Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Sumpah yang Tak Pernah Usai (Karya Aprianus Gregorian Bahtera)

Puisi “Sumpah yang Tak Pernah Usai” karya Aprianus Gregorian Bahtera bercerita tentang upacara tahunan peringatan Sumpah Pemuda dan bagaimana ...

Sumpah yang Tak Pernah Usai


Tak pernah berhenti
Setiap tahun peringatan
untuk kata hari sumpah
pemuda selalu dilakukan

aku melihat anak muda berdiri di lapangan,
membaca sumpah yang sama,
sumpah yang berarti
salam perjalanan kemerdekaan Indonesia
dengan suara yang baru
namun, pesannya tak pernah pudar

Mereka menuturkan seperti doa
yang diwariskan turun-temurun,
kadang dengan dada membuncah,
kadang sambil memeriksa ponsel di saku.

Aku tersenyum kecil—
mungkin beginilah cinta tanah air bekerja:
diam-diam,
dalam jeda antara kata dan kesadaran.

Sumpah itu tak hanya dituturkan,
tapi diulang di kepala,
setiap kali jalanan macet,
setiap kali harga naik,
setiap kali kita ingin menyerah, tapi tetap mencoba.

Di dada bangsa ini,
ada ruang kecil bernama harapan,
tempat para pemuda menulis ulang sejarah,
tanpa tinta, tanpa naskah,
hanya dengan keberanian untuk bertahan
hanya dengan keberanian untuk terus maju

Sumpah itu, kini bukan lagi tiga kalimat,
melainkan satu napas panjang:
“Indonesia belum selesai,
dan aku masih di sini.”

Kupang, Selasa 28 Oktober 2025

Analisis Puisi:

Puisi “Sumpah yang Tak Pernah Usai” karya Aprianus Gregorian Bahtera adalah refleksi mendalam tentang semangat kebangsaan dan keberlanjutan perjuangan generasi muda Indonesia. Melalui narasi yang sederhana namun penuh makna, penyair menekankan bahwa sumpah pemuda bukan hanya ritual tahunan, tetapi warisan nilai yang terus hidup dalam tindakan sehari-hari.

Tema

Tema utama puisi ini adalah semangat kebangsaan, kesinambungan perjuangan, dan harapan generasi muda. Penyair menekankan bahwa sumpah pemuda bukan sekadar teks sejarah, melainkan napas yang menghidupkan keberanian, ketekunan, dan tanggung jawab terhadap tanah air. Tema ini juga menyinggung bagaimana cinta tanah air beroperasi secara diam-diam, dalam keseharian, namun tetap kuat.

Puisi ini bercerita tentang upacara tahunan peringatan Sumpah Pemuda dan bagaimana maknanya terus hidup dalam generasi muda. Penyair menggambarkan anak-anak muda yang berdiri di lapangan, membaca sumpah yang sama setiap tahun. Walau bentuknya tetap, “pesannya tak pernah pudar.”

Selain itu, puisi juga menceritakan bagaimana nilai-nilai sumpah itu masuk ke dalam kehidupan sehari-hari: “setiap kali jalanan macet, setiap kali harga naik, setiap kali kita ingin menyerah, tapi tetap mencoba.” Dengan demikian, sumpah bukan sekadar kata-kata, tetapi menjadi bagian dari kesadaran kolektif dan keberanian bertindak.

Makna Tersirat

Makna tersirat puisi ini adalah bahwa semangat perjuangan dan cinta tanah air bersifat abadi, tidak terikat waktu, dan diwariskan dari generasi ke generasi. Sumpah pemuda bukan hanya ritual simbolik; ia merupakan energi yang menumbuhkan keberanian untuk terus bertahan, melawan keputusasaan, dan menulis ulang sejarah dalam kehidupan sehari-hari.

Selain itu, puisi ini juga mengandung pesan bahwa perjuangan kebangsaan adalah proses kontinu. Walau Indonesia menghadapi tantangan sehari-hari — seperti kemacetan atau kenaikan harga — nilai-nilai sumpah tetap hadir sebagai pengingat akan tekad kolektif bangsa.

Suasana dalam Puisi

Suasana puisi ini mengandung rasa hangat, reflektif, dan optimistis. Ada rasa kebanggaan ketika anak muda membaca sumpah, tetapi juga ada ketenangan dan kesadaran halus ketika penyair mengamati interaksi generasi baru dengan ritual tersebut.

Di sisi lain, suasana juga terasa intim dan personal melalui pengamatan penyair: “Aku tersenyum kecil—mungkin beginilah cinta tanah air bekerja: diam-diam, dalam jeda antara kata dan kesadaran.” Hal ini memberikan nuansa harapan yang lembut namun konsisten.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Amanat puisi ini adalah pentingnya melanjutkan semangat kebangsaan dalam kehidupan sehari-hari. Sumpah pemuda bukan hanya untuk dikenang, tetapi untuk dijalankan melalui tindakan nyata: keberanian, ketekunan, dan kesetiaan pada cita-cita bangsa.

Penyair juga menyampaikan bahwa cinta tanah air bekerja secara diam-diam namun konsisten, melalui keberanian untuk bertahan dan terus maju, meski tantangan dan kesulitan selalu hadir.

Imaji

Puisi ini menggunakan imaji visual dan emosional untuk menghidupkan suasana:
  • “Anak muda berdiri di lapangan, membaca sumpah yang sama” — imaji visual yang jelas mengenai upacara dan tradisi.
  • “Kadang dengan dada membuncah, kadang sambil memeriksa ponsel di saku” — imaji modern yang menunjukkan adaptasi generasi baru terhadap tradisi.
  • “Di dada bangsa ini, ada ruang kecil bernama harapan” — imaji simbolis yang menekankan kekuatan batin kolektif dan optimisme.
Imaji-imaji ini membuat pembaca merasakan perpaduan antara ritual formal dan realitas sehari-hari yang membumi.

Majas

Beberapa majas yang menonjol dalam puisi ini antara lain:
  • Metafora – “Di dada bangsa ini, ada ruang kecil bernama harapan” menggambarkan hati bangsa sebagai wadah nilai dan optimisme.
  • Personifikasi – “Sumpah itu kini bukan lagi tiga kalimat, melainkan satu napas panjang” memberi sumpah sifat hidup dan berkelanjutan.
  • Apostrof (penyapaan) – Penyair berbicara seolah langsung kepada pembaca dan bangsa, menambah kedekatan emosional.
Puisi “Sumpah yang Tak Pernah Usai” karya Aprianus Gregorian Bahtera adalah perayaan keberlanjutan semangat kebangsaan dan cinta tanah air melalui generasi muda. Dengan tema tentang perjuangan, harapan, dan kesadaran kolektif, puisi ini menegaskan bahwa nilai-nilai Sumpah Pemuda tetap hidup dalam tindakan sehari-hari, bukan hanya dalam ritual simbolik.

Melalui suasana reflektif dan hangat, imaji visual dan simbolis, serta majas yang memperkuat pesan, puisi ini mengajarkan bahwa cinta tanah air adalah napas panjang yang terus berlanjut — Indonesia belum selesai, dan generasi muda masih di sini untuk menjaga dan melanjutkannya.

Aprianus Gregorian Bahtera
Puisi: Sumpah yang Tak Pernah Usai
Karya: Aprianus Gregorian Bahtera

Biodata Aprianus Gregorian Bahtera:
  • Aprianus Gregorian Bahtera saat ini aktif sebagai mahasiswa, Fakultas Filsafat, di UNWIRA, Kupang.
© Sepenuhnya. All rights reserved.