Sumber: Konsierto di Kyoto (2015)
Analisis Puisi:
Puisi "Serpih Kapas" karya Mochtar Pabottingi adalah salah satu karya yang sarat dengan simbolisme, menggunakan alam sebagai perantara untuk menyampaikan perasaan rapuh manusia dalam menghadapi kehidupan. Dengan bahasa yang sederhana namun penuh makna, penyair menghadirkan kapas—sebuah benda ringan dan rapuh—sebagai simbol perjalanan eksistensial.
Tema
Tema utama puisi ini adalah kerapuhan dan kefanaan hidup manusia di hadapan kekuatan alam dan waktu. Manusia diibaratkan sebagai serpih kapas yang mudah diterpa angin dan pada akhirnya akan luruh serta hilang dalam pusaran kehidupan.
Puisi ini bercerita tentang perjalanan hidup yang rapuh, diibaratkan sebagai serpihan kapas dari kelopak randu yang melayang terbawa angin. Sang “aku lirik” menggambarkan dirinya sebagai kapas yang setiap kali diterpa angin akan luruh sedikit demi sedikit, hingga akhirnya lenyap di lautan luas bersama kepakan camar. Gambaran ini menyiratkan perjalanan manusia yang perlahan terkikis oleh waktu dan keadaan, hingga akhirnya hilang dari kehidupan.
Makna tersirat
Makna tersirat dari puisi ini adalah kesadaran akan kefanaan manusia dan keterbatasan hidup. Seperti kapas yang ringan dan mudah terurai, manusia pun rentan terhadap waktu, nasib, dan takdir. Tidak ada yang abadi, bahkan tubuh dan kehidupan akan sirna, meninggalkan jejak yang pada akhirnya hilang. Puisi ini juga menyiratkan kerendahan hati, mengingatkan pembaca untuk menyadari posisi manusia yang kecil dalam bentangan semesta.
Suasana dalam puisi
Suasana dalam puisi ini terasa melankolis, tenang, namun juga getir. Ada keindahan dalam bayangan kapas yang melayang, tetapi juga ada kepasrahan saat ia luruh dan sirna di samudra. Suasana ini mencerminkan perenungan eksistensial tentang hidup yang sementara.
Amanat / pesan yang disampaikan
Pesan yang terkandung dalam puisi ini adalah pentingnya kesadaran diri akan kefanaan hidup. Manusia harus menyadari bahwa pada akhirnya, semua akan kembali sirna seperti kapas yang lenyap ditiup angin. Dengan kesadaran ini, kita diajak untuk lebih bijak, rendah hati, dan tidak terjebak pada kesombongan duniawi.
Imaji
Puisi ini kaya dengan imaji visual dan imaji gerak:
- Imaji visual: “serpih kapas kelopak randu”, “serat-serat tubuhku luruh”, “kepak camar memburai”.
- Imaji gerak: kapas yang melambung di angin, luruh diterpa deru, dan akhirnya sirna di samudra.
Imaji ini membuat pembaca dapat membayangkan kapas yang rapuh terbawa angin dan berakhir hilang di lautan.
Majas
Beberapa majas yang digunakan dalam puisi ini antara lain:
- Metafora: penyair mengibaratkan dirinya sebagai “serpih kapas” untuk melambangkan rapuhnya hidup.
- Personifikasi: “kepak camar memburai sirna tubuhku” memberikan kesan bahwa alam turut serta dalam proses hilangnya eksistensi.
- Hiperbola: gambaran “setiap kali angin menderu, serat-serat tubuhku luruh” melebih-lebihkan rapuhnya kapas, sekaligus menekankan kerapuhan manusia.
Puisi "Serpih Kapas" karya Mochtar Pabottingi menghadirkan gambaran sederhana namun penuh makna tentang perjalanan hidup manusia. Dengan tema tentang kefanaan, puisi ini bercerita tentang rapuhnya hidup yang digambarkan melalui kapas yang terbawa angin hingga sirna di samudra. Makna tersiratnya mengajak pembaca merenungkan eksistensi manusia yang fana, sementara imaji dan majas yang digunakan memperkuat nuansa melankolis serta kontemplatif dalam puisi.
Karya: Mochtar Pabottingi
Biodata Mochtar Pabottingi:
- Mochtar Pabottingi lahir pada tanggal 17 Juli 1945 di Bulukumba, Sulawesi Selatan.
