Bulan Terbentur Gelombang
ada bulan pucat dipermainkan gelombang
menari di lekuk dinginnya malam
ada lelaki pucat telanjang dada
mengayuh sampan daun lontar
mengejar buih negeri bayang-bayang
angin timur mendera menghanyutkan malam
pantai di jauhan nampak tenggelam
nasib melintas-lintas menampar gelombang
hidup atau mati bersama bulan tengah malam
sebab tak ada pilihan selain ketabahan
ia adalah lelaki jantan
pelaut ulung dari makassar
berani membelah samudera
dengan doa dan sebilah badik
serta keringat yang bergaram
ia adalah lelaki jantan
yang mencari lengan-lengan gelombang
untuk dipeluknya
ia adalah lelaki jantan
yang menembus rusuk-rusuk karang
bersama bulan kesepian
ada lelaki pucat telanjang dada
mendulang mimpi menetak rindu
saat bulan terbentur karang
ia terdampar di pantai biru nasibnya
Parepare, 1995
Analisis Puisi:
Puisi “Bulan Terbentur Gelombang” menghadirkan panorama laut malam yang penuh dramatika: bulan pucat, gelombang, angin timur, dan seorang lelaki pelaut yang bertarung dengan nasib. Dengan bahasa yang padat, metaforis, dan bernuansa epik, puisi ini mengajak pembaca masuk ke dalam perenungan tentang keberanian manusia dalam menghadapi hidup.
Tema Puisi
Tema utama puisi ini adalah ketabahan dan perjuangan manusia menghadapi kerasnya kehidupan. Laut dan gelombang menjadi metafora luas untuk persoalan hidup, sementara tokoh lelaki jantan yang mengayuh sampan menggambarkan kegigihan manusia ketika berhadapan dengan takdir yang tidak selalu bersahabat.
Tema tambahan yang juga kuat adalah kesepian—diwakili oleh bulan pucat dan perjalanan seorang pelaut yang harus bertarung seorang diri.
Puisi ini bercerita tentang seorang lelaki pelaut dari Makassar yang menantang gelombang laut pada malam hari. Ia mengejar “buih negeri bayang-bayang”, suatu ekspresi metaforis yang menggambarkan cita-cita, harapan, atau takdir yang ia kejar. Di tengah dingin, gelombang, dan angin timur yang mendera, pelaut ini terus mengayuh, membawa doa, sebilah badik, dan keteguhan hati.
Puisi ini juga menceritakan pergulatan batin sang pelaut yang mencari makna hidup sekaligus pelarian dari kerinduan dan rasa sepi.
Makna Tersirat
Makna tersirat yang menonjol dalam puisi ini meliputi:
- Hidup sebagai lautan yang tak pasti. Gelombang yang memukul, angin timur yang mendera, dan bulan yang pucat menggambarkan ketidakpastian dan tantangan hidup. Pelaut melambangkan manusia yang berjuang menghadapi kondisi yang tidak bisa dikendalikan sepenuhnya.
- Ketabahan sebagai kunci untuk bertahan. Baris “sebab tak ada pilihan selain ketabahan” merupakan inti bahwa manusia tidak selalu bisa memilih jalan hidupnya, tetapi bisa memilih cara menjalaninya.
- Kesepian yang menyertai perjuangan. “bulan kesepian” dan pelaut yang mengejar bayang-bayang menggambarkan bahwa perjuangan sering dilakukan dalam kesendirian.
- Keberanian sebagai identitas. Sosok “lelaki jantan” menggambarkan keberanian bukan hanya soal fisik, tetapi juga tekad menghadapi badai kehidupan.
Suasana dalam Puisi
Suasana yang tercipta dalam puisi ini adalah:
- Suram dan dingin. “bulan pucat”, “gelombang”, “dinginnya malam” menciptakan nuansa muram.
- Tegang dan penuh pertaruhan. “nasib melintas-lintas menampar gelombang”, “hidup atau mati” menimbulkan suasana dramatis dan menegangkan.
- Heroik dan penuh keberanian. Penggambaran pelaut sebagai “lelaki jantan”, “pelaut ulung”, “berani membelah samudera” menambahkan suasana heroik atau kepahlawanan.
Amanat / Pesan dalam Puisi
Pesan yang dapat dipetik dari puisi ini antara lain:
- Hadapi kehidupan dengan keberanian. Tidak ada hidup yang benar-benar tenang—gelombang selalu datang. Yang penting adalah keberanian dan ketabahan.
- Ketabahan adalah pilihan. Bahkan ketika hidup seolah menenggelamkan kita, ketabahan tetap menjadi pegangan yang tak boleh dilepas.
- Perjuangan tidak selalu terlihat oleh orang lain. Seperti pelaut yang berjuang sendirian di malam hari, manusia pun sering berjuang diam-diam, dan itu adalah bagian dari perjalanan hidup.
Imaji dalam Puisi
Puisi ini sangat kaya imaji, terutama imaji visual dan imaji gerak, seperti:
Imaji Visual:
- “bulan pucat dipermainkan gelombang”
- “lelaki pucat telanjang dada”
- “pantai di jauhan nampak tenggelam”
- “bulan terbentur karang”
Gambaran-gambaran tersebut kuat secara visual dan membantu pembaca membayangkan suasana malam di laut.
Imaji Gerak:
- “menari di lekuk dinginnya malam”
- “mengayuh sampan daun lontar”
- “menembus rusuk-rusuk karang”
Imaji gerak memberi energi pada puisi dan membuat perjalanan pelaut terasa hidup.
Majas dalam Puisi
Beberapa majas yang tampak dalam puisi ini antara lain:
Personifikasi
- “bulan pucat dipermainkan gelombang”
- “nasib melintas-lintas menampar gelombang”
Benda mati dan konsep abstrak diberi sifat manusia.
Metafora
- Pelaut = manusia dalam hidup
- Laut = kehidupan yang penuh cobaan
- Gelombang = tantangan dan nasib buruk
Hiperbola
- “hidup atau mati bersama bulan tengah malam”
- “menembus rusuk-rusuk karang”
Penguatan dramatis untuk mempertegas suasana heroik.
Repetisi
- Pengulangan frasa “ia adalah lelaki jantan” menimbulkan penekanan pada karakter sang pelaut.
Puisi “Bulan Terbentur Gelombang” adalah potret indah sekaligus getir tentang perjuangan manusia. Dengan bahasa metaforis dan suasana laut malam yang menggigit, Tri Astoto Kodarie berhasil menyampaikan gambaran tentang keberanian, kesepian, dan ketabahan. Puisi ini mengajak pembaca merenungkan bahwa gelombang kehidupan tidak akan berhenti, tetapi manusia memiliki kemampuan untuk terus mengayuh, bahkan saat bulan pun terlihat pucat dan tak berdaya.
Puisi: Bulan Terbentur Gelombang
Karya: Tri Astoto Kodarie
Biodata Tri Astoto Kodarie:
- Tri Astoto Kodarie lahir di Jakarta, pada tanggal 29 Maret 1961.
