Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Sudah Oktober Pak (Karya Afny Dwi Sahira)

Puisi “Sudah Oktober Pak” karya Afny Dwi Sahira bercerita tentang perasaan rindu seorang anak terhadap kedua orang tuanya, yang kini mungkin tidak ...

Sudah Oktober Pak

Senja merayap pelan di ufuk barat
Azan berkumandang, menggema syahdu
Namun kali ini, aku tak di rumah
Tak ada suara Bapak yang menyalakan siaran TVRI khas iklan sirup pohon pinang
Tak ada Mamak yang sibuk di dapur
Hanya layar kecil jadi penghubung rindu
Dahulu, setiap petang menanti pulangnya Bapak
Membawa seplastik kue, oleh-oleh berbuka
Mamak di dapur, tangannya cekatan
Gorengan hangat, kolak manis, aku yang berlari membeli batu es di rumah tetangga
Tak mewah, tetapi penuh cinta
Kini semua itu hanya kenangan, tersimpan rapi dalam ingatan.

Padang, 2025

Analisis Puisi:

Puisi “Sudah Oktober Pak” karya Afny Dwi Sahira adalah karya yang penuh dengan nostalgia, kerinduan, dan kehangatan keluarga. Dengan bahasa yang sederhana namun penuh emosi, penyair menghadirkan suasana senja dan aktivitas keluarga sehari-hari sebagai medium untuk mengekspresikan rindu terhadap orang tua dan masa lalu yang hangat.

Tema

Tema utama puisi ini adalah kenangan keluarga dan kerinduan terhadap kehangatan masa lalu. Afny Dwi Sahira menyoroti interaksi sederhana dalam keluarga—kegiatan petang yang rutin, pulangnya bapak membawa oleh-oleh, kesibukan ibu di dapur—sebagai simbol kehangatan rumah yang kini hanya tersisa dalam ingatan.

Tema ini mengajak pembaca merenungkan pentingnya momen-momen kecil dalam kehidupan keluarga, yang kadang terlupakan, tetapi menjadi fondasi kasih sayang dan rindu ketika sudah tiada di sisi kita.

Puisi ini bercerita tentang perasaan rindu seorang anak terhadap kedua orang tuanya, yang kini mungkin tidak lagi bersama atau tidak berada di rumah. Penyair membandingkan keadaan masa lalu dan masa kini: dulu setiap senja ada Bapak yang pulang membawa kue dan Mamak yang sibuk di dapur, kini hanya layar kecil yang menjadi penghubung rasa rindu.

Setiap detail—sirup pohon pinang, gorengan hangat, kolak manis, bahkan batu es yang dibeli—menghidupkan ritual keluarga yang sederhana tetapi sarat kasih sayang. Dengan cara ini, puisi bercerita tentang kehidupan keluarga yang hilang, tetapi tetap hidup melalui ingatan dan perasaan.

Makna Tersirat

Makna tersirat puisi ini meliputi:
  • Waktu yang terus berjalan: Oktober menjadi simbol perubahan musim, kehidupan, dan jarak antara masa kini dan masa lalu.
  • Rindu dan kehilangan: Kehadiran orang tua kini hanya bisa dirasakan melalui ingatan, layar, atau kenangan, menekankan nilai kebersamaan yang telah berlalu.
  • Kesederhanaan dan cinta: Hal-hal kecil seperti kue, gorengan, dan kolak menandakan bahwa cinta keluarga tidak tergantung pada kemewahan, tetapi pada perhatian dan kebersamaan sehari-hari.
Secara tersirat, puisi ini mengingatkan pembaca bahwa momen-momen kecil dengan keluarga memiliki nilai emosional yang abadi, meski waktu dan jarak memisahkan.

