Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Yogya Sebuah Pertanda (Karya Diah Hadaning)

Puisi "Yogya Sebuah Pertanda" karya Diah Hadaning menyajikan pengalaman reflektif terhadap kota Yogyakarta sebagai simbol sejarah, budaya, dan ...
Yogya Sebuah Pertanda

Dalam bayang karakter nawa
telah terbaca satu pertanda
raibnya sebuah tiara purba
raibnya nyawa-nyawa
syairmu teronggok di sisa runtuhan rumah tua
lepas fajar di yogya
mencari lembar sejarahmu
untaian merjan bumi Mataram
kidungmu kidung sarira hayu
mantramu sastra binedhakti
caraka balik lumat batu akik
o, wong sidik.

Simak angka-angka biarkan bicara
bulan mei hari kedua puluh tujuh
di tikungan jaman penuh ontran-ontran
tangan gaib gusti pangeran
menepuk bumi kesayangan
saat jiwa rindu kehadiran
sang danyang gaib pulau jawa
sabdo palon menagih janji
bukan dosa bunda pertiwi
jika teraju emasku: seonggok kayu
jika taman sariku: abu
jika rumah tuaku: serpih sembilu.

Teratak Gondosuli, Juni 2006

Analisis Puisi:

Puisi "Yogya Sebuah Pertanda" karya Diah Hadaning adalah karya sastra yang memadukan sejarah, mitologi, dan perasaan kerinduan terhadap kota Yogyakarta. Dengan bahasa yang puitis dan simbolik, penyair berhasil menciptakan nuansa misterius, reflektif, dan penuh pertanda.

Tema

Tema utama puisi ini adalah sejarah, kehilangan, dan pertanda yang hadir di tengah waktu. Puisi ini menyinggung tentang bagaimana jejak sejarah, benda-benda purba, dan pengalaman masa lalu memengaruhi kehidupan manusia dan kota Yogyakarta sebagai tempat yang kaya akan cerita dan mitos.

Puisi ini bercerita tentang pengamatan terhadap kota Yogyakarta yang dipenuhi pertanda dan jejak sejarah:
  • Terbaca “raibnya sebuah tiara purba” dan “raibnya nyawa-nyawa”, menggambarkan hilangnya sesuatu yang berharga dari masa lalu.
  • Syair yang “teronggok di sisa runtuhan rumah tua” menunjukkan kehilangan jejak budaya dan tradisi.
  • Penyebutan “bulan mei hari kedua puluh tujuh” dan “sang danyang gaib pulau Jawa” menghubungkan kota Yogyakarta dengan momen historis dan elemen mistis.
Puisi ini tampaknya mengaitkan sejarah, mitologi, dan realitas kontemporer, sehingga kota Yogyakarta menjadi simbol waktu, kenangan, dan pertanda spiritual.

Makna Tersirat

Makna tersirat puisi ini antara lain:
  • Kehilangan tidak hanya bersifat fisik, tapi juga historis dan spiritual. Hilangnya benda purba atau nyawa bisa dibaca sebagai simbol rusaknya nilai-nilai sejarah atau budaya.
  • Kota Yogyakarta sebagai saksi waktu, menyimpan cerita, pertanda, dan misteri yang harus dipahami secara reflektif.
  • Ada kritik tersirat tentang ketidakharmonisan antara manusia dan sejarahnya, serta tanggung jawab menjaga warisan budaya.
  • Pertanda yang disebutkan menyiratkan perlunya kesadaran manusia terhadap alam, sejarah, dan spiritualitas.

Suasana dalam Puisi

Puisi ini memiliki suasana mistis, melankolis, dan penuh kontemplasi:
  • Kata-kata seperti “sisa runtuhan rumah tua”, “danyang gaib”, dan “sabdo palon menagih janji” menciptakan kesan misterius dan reflektif.
  • Nuansa kesedihan dan kerinduan juga terasa melalui hilangnya benda dan nyawa, serta kota yang menjadi saksi waktu yang terus berubah.

Imaji

Beberapa imaji yang menonjol dalam puisi ini:
  • Imaji visual: “tiara purba”, “runtuhan rumah tua”, “serpih sembilu” yang menggambarkan hilangnya sejarah dan kenangan.
  • Imaji temporal: “bulan mei hari kedua puluh tujuh” yang menandai momen tertentu, menimbulkan kesan kronologi dan pentingnya waktu.
  • Imaji mistis/spiritual: “sang danyang gaib pulau Jawa”, “sabdo palon menagih janji”, memberikan nuansa magis dan keramat.

Majas

Beberapa majas yang digunakan:
  • Metafora – “raibnya tiara purba” sebagai simbol hilangnya sejarah atau budaya.
  • Personifikasi – “sabdo palon menagih janji”, menjadikan suara dan janji sebagai sesuatu yang hidup.
  • Simbolisme – benda-benda purba, danyang, dan serpih digunakan sebagai simbol kenangan, sejarah, dan pertanda spiritual.
  • Hiperbola – penyebutan “raibnya nyawa-nyawa” menekankan dampak kehilangan yang sangat besar.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Pesan puisi ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
  • Kehidupan manusia terkait erat dengan sejarah dan spiritualitas kota tempatnya berada.
  • Kehilangan benda, nyawa, atau nilai sejarah menuntut perhatian dan kesadaran agar budaya dan kenangan tetap dihargai.
  • Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan hubungan antara manusia, alam, dan warisan budaya sebagai pertanda dan pelajaran hidup.
Puisi "Yogya Sebuah Pertanda" karya Diah Hadaning menyajikan pengalaman reflektif terhadap kota Yogyakarta sebagai simbol sejarah, budaya, dan spiritualitas. Melalui bahasa yang simbolik, imaji yang kuat, dan suasana mistis, puisi ini mengajak pembaca merenungkan kehilangan, pertanda, dan hubungan manusia dengan jejak sejarah. Kota Yogyakarta bukan sekadar tempat geografis, tetapi juga ruang spiritual dan reflektif yang penuh makna.

"Puisi: Elegi Indramayu (Karya Diah Hadaning)"
Puisi: Yogya Sebuah Pertanda
Karya: Diah Hadaning
© Sepenuhnya. All rights reserved.