Taman Martha Tiahahu:
Malam Hari
Taman Martha Tiahahu begitu sunyi
Tegak antara empat simpang jalan
Begitu tenang menanti pagi
Hingga fajar hidup kembali
Suara lonceng di pukul sebelas kali
Kabur ditelan bunyi air terjun
Yang mengendap di dasar kolam:
"Moga kejahatan hilang dalam malam,
Moga ketenangan hadir memberkahi
Warga kota yang berjuang dengan segenap hati."
Sumber: Cemerlang (1/24, 1976)
Analisis Puisi:
Puisi “Taman Martha Tiahahu, Malam Hari” karya Firdaus Alam Hudy merupakan karya reflektif yang memadukan ketenangan malam kota dengan renungan moral dan spiritual. Melalui penggambaran suasana taman yang sunyi di tengah hiruk-pikuk perkotaan, penyair menyampaikan pesan tentang kedamaian, harapan, dan doa bagi manusia yang berjuang di tengah kerasnya kehidupan kota.
Tema
Tema utama dalam puisi ini adalah ketenangan dan harapan di tengah hiruk-pikuk kehidupan kota. Penyair memotret suasana malam di Taman Martha Tiahahu, sebuah ruang publik di Jakarta yang menjadi saksi diam kehidupan perkotaan. Dalam kesunyian malam, taman itu seolah menjadi tempat perenungan, tempat segala kebisingan dunia mereda dan manusia bisa berharap akan datangnya kedamaian.
Puisi ini bercerita tentang suasana malam di Taman Martha Tiahahu yang hening dan penuh ketenangan, di mana penyair merenungkan kehidupan kota. Taman yang tegak di antara empat simpang jalan menggambarkan persimpangan kehidupan urban — tempat lalu lalang manusia, kendaraan, dan cerita. Pada malam hari, semua menjadi diam, dan hanya bunyi lonceng serta gemericik air kolam yang terdengar. Di momen itulah muncul doa dan harapan agar segala kejahatan hilang dan ketenangan datang memberkahi warga kota yang berjuang.
Makna tersirat
Makna tersirat dalam puisi ini adalah kerinduan akan kedamaian batin di tengah kehidupan modern yang bising dan penuh perjuangan. Taman di sini tidak sekadar ruang fisik, melainkan simbol dari keheningan batin — tempat manusia bisa beristirahat dari kerasnya dunia luar. Doa yang diucapkan pada akhir puisi mencerminkan nilai spiritual dan moral: bahwa manusia membutuhkan bukan hanya kemajuan dan perjuangan, tetapi juga ketenangan dan keberkahan hidup.
Selain itu, puisi ini juga bisa dimaknai sebagai refleksi sosial, di mana penyair berharap agar kota besar seperti Jakarta tidak kehilangan sisi kemanusiaannya di tengah modernitas dan ambisi.
Suasana dalam puisi
Suasana dalam puisi ini tenang, reflektif, dan sedikit religius. Kesunyian malam, suara lonceng, dan bunyi air kolam menciptakan suasana kontemplatif — seolah penyair sedang berdialog dengan dirinya sendiri atau dengan alam. Ada rasa damai yang mengalir perlahan, berpadu dengan harapan yang lembut agar malam membawa berkat bagi warga kota.
Imaji
Puisi ini kaya akan imaji auditif dan visual. Imaji visual muncul dalam deskripsi “Tegak antara empat simpang jalan” dan “bunyi air terjun yang mengendap di dasar kolam”, yang menggambarkan situasi nyata taman kota pada malam hari. Sementara itu, imaji auditif tampak kuat pada “suara lonceng di pukul sebelas kali”, menghadirkan bunyi khas malam yang menjadi penanda waktu dan keheningan. Gabungan kedua jenis imaji ini menciptakan pengalaman puitik yang hidup — pembaca seakan berada di taman itu, menyaksikan dan mendengarkan keheningan yang berisi.
Majas
Beberapa majas yang dapat ditemukan antara lain:
- Personifikasi, pada baris “Taman Martha Tiahahu begitu sunyi / Tegak antara empat simpang jalan”, taman seolah digambarkan sebagai sosok yang teguh berdiri dan “menanti pagi” layaknya manusia yang memiliki kesabaran.
- Metafora, pada ungkapan “Moga kejahatan hilang dalam malam” yang memetaforakan malam sebagai ruang pembersihan, tempat segala keburukan luluh bersama gelap.
- Hiperbola ringan, pada “Hingga fajar hidup kembali”, yang menggambarkan terbitnya pagi seolah menjadi kebangkitan kehidupan baru setelah malam yang tenang.
Amanat / Pesan yang disampaikan
Pesan yang ingin disampaikan penyair adalah bahwa ketenangan dan kebaikan harus selalu diusahakan di tengah kesibukan hidup. Walaupun kota dipenuhi perjuangan dan kerasnya realitas, manusia tetap membutuhkan ruang sunyi untuk berdoa, merenung, dan berharap. Ada pula amanat moral agar manusia senantiasa berbuat baik, karena dalam keheningan malam, doa tentang hilangnya kejahatan dan hadirnya berkah menjadi simbol harapan bagi kehidupan yang lebih damai dan manusiawi.
Puisi “Taman Martha Tiahahu, Malam Hari” adalah puisi kontemplatif yang menyatukan keindahan kota, nilai spiritual, dan renungan batin. Firdaus Alam Hudy dengan lembut menuntun pembaca untuk menemukan makna di balik kesunyian — bahwa bahkan di tengah beton dan lampu kota, masih ada ruang bagi doa, ketenangan, dan harapan bagi manusia yang berjuang dengan segenap hati.
Karya: Firdaus Alam Hudy