Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Terima Kasih kepada Pagi (Karya Subagio Sastrowardoyo)

Puisi "Terima Kasih kepada Pagi" karya Subagio Sastrowardoyo menghadirkan perjalanan batin manusia dari kegelapan mimpi menuju cahaya kehidupan nyata.
Terima Kasih kepada Pagi

terima kasih kepada pagi
yang membawa nyawaku
pulang dari kembara

di laut mimpi gelombang begitu tinggi
dan bulan yang berlayar tenggelam di kelam badai

terenggut dari pantai
aku berteriak minta matahari

pagi
terima kasih

jejak kaki
masih tertinggal
di pasir sepi

Sumber: Dan Kematian Makin Akrab (1995)

Analisis Puisi:

Puisi "Terima Kasih kepada Pagi" karya Subagio Sastrowardoyo adalah salah satu karya yang memperlihatkan kepekaan penyair dalam memaknai kehidupan sehari-hari, terutama peralihan antara mimpi dan realitas. Dengan bahasa yang padat dan penuh simbol, puisi ini menyajikan suasana transisi dari gelap menuju terang, dari kebingungan menuju kejelasan.

Tema

Tema utama dalam puisi ini adalah kesadaran hidup setelah melalui kegelapan mimpi. Pagi hadir sebagai simbol kebangkitan, harapan, dan penyelamatan dari gelombang mimpi yang penuh badai. Subagio menekankan bagaimana pagi tidak hanya sebatas pergantian waktu, melainkan juga momen spiritual yang membawa seseorang kembali pada kehidupan nyata.

Puisi ini bercerita tentang seorang penyair yang merasa terselamatkan oleh datangnya pagi setelah mengalami perjalanan dalam mimpi yang gelap dan penuh badai. Dalam mimpinya, ia merasa terombang-ambing di lautan, menghadapi gelombang tinggi, bulan yang hilang ditelan badai, dan dirinya yang nyaris terhempas tanpa arah. Namun, kehadiran pagi menjadi titik balik: penyelamat, pengingat bahwa ia kembali pada kehidupan nyata.

Makna tersirat

Makna tersirat dari puisi ini adalah bahwa pagi melambangkan kehidupan baru, harapan, dan kesempatan kedua setelah kegelapan. Gelombang mimpi yang tinggi, bulan tenggelam, serta pasir sepi dapat ditafsirkan sebagai simbol kesepian, ketidakpastian, atau bahkan penderitaan batin yang dialami manusia. Namun, matahari dan pagi memberikan cahaya pencerahan, semacam pengingat bahwa kehidupan masih terus berjalan dan selalu ada ruang untuk memulai kembali.

Suasana dalam puisi

Suasana dalam puisi ini diawali dengan tekanan dan kegelisahan saat penyair berada di “laut mimpi gelombang begitu tinggi” dan “bulan tenggelam di kelam badai.” Namun, suasana itu berubah menjadi lega dan penuh rasa syukur ketika pagi datang. Dari rasa terombang-ambing, penyair akhirnya menemukan ketenangan dalam hadirnya matahari yang membawa nyawanya “pulang dari kembara.”

Amanat / pesan yang disampaikan

Amanat yang dapat ditarik dari puisi ini adalah bahwa setelah melalui kegelapan, penderitaan, atau kebimbangan, manusia harus tetap mensyukuri datangnya cahaya kehidupan baru. Pagi mengajarkan bahwa selalu ada kesempatan untuk memulai kembali, dan rasa syukur menjadi kunci agar manusia tetap teguh menghadapi kehidupan.

Imaji

Subagio menggunakan banyak imaji visual dan imaji alam dalam puisi ini. Misalnya:
  • “di laut mimpi gelombang begitu tinggi” → menghadirkan imaji visual tentang lautan yang ganas.
  • “bulan yang berlayar tenggelam di kelam badai” → melukiskan gambaran dramatis tentang bulan yang hilang ditelan badai.
  • “jejak kaki masih tertinggal di pasir sepi” → membangun imaji kesepian sekaligus jejak keberadaan manusia di dunia fana.
Imaji-imaji ini membuat puisi terasa hidup, seolah pembaca diajak merasakan perjalanan antara mimpi dan kenyataan.

Majas

Beberapa majas yang tampak dalam puisi ini antara lain:
  • Personifikasi: “bulan yang berlayar tenggelam di kelam badai” – bulan digambarkan seolah makhluk hidup yang bisa berlayar.
  • Metafora: “laut mimpi gelombang begitu tinggi” – menggambarkan dunia mimpi sebagai lautan yang penuh guncangan.
  • Repetisi: kata “pagi” dan “terima kasih” diulang sebagai penekanan rasa syukur.
  • Hiperbola: gambaran gelombang mimpi yang begitu tinggi menciptakan kesan berlebihan untuk menunjukkan kedahsyatan perasaan dalam mimpi.
Puisi "Terima Kasih kepada Pagi" karya Subagio Sastrowardoyo menghadirkan perjalanan batin manusia dari kegelapan mimpi menuju cahaya kehidupan nyata. Dengan tema tentang kebangkitan dan rasa syukur, puisi ini bercerita tentang peralihan dari kegelisahan menuju ketenangan, sekaligus menyimpan makna tersirat bahwa setiap pagi adalah anugerah baru. Imaji yang kuat dan majas yang berlapis membuat puisi ini tidak hanya indah, tetapi juga kaya makna.

Puisi Subagio Sastrowardoyo
Puisi: Terima Kasih kepada Pagi
Karya: Subagio Sastrowardoyo

Biodata Subagio Sastrowardoyo:
  • Subagio Sastrowardoyo lahir pada tanggal 1 Februari 1924 di Madiun, Jawa Timur.
  • Subagio Sastrowardoyo meninggal dunia pada tanggal 18 Juli 1996 (pada umur 72 tahun) di Jakarta.
© Sepenuhnya. All rights reserved.