Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Di Prosenium (Karya Goenawan Mohamad)

Puisi "Di Prosenium" karya Goenawan Mohamad menggambarkan momen intens di sebuah teater, di mana seorang perempuan berdiri di atas prosenium, ...
Di Prosenium

They live their lives
in sad cafes and music halls
- Janis Ian.

Di kursinya yang hitam,
ia masih belum juga bernyanyi.

Di prosenium yang setengah terang itu
ia memandang ke utara. Matanya mabuk.
Tutup piano itu mengkilap seperti dahinya
yang berkeringat. Mulutnya mabuk.
'Daud...', tiba-tiba nama itu disebutnya.
Suara itu keras, tapi tak lurus.

Di gedung itu penonton senantiasa murah hati.
Dalam gelap, teater menunggu: seorang diva,
sebuah cerita panjang yang mungkin akan dinyanyikan,
koridor yang berwarna seperti harapan,
ruang konser yang mulai tua,
bunyi langkah yang takut tapi terbujuk,
dan sebuah suara viola yang sedang dicoba.

Beberapa menit berlalu.
Tuts itu pun mulai bergetar.

Perempuan di prosenium itu menyebut lagi, 'Daud..',
meskipun ia tahu yang dipanggilnya tak di sana.
'Daud....' - lalu terdengar baris pertama,
'Bintang datang bintang pergi,
seperti sisa singkat matahari.'

Dan piano itu memberinya melodi.

Siapa Daud, sebenarnya?

Seperti kau dan aku, barangkali,
sebuah komposisi,sebuah lagu yang seperti arus
mengikis tebing
dan mendapatkan namanya kemudian,
setelah selesai digumamkan.

Di dalamnya Daud berjalan dari kota ke kota,
bersama band yang lusuh,
di lorong music hall dan bar yang sedih,
dan berangkat lagi, tiap kali.
Sebelum tepuk tangan.

'Kau tak akan sampai di prosenium
Kau tak akan sampai di prosenium
Mawar kering sebelum harum.'

Barangkali ia tahu, di sebuah bangku stasiun
Daud duduk malam itu
dengan gitar yang terbungkus.

Dan kereta lewat.

2011

Analisis Puisi:

Puisi "Di Prosenium" karya Goenawan Mohamad adalah sebuah karya yang menggambarkan momen intens di sebuah teater, di mana seorang perempuan berdiri di atas prosenium, seakan menunggu sesuatu yang tak pernah datang. Puisi ini penuh dengan simbolisme dan menyampaikan suasana hati yang kompleks, mencampurkan elemen kesendirian, harapan, dan keputusasaan.

Struktur dan Gaya Bahasa

Puisi ini terdiri dari beberapa bait yang membentuk narasi utuh. Gaya bahasa yang digunakan sangat deskriptif dan penuh dengan simbolisme, menciptakan gambar yang kuat di benak pembaca. Goenawan Mohamad menggunakan metafora dan personifikasi untuk memberikan kedalaman emosional pada situasi yang digambarkan.

Tema dan Makna

  • Kesendirian dan Penantian: Puisi ini menggambarkan kesendirian dan penantian melalui sosok perempuan di atas prosenium. "Di kursinya yang hitam, ia masih belum juga bernyanyi." menunjukkan ketegangan dan keraguan sebelum performa dimulai. Penantian ini juga tercermin dalam frasa "Di gedung itu penonton senantiasa murah hati. Dalam gelap, teater menunggu", di mana seluruh teater berada dalam keadaan menunggu yang penuh harap.
  • Harapan dan Keputusasaan: Harapan untuk sesuatu yang lebih baik ditunjukkan melalui deskripsi tentang penonton yang murah hati dan koridor yang berwarna seperti harapan. Namun, keputusasaan juga hadir, terutama dalam frasa "Matanya mabuk. Tutup piano itu mengkilap seperti dahinya yang berkeringat. Mulutnya mabuk.", yang menunjukkan ketidakpastian dan rasa takut.
  • Identitas dan Pencarian Diri: Nama "Daud" disebut beberapa kali dalam puisi ini, memberikan kesan bahwa perempuan tersebut mencari atau merindukan seseorang yang penting. Identitas Daud menjadi simbol dari pencarian diri dan perjalanan hidup. "Siapa Daud, sebenarnya? Seperti kau dan aku, barangkali, sebuah komposisi, sebuah lagu yang seperti arus mengikis tebing dan mendapatkan namanya kemudian, setelah selesai digumamkan." menggambarkan bahwa pencarian identitas adalah proses yang terus berjalan dan seringkali tidak memiliki akhir yang pasti.
  • Perjalanan Hidup: Perjalanan Daud dari kota ke kota bersama band yang lusuh dan di lorong music hall serta bar yang sedih mencerminkan perjalanan hidup yang penuh dengan tantangan dan kesulitan. "Sebelum tepuk tangan." menekankan bahwa perjalanan ini dilakukan tanpa penghargaan atau pengakuan, mencerminkan realitas hidup yang sering kali tidak adil.

Simbolisme

  • Prosenium: Prosenium adalah simbol dari panggung kehidupan, tempat di mana individu berdiri dan menjalani perannya. Dalam puisi ini, prosenium menjadi tempat penantian dan ketegangan, menggambarkan bagaimana hidup sering kali penuh dengan momen menunggu dan ketidakpastian.
  • Piano dan Musik: Piano dan musik dalam puisi ini menjadi simbol ekspresi dan perasaan. Tuts piano yang mulai bergetar menunjukkan bahwa meskipun ada ketegangan dan ketidakpastian, ekspresi dan kreativitas akan tetap muncul.
  • Nama Daud: Nama Daud disebutkan berulang kali, menjadi simbol dari seseorang yang dicari atau dirindukan. Ini bisa juga dilihat sebagai simbol dari aspirasi atau harapan yang belum tercapai.
  • Kereta yang Lewat: Kereta yang lewat di akhir puisi menjadi simbol dari perjalanan yang terus berjalan, tanpa henti. Ini mencerminkan bahwa hidup terus berjalan, meskipun ada momen penantian dan ketidakpastian.
Puisi "Di Prosenium" karya Goenawan Mohamad adalah sebuah karya yang mendalam dan penuh dengan simbolisme, menggambarkan momen penantian, kesendirian, dan pencarian diri di panggung kehidupan. Melalui deskripsi yang kuat dan penggunaan simbolisme yang cerdas, puisi ini berhasil menangkap kompleksitas emosi manusia dalam menghadapi ketidakpastian dan harapan. Prosenium sebagai simbol panggung kehidupan menggambarkan bagaimana setiap individu menjalani peran mereka, dengan segala ketegangan dan keraguannya, namun tetap berusaha menemukan ekspresi dan tujuan dalam perjalanan hidup yang terus berjalan.

Puisi Goenawan Mohamad
Puisi: Di Prosenium
Karya: Goenawan Mohamad

Biodata Goenawan Mohamad:
  • Goenawan Mohamad (nama lengkapnya Goenawan Soesatyo Mohamad) lahir pada tanggal 29 Juli 1941 di Batang, Jawa Tengah.
  • Goenawan Mohamad adalah salah satu Sastrawan Angkatan 66.
© Sepenuhnya. All rights reserved.