Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Untuk Apa, Nak? (Karya Hidar Amaruddin)

Puisi “Untuk Apa, Nak?” karya Hidar Amaruddin bercerita tentang seorang ibu yang menasihati anaknya agar tidak melupakan rumah dan kasih sayang ...

Untuk Apa, Nak?


Untuk apa, Nak?
Jika kau lapar
ada sebongkah nasi yang
takkan habis kau lahap.
Untuk apa, Nak?
Jika kau letih mengeluh
Ada ibu selalu
Memelukmu dalam peluh.

Untuk apa, Nak?
Kau mencari jati diri.
Namun merasa asing
Pada suasana kampung halaman.

Semarang, Januari 2018

Sumber: Surat dari Samudra (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018)

Analisis Puisi:

Puisi “Untuk Apa, Nak?” karya Hidar Amaruddin memiliki tema tentang nasihat seorang ibu kepada anaknya yang mulai menjauh dari nilai-nilai rumah, kampung halaman, dan kasih sayang keluarga. Tema ini menyentuh hubungan emosional antara generasi tua dan muda — antara kebijaksanaan seorang ibu dan kegelisahan anak muda yang sedang mencari jati diri.

Melalui nada lembut dan penuh kasih, penyair menyoroti bahwa dalam pencarian jati diri, manusia sering melupakan asal, bahkan lupa pada kehangatan dan pengorbanan orang tua.

Puisi ini bercerita tentang seorang ibu yang menasihati anaknya agar tidak melupakan rumah dan kasih sayang keluarga. Sang ibu mempertanyakan “untuk apa” anaknya mencari sesuatu yang jauh — entah kebahagiaan, pengakuan, atau jati diri — jika di rumah sudah tersedia cinta dan kenyamanan sejati.

Baris pertama, “Untuk apa, Nak? / Jika kau lapar / ada sebongkah nasi yang / takkan habis kau lahap,” menunjukkan cinta ibu yang tanpa batas. Nasi di sini bukan hanya makanan fisik, tetapi simbol kasih yang tak pernah habis diberikan.

Kemudian, “Jika kau letih mengeluh / Ada ibu selalu / Memelukmu dalam peluh” memperkuat gambaran kasih sayang yang tulus. Pelukan ibu menjadi tempat istirahat bagi anak yang lelah, baik secara fisik maupun batin.

Dan akhirnya, “Kau mencari jati diri. / Namun merasa asing / Pada suasana kampung halaman.” menggambarkan anak yang mulai kehilangan identitas karena terlalu jauh meninggalkan akar budaya dan keluarga. Puisi ini menjadi kritik halus terhadap kecenderungan manusia modern yang mencari makna hidup di luar, tetapi lupa pada akar tempat ia tumbuh.

Makna Tersirat

Makna tersirat dari puisi “Untuk Apa, Nak?” adalah ajakan untuk tidak melupakan asal-usul dan kasih sayang orang tua. Dalam perjalanan mencari jati diri, manusia sering lupa bahwa rumah dan keluarga adalah tempat kembali yang paling sejati.

Hidar Amaruddin menyampaikan pesan bahwa pencarian jati diri tidak selalu berarti pergi jauh; kadang, jawabannya justru ada di pelukan seorang ibu, dalam kesederhanaan kampung halaman.

Selain itu, makna tersirat lainnya adalah kerinduan akan nilai-nilai kemanusiaan dan kehangatan keluarga yang kini mulai terkikis oleh modernitas. Anak yang “merasa asing pada kampung halaman” menggambarkan generasi muda yang teralienasi oleh perubahan zaman dan kehilangan kedekatan emosional dengan rumah asalnya.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini terasa hangat, lembut, dan melankolis. Nada tutur seorang ibu yang penuh kasih bercampur dengan kesedihan halus karena merasa anaknya mulai menjauh. Di satu sisi, ada ketulusan dan keikhlasan; di sisi lain, tersirat rasa kehilangan dan kerinduan.

Pembaca bisa merasakan ketenangan dalam nasihat itu, tetapi juga kesedihan mendalam di balik pertanyaan “Untuk apa, Nak?” yang berulang — seolah ibu ingin anaknya kembali merenung.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Amanat yang ingin disampaikan penyair adalah bahwa cinta seorang ibu tidak tergantikan oleh apa pun. Tak peduli sejauh apa seseorang pergi atau setinggi apa ia mencapai impian, rumah dan kasih ibu akan selalu menjadi tempat pulang yang penuh makna.

Selain itu, penyair ingin menegaskan pentingnya menghargai asal-usul dan tidak melupakan kampung halaman. Dalam kehidupan modern yang serba cepat, manusia sering kehilangan kedekatan dengan keluarga dan akar budayanya sendiri. Hidar Amaruddin seolah mengingatkan: jangan sampai pencarian jati diri justru membuat kita kehilangan diri.

Imaji

Puisi ini menghadirkan imaji visual dan emosional yang kuat. Misalnya:

“ada sebongkah nasi yang / takkan habis kau lahap.”

Baris ini membangkitkan imaji visual tentang kehangatan rumah, meja makan sederhana, dan cinta seorang ibu yang selalu menyiapkan makanan bagi anaknya. Nasi menjadi simbol kasih tanpa batas.
Imaji emosional muncul pada bagian:

“Ada ibu selalu / Memelukmu dalam peluh.”

Kata peluh menggambarkan kerja keras dan pengorbanan seorang ibu, sementara pelukan menghadirkan kehangatan emosional yang mendalam. Pembaca dapat merasakan cinta dan kelelahan yang berpadu dalam satu momen penuh makna.

Majas

Dalam puisi ini terdapat beberapa majas yang memperkuat keindahan bahasa dan kedalaman makna:
  • Majas metafora – “ada sebongkah nasi yang takkan habis kau lahap” menggambarkan kasih sayang ibu yang tak pernah habis, bukan nasi secara harfiah.
  • Majas personifikasi – “Ada ibu selalu / Memelukmu dalam peluh” memberi kesan bahwa peluh (keringat) ikut menjadi bagian dari pelukan, seolah kelelahan itu sendiri turut merangkul anak dengan cinta.
  • Majas repetisi – pengulangan kata “Untuk apa, Nak?” di awal setiap bagian menegaskan nada nasihat yang lembut namun penuh makna, sekaligus memperkuat ritme dan pesan moral puisi.
Puisi “Untuk Apa, Nak?” karya Hidar Amaruddin adalah puisi pendek yang sarat makna dan perasaan. Dengan bahasa sederhana namun menyentuh, penyair berhasil menggambarkan cinta ibu yang abadi, kegelisahan anak muda yang mencari jati diri, dan kerinduan akan rumah yang mungkin telah ditinggalkan.

Melalui nada tanya yang lembut, puisi ini mengingatkan kita bahwa pencarian jati diri tidak akan berarti tanpa mengenal kembali cinta yang menjadi akar kehidupan: kasih seorang ibu dan hangatnya kampung halaman.

Hidar Amaruddin
Puisi: Untuk Apa, Nak?
Karya: Hidar Amaruddin

Biodata Hidar Amaruddin:
  • Hidar Amaruddin lahir pada tanggal 16 Desember 1995 di Kudus.
© Sepenuhnya. All rights reserved.