Suasana dalam Puisi

Suasana puisi ini terasa hangat, syahdu, dan melankolis.
  • Hangat, karena menyajikan gambaran aktivitas keluarga yang penuh cinta dan perhatian.
  • Syahdu, karena penggambaran azan berkumandang dan senja yang merayap pelan menghadirkan suasana religius dan damai.
  • Melankolis, karena perbedaan antara masa lalu dan masa kini menimbulkan perasaan rindu dan kehilangan.
Kombinasi ini menciptakan atmosfer intim dan reflektif, di mana pembaca diajak ikut merasakan kehangatan keluarga sekaligus kesedihan akibat jarak atau waktu yang memisahkan.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Puisi ini menyampaikan beberapa pesan penting:
  • Hargai momen sederhana bersama keluarga, karena hal-hal kecil seperti gorengan hangat atau kue oleh-oleh menyimpan cinta yang besar.
  • Kenangan keluarga tetap hidup dalam ingatan, bahkan ketika jarak atau waktu memisahkan kita dari orang-orang tercinta.
  • Rindu bukan hanya kesedihan, tetapi juga bentuk penghargaan dan cinta terhadap kebersamaan yang pernah ada.
Puisi ini mengajarkan pembaca untuk lebih menghargai waktu bersama keluarga dan meresapi setiap momen yang ada.

Imaji

Afny Dwi Sahira menggunakan imaji yang sederhana namun kuat, menghadirkan suasana rumah dan senja dengan sangat hidup:
  • “Senja merayap pelan di ufuk barat” → imaji visual yang menekankan suasana waktu sore yang tenang.
  • “Azan berkumandang, menggema syahdu” → imaji auditif yang memberikan nuansa religius dan damai.
  • “Bapak yang menyalakan siaran TVRI khas iklan sirup pohon pinang” → imaji nostalgia yang membangkitkan memori masa kecil.
  • “Gorengan hangat, kolak manis, aku yang berlari membeli batu es” → imaji sensorik yang menghadirkan rasa dan gerak, membuat pengalaman masa lalu terasa nyata.
Imaji ini efektif dalam membangkitkan nostalgia dan perasaan rindu pembaca terhadap rumah dan keluarga.

Majas

Beberapa majas yang digunakan dalam puisi ini antara lain:
  • Personifikasi – “Senja merayap pelan di ufuk barat” memberikan senja sifat manusia, menciptakan suasana yang hidup.
  • Simbolisme – “TVRI” dan “sirup pohon pinang” menjadi simbol nostalgia dan kehangatan keluarga.
  • Hiperbola ringan – “Layar kecil jadi penghubung rindu” memperkuat perasaan rindu terhadap orang tua.
  • Alusi / Referensi budaya – Menyebut TVRI dan sirup pohon pinang menghubungkan puisi dengan pengalaman kolektif masyarakat Indonesia, menambah dimensi nostalgia.
Majas-majas ini memperkuat emosi, suasana, dan pesan yang ingin disampaikan, sehingga puisi terasa hidup dan menyentuh pembaca.

Puisi “Sudah Oktober Pak” karya Afny Dwi Sahira adalah karya yang memadukan nostalgia, kerinduan, dan kehangatan keluarga melalui bahasa sederhana namun kaya makna. Melalui detail sehari-hari—senja, azan, kue, gorengan, dan layar kecil—penyair menghadirkan pengalaman emosional yang universal, di mana pembaca bisa merasakan rindu, kehilangan, dan keindahan masa lalu.

Puisi ini mengingatkan kita bahwa kehidupan keluarga, sekecil apapun, meninggalkan kenangan yang abadi, dan rindu adalah bentuk penghargaan terhadap cinta yang pernah hadir.

Afny Dwi Sahira
Puisi: Sudah Oktober Pak
Karya: Afny Dwi Sahira

Biodata Afny Dwi Sahira:
  • Afny Dwi Sahira, lahir pada tanggal 25 Maret 2006 di Ponorogo, saat ini aktif sebagai mahasiswi, jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, di Universitas Andalas. Afny rutin menulis dan sangat mencintai dunia seni, hal itu dapat dilihat dari keterlibatannya dalam Labor Penulisan Kreatif Universitas Andalas. Penulis bisa disapa di Instagram @afnydwishra_
© Sepenuhnya. All rights reserved.