Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Siak (Karya Slamet Sukirnanto)

Puisi “Siak” karya Slamet Sukirnanto menggambarkan perjalanan batin manusia yang menyelam ke dalam luka, bukan untuk menambah derita, tetapi untuk ...
Siak

Kayuh sampan-sampan mimpi
Ke dalam ceruk luka
Menggores tepi

Pekanbaru, Maret 1998

Sumber: Gergaji (2001)

Analisis Puisi:

Tema utama puisi “Siak” karya Slamet Sukirnanto adalah penderitaan batin dan luka kehidupan. Meskipun puisinya sangat singkat, hanya terdiri dari tiga baris , penyair mampu menghadirkan suasana yang pekat dan penuh perenungan. Kata-kata seperti “sampan-sampan mimpi” dan “ceruk luka” menggambarkan perjalanan batin seseorang yang menelusuri kenangan, kesedihan, atau rasa kehilangan yang mendalam. Tema ini berakar pada pergulatan manusia dengan rasa sakit yang tidak selalu tampak secara fisik, tetapi mengendap dalam hati dan ingatan.

Puisi ini bercerita tentang seseorang yang berlayar dalam mimpi dan kenangan pahit. Ia mengayuh “sampan-sampan mimpi” — metafora yang menggambarkan perjalanan halus namun menyakitkan menuju ruang batin terdalam, yakni “ceruk luka”. Baris ketiga, “Menggores tepi”, memberi kesan tindakan yang terus berulang, seperti seseorang yang berusaha memahami atau bahkan menghidupkan kembali luka lamanya. Dalam kesederhanaannya, puisi ini berbicara tentang usaha manusia untuk berdamai dengan masa lalu, meskipun upaya itu terkadang justru menambah luka baru.

Makna Tersirat

Makna tersirat dari puisi ini adalah tentang introspeksi terhadap luka batin yang menjadi bagian dari perjalanan hidup. “Sampan-sampan mimpi” bisa ditafsirkan sebagai simbol dari harapan atau kenangan yang membawa seseorang menyusuri arus perasaan terdalamnya. Sedangkan “ceruk luka” merupakan simbol dari ruang batin yang menyimpan trauma atau kesedihan lama. Dengan kata lain, puisi ini tidak hanya berbicara tentang penderitaan, tetapi juga tentang kesadaran diri — bahwa untuk mengenali diri sendiri, seseorang harus berani menatap luka-lukanya.

Makna lain yang mungkin tersirat adalah keterasingan spiritual: perjalanan menuju “Siak” — yang juga merupakan nama daerah di Riau dengan sejarah Islam yang kuat — dapat pula dimaknai sebagai perjalanan menuju keheningan, tempat seseorang berhadapan dengan Tuhannya melalui rasa sakit dan perenungan.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini terasa hening, muram, dan melankolis. Pilihan diksi seperti “ceruk luka” dan “menggores tepi” menimbulkan imaji kesunyian yang dalam, seolah sang penyair menulis dalam keadaan merenung di tepian sungai yang tenang namun menyimpan kedalaman. Pembaca dapat merasakan nuansa sendu dan reflektif yang membuat tiga baris ini terasa jauh lebih panjang secara makna daripada bentuknya yang singkat.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Amanat puisi ini dapat ditarik dari makna simboliknya: setiap luka perlu dihadapi, bukan dihindari. Dalam perjalanan hidup, luka batin bukanlah sesuatu yang harus dihapus, melainkan dipahami. Penyair ingin mengingatkan bahwa manusia perlu berani “mengayuh sampan mimpi” ke dalam “ceruk luka” agar dapat mengenali dirinya dan menemukan makna dari penderitaan yang dialami. Dengan memahami luka, seseorang dapat tumbuh menjadi pribadi yang lebih tenang dan bijaksana.

Imaji

Puisi ini kaya akan imaji visual dan emosional, meskipun sangat singkat. Imaji visual muncul dari frasa “kayuh sampan-sampan mimpi”, yang menggambarkan seseorang mendayung di permukaan air, mungkin dalam suasana senja atau kesunyian malam. Imaji emosional muncul kuat dari “ceruk luka” — frasa ini menggetarkan batin pembaca, menimbulkan bayangan tentang kedalaman perasaan yang tak tersentuh. Selain itu, “menggores tepi” juga menimbulkan imaji gerakan lembut namun menyakitkan, seperti seseorang yang mencoba menulis kenangan di tepi luka lama.

Majas

Beberapa majas (gaya bahasa) yang tampak dalam puisi ini antara lain:
  • Majas metafora: terlihat pada frasa “sampan-sampan mimpi” yang melambangkan perjalanan hidup atau batin seseorang, dan “ceruk luka” yang menggambarkan ruang terdalam dari penderitaan manusia.
  • Majas personifikasi: “menggores tepi” memberi kesan bahwa luka memiliki tepi yang bisa digores, seolah luka itu hidup dan memiliki bentuk fisik.
  • Majas simbolik: keseluruhan puisi dapat dibaca sebagai simbol dari perjalanan spiritual atau introspeksi diri yang melibatkan penderitaan dan penerimaan.
Puisi “Siak” karya Slamet Sukirnanto meskipun hanya terdiri dari tiga baris, memiliki kedalaman makna yang luar biasa. Ia menggambarkan perjalanan batin manusia yang menyelam ke dalam luka, bukan untuk menambah derita, tetapi untuk memahami arti dari penderitaan itu sendiri. Dengan pilihan kata yang sederhana namun simbolik, puisi ini mengajak pembaca merenung tentang bagaimana luka dan kesepian bisa menjadi bagian dari proses menemukan makna hidup.

Melalui kekuatan tema, imaji, dan majasnya, Slamet Sukirnanto membuktikan bahwa puisi tidak harus panjang untuk menjadi kuat — cukup tiga baris yang jujur, dan pembaca akan tenggelam dalam kedalaman maknanya.

Puisi Slamet Sukirnanto
Puisi: Siak
Karya: Slamet Sukirnanto

Biodata Slamet Sukirnanto:
  • Slamet Sukirnanto lahir pada tanggal 3 Maret 1941 di Solo.
  • Slamet Sukirnanto meninggal dunia pada tanggal 23 Agustus 2014 (pada umur 73 tahun).
  • Slamet Sukirnanto adalah salah satu Sastrawan Angkatan 66.
© Sepenuhnya. All rights reserved.