Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Taming Sari (Karya Muhammad Lutfi)

Puisi “Taming Sari” karya Muhammad Lutfi bercerita tentang sosok pemimpin ideal yang digambarkan melalui simbol Taming Sari, keris keramat yang ...
Taming Sari

Orang sakti
Senjata sakti
Hebat kuat dalam sejarah menjadi bukti
Bukti kekuasaan dan kedudukan berbakti
Pegangan orang terhormat dan berbudi
Agar jadi pimpinan baik hati.

Solo, 28 September 2018

Analisis Puisi:

Puisi “Taming Sari” karya Muhammad Lutfi adalah karya singkat namun sarat makna yang memadukan unsur sejarah, moralitas, dan simbol kepemimpinan. Meskipun terdiri dari sedikit baris, setiap lariknya mengandung pesan mendalam tentang kekuasaan, kebajikan, dan tanggung jawab moral seorang pemimpin.

Tema

Tema utama puisi ini adalah kekuatan dan kebajikan dalam kepemimpinan. Penyair mengangkat simbol Taming Sari, yaitu keris legendaris milik Hang Tuah, pahlawan terkenal dalam sejarah Melayu. Melalui simbol itu, Muhammad Lutfi menegaskan bahwa kekuasaan dan kehebatan sejati tidak hanya ditentukan oleh senjata atau kemampuan fisik, tetapi juga oleh budi pekerti dan kebijaksanaan.

Tema ini menggambarkan keseimbangan antara kekuatan lahir dan moral, bahwa menjadi “orang sakti” bukan hanya soal memiliki kekuatan, tetapi juga tentang bagaimana kekuatan itu digunakan dengan hati yang baik dan untuk kebaikan banyak orang.

Puisi ini bercerita tentang sosok pemimpin ideal yang digambarkan melalui simbol Taming Sari, keris keramat yang dalam legenda menjadi lambang keberanian, kesetiaan, dan keperwiraan. Penyair menyinggung bagaimana “orang sakti” dan “senjata sakti” menjadi bukti kekuasaan dalam sejarah. Namun, dalam pandangan moral yang lebih dalam, kekuasaan sejati adalah ketika seseorang menggunakan kekuatannya dengan kebijaksanaan dan berbakti kepada rakyat.

Puisi ini seolah mengingatkan pembaca bahwa kekuatan tanpa kebajikan bisa berujung pada kesewenang-wenangan. Sebaliknya, ketika kekuasaan disertai dengan “budi” dan niat yang baik, maka seorang pemimpin akan dihormati dan dikenang sebagai sosok berbudi luhur.

Makna Tersirat

Makna tersirat dalam puisi “Taming Sari” adalah bahwa kekuasaan sejati tidak diukur dari kekuatan fisik atau senjata, melainkan dari kebijaksanaan dan kebaikan hati seorang pemimpin.
Penyair menggunakan Taming Sari sebagai lambang kekuasaan dan kemuliaan, namun juga mengingatkan bahwa simbol itu tak berarti apa-apa tanpa jiwa yang berbudi dan berbakti kepada sesama.

Dalam konteks yang lebih luas, puisi ini menyampaikan pesan moral tentang tanggung jawab sosial dan etika kekuasaan. Seorang yang memiliki kekuatan besar seharusnya juga memiliki kepribadian yang luhur, karena hanya dengan keseimbangan antara kekuatan dan kebajikanlah dunia bisa tertib dan damai.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini terasa heroik sekaligus reflektif. Kata-kata seperti “orang sakti”, “senjata sakti”, dan “hebat kuat dalam sejarah” membangkitkan nuansa kebanggaan terhadap masa lalu yang penuh kejayaan.

Namun di balik itu, terdapat juga suasana renungan moral, ketika penyair menegaskan bahwa kehebatan harus disertai dengan “budi” dan “baik hati”.

Kombinasi ini menciptakan suasana yang tidak hanya mengagungkan sejarah, tetapi juga mengajak pembaca untuk merenungkan nilai-nilai moral di dalamnya.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Pesan yang disampaikan dalam puisi “Taming Sari” adalah setiap kekuasaan harus dijalankan dengan tanggung jawab moral dan kebajikan.

Penyair ingin menegaskan bahwa menjadi “orang terhormat” dan “pimpinan baik hati” tidak cukup hanya dengan memiliki kekuatan, kedudukan, atau senjata ampuh, tetapi juga dengan memiliki budi pekerti dan niat tulus untuk berbakti kepada sesama.

Puisi ini juga memberi amanat agar manusia tidak terlalu terpesona dengan simbol kekuatan luar (seperti senjata atau jabatan), sebab kekuatan yang sejati bersumber dari batin yang jernih, hati yang lembut, dan niat yang lurus.

Imaji

Walaupun singkat, puisi ini mengandung imaji historis dan simbolik yang kuat. Beberapa imaji yang muncul di antaranya:
  • “Orang sakti / Senjata sakti” — menghadirkan bayangan seorang pendekar gagah dengan keris pusaka di tangannya, simbol kekuatan dan kewibawaan.
  • “Pegangan orang terhormat dan berbudi” — menciptakan imaji moral, bahwa Taming Sari bukan sekadar senjata, melainkan pegangan hidup bagi orang yang menjunjung tinggi kehormatan.
  • “Agar jadi pimpinan baik hati” — memunculkan imaji seorang pemimpin yang berwibawa, namun lembut dan penuh kasih terhadap rakyatnya.
Imaji dalam puisi ini sederhana, tetapi efektif dalam menyampaikan gagasan bahwa kekuatan dan moralitas harus berjalan seiring.

Majas

Puisi “Taming Sari” menggunakan beberapa majas perbandingan dan simbolik untuk memperkuat pesan moralnya. Beberapa di antaranya:
  • Simbolisme: “Taming Sari” bukan hanya nama senjata, tetapi simbol kekuatan, kehormatan, dan tanggung jawab moral seorang pemimpin.
  • Repetisi: Pengulangan kata “sakti” mempertegas makna kekuatan, tetapi juga menjadi penekanan bahwa kesaktian bukan segalanya tanpa nilai budi.
  • Metafora: “Pegangan orang terhormat dan berbudi” adalah metafora untuk prinsip hidup yang berlandaskan nilai moral dan kebijaksanaan.
Puisi “Taming Sari” karya Muhammad Lutfi adalah karya pendek namun bermakna dalam. Melalui simbol keris legendaris, penyair mengajak pembaca merenungkan hakikat kekuatan, kehormatan, dan kebajikan. Ia menegaskan bahwa sejarah mencatat para “orang sakti” bukan hanya karena senjata mereka, tetapi karena budi pekerti dan kearifan hati yang mereka miliki.

Puisi ini menjadi pengingat bahwa dalam setiap bentuk kekuasaan—baik besar maupun kecil—manusia harus senantiasa menjaga keseimbangan antara kekuatan dan kebajikan, antara kehormatan dan kerendahan hati. Karena pada akhirnya, kekuatan yang disertai budi adalah warisan yang abadi.
Muhammad Lutfi
Puisi: Taming Sari
Karya: Muhammad Lutfi

Biodata Muhammad Lutfi:
  • Muhammad Lutfi lahir pada tanggal 15 Oktober 1997 di Pati
© Sepenuhnya. All rights reserved.