Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Sikap (Karya Syamsu Indra Usman)

Puisi “Sikap” karya Syamsu Indra Usman bercerita tentang manusia yang menyerah pada keadaan dan menyesuaikan diri dengan arus zaman demi bertahan ...
Sikap

Kita tinggalkan
semua peradaban dan
semua sikap
yang idealisme
mari kita berbuat
sebagai penjilat
dan sembunyikan semua
tingkah dan perilaku
di atas kesalahan
agar dapur kita selalu
tetap mengepul
kita ikuti aturan permainan
dari pada kita mendadak mati
lebih baik mati perlahan
agar kita selamat
di dalam perjalanan
mengikuti zaman.

Bogor, Jawa Barat, 1979

Analisis Puisi:

Puisi “Sikap” karya Syamsu Indra Usman merupakan sebuah karya yang menyentil realitas sosial dan moral manusia modern. Dalam bentuk yang sederhana namun sarat ironi, penyair menggambarkan fenomena kemunafikan dan kompromi moral yang sering terjadi di tengah masyarakat, terutama ketika seseorang dihadapkan pada dilema antara idealisme dan kebutuhan hidup. Puisi ini merupakan refleksi getir terhadap perubahan zaman yang membuat manusia kehilangan kejujuran dan integritasnya demi bertahan hidup.

Tema

Tema utama dalam puisi ini adalah kemerosotan moral dan kompromi terhadap idealisme. Syamsu Indra Usman mengangkat tema tentang sikap manusia yang rela meninggalkan prinsip demi kepentingan pribadi atau materi. Dalam masyarakat yang serba pragmatis, kejujuran dan idealisme sering kali dianggap tidak relevan, digantikan oleh mentalitas penjilat dan kepura-puraan.

Tema ini mencerminkan kritik sosial yang tajam terhadap moralitas yang tergerus oleh tekanan ekonomi dan budaya materialistis. Penyair ingin menunjukkan bagaimana manusia modern lebih memilih “selamat di dalam perjalanan mengikuti zaman” daripada mempertahankan nilai-nilai kebenaran.

Puisi ini bercerita tentang manusia yang menyerah pada keadaan dan menyesuaikan diri dengan arus zaman demi bertahan hidup.
  • Baris pembuka “Kita tinggalkan semua peradaban dan semua sikap yang idealisme” menandakan adanya keputusasaan terhadap nilai luhur yang dulu dijunjung tinggi.
  • Kemudian muncul pernyataan ironis: “mari kita berbuat sebagai penjilat”, yang menggambarkan ajakan sinis untuk ikut dalam budaya kepura-puraan demi keamanan ekonomi — “agar dapur kita selalu tetap mengepul.”
Penyair menyoroti kenyataan pahit bahwa demi bertahan, manusia rela menyembunyikan kesalahan dan menipu nurani sendiri. Bagian akhir puisi menutup dengan nada getir: “lebih baik mati perlahan agar kita selamat di dalam perjalanan mengikuti zaman.” Ini menggambarkan sikap pasif, menyerah, dan kompromistis terhadap kebusukan sistem sosial.

Makna Tersirat

Makna tersirat dalam puisi ini adalah kritik terhadap sikap hipokrit dan oportunistik manusia yang kehilangan keberanian moral. Syamsu Indra Usman ingin menunjukkan bahwa zaman modern sering memaksa orang untuk memilih antara kelaparan atau kehilangan integritas. Banyak orang akhirnya memilih jalan kedua — hidup dalam kepura-puraan, menjilat atasan, dan menutupi kesalahan — agar bisa bertahan secara ekonomi.

Namun di balik nada sarkastik itu, tersimpan pesan reflektif dan peringatan moral: jika manusia terus membenarkan kepura-puraan dengan alasan “demi hidup”, maka lambat laun ia akan “mati perlahan” — bukan secara fisik, tetapi secara moral dan spiritual.

Penyair ingin menggugah pembaca untuk menyadari bahwa “mengikuti zaman” bukan berarti harus kehilangan jati diri.

Suasana dalam Puisi

Suasana yang tercipta dalam puisi ini adalah sinis, getir, dan reflektif.
  • Nada penyair terdengar sarkastik — seolah mengajak pembaca “bersikap realistis”, namun sesungguhnya menelanjangi kebusukan moral yang disamarkan dengan dalih pragmatisme.
  • Kata-kata seperti “penjilat,” “sembunyikan semua tingkah dan perilaku,” serta “mati perlahan” menimbulkan suasana muram dan pesimis, menggambarkan dunia yang kehilangan idealisme dan keberanian untuk jujur.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Pesan moral yang ingin disampaikan penyair adalah pentingnya mempertahankan integritas dan keberanian moral di tengah tekanan zaman. Meskipun keadaan ekonomi dan sosial bisa memaksa seseorang berkompromi, penyair mengingatkan bahwa hidup tanpa kejujuran adalah kematian perlahan.

Syamsu Indra Usman menyindir masyarakat agar tidak membenarkan kemunafikan demi kepentingan pribadi. Ia mengajak pembaca untuk merenung — apakah “selamat mengikuti zaman” benar-benar berarti hidup, atau justru tanda bahwa kita telah mati secara batin?

Imaji

Puisi ini menampilkan imaji sosial dan moral yang kuat meskipun dengan diksi sederhana. Contohnya:
  • “agar dapur kita selalu tetap mengepul” — menghadirkan imaji konkret tentang perjuangan hidup sehari-hari, simbol dari kebutuhan ekonomi.
  • “lebih baik mati perlahan agar kita selamat di dalam perjalanan mengikuti zaman” — menciptakan imaji batin tentang penderitaan eksistensial manusia yang terjebak antara hidup fisik dan mati nurani.
Imaji-imaji ini memperkuat kesan realistik dan sarkastik yang menjadi ciri khas kritik sosial dalam puisi.

Majas

Syamsu Indra Usman menggunakan beberapa majas sindiran (ironi dan sarkasme) untuk menyampaikan kritiknya dengan gaya tajam:
  • Ironi: pada baris “mari kita berbuat sebagai penjilat”, penyair seolah-olah mengajak pembaca melakukan hal yang tercela, padahal maksudnya justru mengecam sikap itu.
  • Sarkasme: tampak dalam nada ejekan terhadap perilaku manusia modern yang menutupi kesalahan dan berkompromi demi keamanan diri.
  • Metafora: “mati perlahan” digunakan sebagai metafora dari hilangnya idealisme dan kemanusiaan.
  • Personifikasi: pada kalimat “mengikuti zaman”, “zaman” seolah menjadi entitas yang harus diikuti — menggambarkan tekanan sosial yang kuat.
Majas-majas ini membuat puisi terasa hidup dan menggigit tanpa kehilangan nilai estetika bahasanya.

Puisi “Sikap” karya Syamsu Indra Usman adalah potret tajam tentang krisis moral manusia modern. Dengan bahasa lugas dan penuh ironi, penyair menyoroti bagaimana manusia sering kali meninggalkan idealisme demi kenyamanan hidup. Dalam dunia yang diatur oleh kepentingan dan materi, kejujuran dan keberanian menjadi barang langka. Karya ini menjadi refleksi sosial dan moral tentang pentingnya menjaga nurani di tengah arus zaman yang serba pragmatis.

Puisi
Puisi: Sikap
Karya: Syamsu Indra Usman

Biodata Syamsu Indra Usman:
  • Syamsu Indra Usman lahir pada tanggal 12 Oktober 1956 di Lahat, Sumatera Selatan.
© Sepenuhnya. All rights reserved.