisi yang lembut dan datar membuat suasana menjadi introspektif — tidak meledak-ledak, tetapi perlahan mengendap dan menyentuh sisi emosional pembaca. Suasana ini menggambarkan perasaan pasrah dan sadar diri atas perjalanan hidup yang tak bisa dihindari.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Amanat dari puisi ini adalah bahwa kesepian adalah bagian alami dari kehidupan manusia, dan dari sanalah kita belajar memahami makna diri dan waktu.

Djamil Suherman ingin menyampaikan bahwa hidup penuh dengan saat-saat sunyi — namun justru di dalam kesunyian itulah seseorang bisa melihat dirinya dengan lebih jernih.

Selain itu, penyair juga ingin menegaskan bahwa segala sesuatu dalam hidup akan berlalu, termasuk kesepian itu sendiri. Oleh karena itu, alih-alih melawan, manusia sebaiknya menerima dan menghayati keheningan sebagai bagian dari perjalanan menuju kedewasaan batin.

Imaji

Puisi ini kaya dengan imaji visual dan emosional yang sederhana namun efektif.
  • Imaji visual muncul pada baris “Sepi di bulan” dan “Mata menatap sepi”, menghadirkan pemandangan malam yang redup dengan sinar bulan.
  • Imaji emosional terasa pada “Hati mendekap sunyi”, yang menggambarkan kesedihan mendalam dan perasaan hampa.
  • Selain itu, ada imaji reflektif, seperti pada “Antara kejauhan dan penghargaan”, yang mengajak pembaca masuk dalam renungan filosofis tentang jarak batin dan nilai kehidupan.
Keseluruhan imaji ini bekerja menciptakan kesan intim, lembut, dan penuh rasa — seolah penyair berbicara langsung kepada dirinya sendiri dalam ruang sunyi.

Majas

Beberapa majas yang menonjol dalam puisi ini antara lain:
  • Repetisi, yakni pengulangan kata “sepi” di awal beberapa baris. Pengulangan ini memperkuat nuansa hening dan mendalam, menegaskan bahwa sepi adalah inti dari seluruh pengalaman dalam puisi.
  • Personifikasi, seperti pada “Hati mendekap sunyi”, memberi kesan bahwa hati memiliki kemampuan manusiawi untuk merangkul rasa hampa.
  • Metafora, tampak dalam “bulan saksi” — bulan tidak hanya benda langit, tetapi simbol waktu, kenangan, dan kekekalan.
  • Elipsis, atau penghilangan keterangan tertentu, membuat puisi terasa terbuka dan memberi ruang bagi pembaca untuk mengisi maknanya sendiri.
Majas-majas ini memperhalus emosi dan memberi lapisan keindahan yang khas pada puisi yang tampak sederhana secara struktur.

Puisi “Sepi” karya Djamil Suherman adalah renungan lirih tentang kesunyian dan kefanaan hidup manusia. Dalam baris-baris pendek, penyair berhasil menyingkap kedalaman makna melalui kesederhanaan kata. Melalui tema kesepian, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungi keberadaan diri, waktu yang terus berlalu, serta kesadaran bahwa semua yang hidup akan silam. Imaji bulan, ranjang, dan hati yang mendekap sunyi membangun atmosfer hening dan reflektif, sementara majas yang lembut memperkaya rasa spiritual dalam teks.

Puisi ini bukan sekadar tentang sepi yang menekan, melainkan tentang penerimaan dan kebijaksanaan batin — bahwa dalam kesunyian, manusia dapat menemukan makna yang paling murni dari keberadaannya sendiri.

Puisi: Sepi
Puisi: Sepi
Karya: Djamil Suherman

Biodata Djamil Suherman:
  • Djamil Suherman lahir di Surabaya, pada tanggal 24 April 1924.
  • Djamil Suherman meninggal dunia di Bandung, pada tanggal 30 November 1985 (pada usia 61 tahun).
  • Djamil Suherman adalah salah satu sastrawan angkatan 1966-1970-an.
© Sepenuhnya. All rights reserved.