Tak Sendiri
Sekali terbungkam
serpih serpih kebenaran
akan kemana diredampendam
sekali terampas
derum aum bebas
lenyap sirap ke dasar ruang
sekali terbelintang
angkara murka ke dada terhunjam
sekali memilih jalan mati
tinggal sukma ini
terbujur tak sendiri
di landasan
Sumber: Horison (Januari, 1990)
Analisis Puisi:
Puisi "Tak Sendiri" karya Isma Sawitri menggambarkan perjalanan kehidupan manusia dengan penggunaan bahasa yang puitis dan simbolis. Puisi ini menyentuh tema-tema kebenaran, kebebasan, dan takdir dengan gaya yang mengundang pembaca untuk merenung tentang eksistensi dan perjalanan hidup.
Terbungkam dan Terampas: Puisi dimulai dengan kata-kata "sekali terbungkam," yang mungkin mencerminkan momen-momen dalam kehidupan yang membuat seseorang terdiam, terkejut, atau merenung. Serpihan kebenaran yang disebutkan dapat diartikan sebagai pengungkapan fakta atau kebenaran yang selama ini tersembunyi atau diabaikan. Kemudian, kata-kata "sekali terampas" menyoroti momen penuh energi dan kebebasan, di mana seseorang dapat merasakan derum aum bebas.
Lenyapnya Sirap ke Dasar Ruang: Gambaran "lenyap sirap ke dasar ruang" memberikan kesan bahwa setelah momen terampas, ada keheningan dan ketenangan yang dalam. Sirap yang lenyap bisa diartikan sebagai lambang dari beban emosional atau masalah yang terkubur dalam diri, dan keheningan tersebut mungkin merupakan proses penyembuhan atau kesadaran yang mendalam.
Terbelintang dan Angkara Murka: Puisi kemudian menggambarkan "sekali terbelintang" dan "angkara murka ke dada terhunjam." Ini menciptakan gambaran ketidakpastian dan konflik dalam hidup. Angkara murka bisa diartikan sebagai takdir atau keadaan yang mungkin tidak bisa dihindari, dan terbelintang mungkin mencerminkan keputusan atau tindakan yang mengubah arah hidup.
Memilih Jalan Mati: Baris "sekali memilih jalan mati" menyiratkan keputusan hidup yang mungkin sangat berat dan tidak dapat dikembalikan. Pemilihan "jalan mati" bisa diartikan sebagai memilih jalan yang penuh tantangan atau bahkan mengorbankan diri sendiri untuk suatu tujuan atau prinsip tertentu.
Sukma yang Terbujur Tak Sendiri: Puisi ini berakhir dengan gambaran "terbujur tak sendiri di landasan." Ini mungkin merujuk pada akhir hidup seseorang atau akhir dari suatu perjalanan. Meskipun mungkin ada kesendirian dalam kondisi tersebut, "tak sendiri" bisa juga diartikan sebagai penggabungan dengan keberadaan yang lebih besar atau pemahaman bersama tentang takdir dan kehidupan.
Secara keseluruhan puisi, Isma Sawitri menggunakan bahasa yang kaya simbol dan metafora untuk menyampaikan pesan yang mendalam tentang eksistensi manusia. Puisi ini mengundang pembaca untuk merenung tentang pilihan, takdir, dan perjalanan hidup yang penuh dengan kompleksitas dan misteri. Dengan gaya yang puitis, "Tak Sendiri" memberikan ruang bagi interpretasi yang beragam dan menggugah rasa keingintahuan terhadap makna hidup.
Karya: Isma Sawitri
Biodata Isma Sawitri:
- Isma Sawitri lahir pada tanggal 21 November 1940 di Langsa, Aceh.
