Goodbye
Waktu terus berputar
Jangan pernah melihat ke belakang
Lambaikan tangan ....
Katakan goodbye aku tak akan Kembali
Tuhan Bersamaku
Dia tak akan meninggalkanku walau sejengkal
Terus berharap ....
Takkan pernah menyerah, apalagi pasrah
Berbesar hati ... agar tak merasa sendiri
Goodbye masa lalu
Goodbye coretan tinta hitam
Kini ku yang sekarang
02-Jun-2023
Sumber: Gemuruh Palung Hati (Penerbit Adab, 2024)
Analisis Puisi:
Puisi “Goodbye” karya Ai Lundeng mengangkat tema tentang perpisahan dan kebangkitan diri. Penyair menyoroti momen reflektif ketika seseorang memilih untuk meninggalkan masa lalu yang kelam dan memulai hidup baru dengan keyakinan pada Tuhan serta kekuatan diri sendiri. Tema ini sarat dengan nilai keberanian, keikhlasan, dan spiritualitas, menegaskan bahwa setiap akhir adalah permulaan bagi perjalanan baru yang lebih bermakna.
Puisi ini bercerita tentang seseorang yang berusaha melepaskan masa lalunya — entah berupa kesedihan, penyesalan, atau pengalaman pahit — dan memilih untuk berjalan maju dengan hati yang lebih kuat.
Dari bait pertama, penyair langsung menegaskan semangat untuk tidak terjebak di belakang:
“Waktu terus berputar / Jangan pernah melihat ke belakang / Lambaikan tangan .... / Katakan goodbye aku tak akan kembali”
Baris-baris ini memperlihatkan tekad dan kesadaran bahwa hidup harus terus berjalan, dan masa lalu tak bisa diubah.
Kemudian, penyair menegaskan keyakinannya pada Tuhan:
“Tuhan bersamaku / Dia tak akan meninggalkanku walau sejengkal”
Bagian ini menunjukkan dimensi spiritual dan rasa syukur, bahwa kekuatan sejati dalam menghadapi hidup berasal dari kepercayaan pada Tuhan.
Pada bait terakhir, penyair menutup dengan pernyataan yang penuh pembaruan:
“Goodbye masa lalu / Goodbye coretan tinta hitam / Kini ku yang sekarang”
Ungkapan ini menjadi simbol kelahiran kembali — dari seseorang yang dulu dilingkupi kesalahan atau kegelapan, menjadi pribadi baru yang siap melangkah dengan cahaya baru.
Dengan demikian, puisi ini bercerita tentang proses meninggalkan masa lalu demi menemukan versi terbaik dari diri sendiri.
Makna Tersirat
Makna tersirat dalam puisi ini adalah pentingnya melepaskan masa lalu dan memaafkan diri sendiri untuk menemukan kedamaian. Ai Lundeng ingin menyampaikan bahwa setiap manusia memiliki luka dan penyesalan, tetapi tidak boleh terus terjebak dalam bayangan masa lampau.
“Coretan tinta hitam” dalam puisi ini bisa ditafsirkan sebagai simbol dari dosa, kesalahan, atau pengalaman pahit yang pernah dialami. Namun, penyair tidak menutupnya dengan penyesalan, melainkan dengan sikap tegas untuk memulai kembali hidup dengan kesadaran spiritual: “Tuhan bersamaku.”
Makna tersirat lainnya adalah keteguhan hati dan rasa syukur dalam perjalanan hidup. Bahwa meskipun seseorang harus melewati kehilangan, perpisahan, atau masa sulit, selalu ada kekuatan ilahi yang mendampinginya.
Jadi, secara mendalam puisi ini mengajarkan bahwa melepaskan bukan berarti menyerah, tetapi cara untuk menemukan kedamaian dan kekuatan batin.
Suasana dalam Puisi
Suasana dalam puisi ini terasa tenang namun tegas, melankolis tetapi optimistis. Di satu sisi, ada kesedihan dalam kata “goodbye” yang menandakan perpisahan; namun di sisi lain, terdapat suasana penuh harapan karena penyair menegaskan keyakinannya pada Tuhan dan masa depan yang lebih baik.
Suasana batin yang dihadirkan adalah ketenangan setelah badai, seperti seseorang yang telah berdamai dengan masa lalu dan kini siap menatap cahaya hari baru.
Amanat / Pesan yang Disampaikan
Amanat yang dapat dipetik dari puisi ini adalah bahwa setiap orang harus berani melepaskan masa lalu dan memulai lembaran baru dengan penuh keyakinan. Penyair ingin menanamkan kesadaran bahwa masa lalu tidak bisa diubah, tetapi masa depan bisa diperbaiki.
Pesan penting lainnya adalah jangan pernah merasa sendiri dalam proses perubahan. Keyakinan kepada Tuhan menjadi sumber kekuatan utama yang membuat seseorang mampu bertahan dan terus berharap:
“Dia tak akan meninggalkanku walau sejengkal”
Dari sini kita belajar bahwa keberanian untuk berubah harus dibarengi dengan iman dan keikhlasan. Hanya dengan cara itu, seseorang bisa meninggalkan “tinta hitam” masa lalu dan menjadi “diri yang sekarang” — yang lebih kuat, lebih sadar, dan lebih berharga.
Imaji
Puisi ini menghadirkan beberapa imaji visual dan emosional yang kuat:
Imaji visual:
- “Lambaikan tangan .... Katakan goodbye” menampilkan adegan nyata perpisahan, seolah seseorang melangkah menjauh dengan tenang.
- “Goodbye coretan tinta hitam” memberi gambaran metaforis tentang kertas kehidupan yang dulu ternoda, kini siap diganti dengan halaman baru yang bersih.
Imaji emosional:
- “Berbesar hati ... agar tak merasa sendiri” menggambarkan suasana batin yang penuh penerimaan — keikhlasan yang hangat dan damai.
Imaji dalam puisi ini sederhana namun efektif, menciptakan gambaran perjalanan spiritual dan emosional seseorang yang meninggalkan luka lama untuk menemukan kedamaian diri.
Majas
Beberapa majas yang memperindah puisi “Goodbye” antara lain:
Metafora:
- “Goodbye coretan tinta hitam” — menggambarkan masa lalu yang kelam atau kesalahan hidup sebagai “tinta hitam” pada kertas kehidupan.
- “Kini ku yang sekarang” — metafora tentang kelahiran kembali atau transformasi diri menjadi pribadi baru.
Personifikasi:
- “Waktu terus berputar” — waktu digambarkan seolah memiliki gerak dan kehendak sendiri.
Repetisi:
- Pengulangan kata “Goodbye” berfungsi menegaskan proses pelepasan, memberikan irama emosional yang kuat dan membangun intensitas makna perpisahan.
Hiperbola:
- “Dia tak akan meninggalkanku walau sejengkal” — memperkuat keyakinan spiritual bahwa Tuhan selalu hadir dekat, bahkan dalam jarak yang paling kecil.
Majas-majas tersebut memperkuat pesan puisi bahwa perpisahan bukan akhir, melainkan permulaan dari kedewasaan spiritual dan kekuatan hati.
Puisi “Goodbye” karya Ai Lundeng merupakan ungkapan reflektif tentang melepaskan masa lalu dan menemukan kedamaian dalam keyakinan. Dengan bahasa yang sederhana namun emosional, penyair berhasil menggambarkan perjalanan batin seseorang dari kegelapan menuju cahaya baru.
Melalui tema keberanian dan kebangkitan diri, Ai Lundeng menyampaikan bahwa setiap manusia memiliki kesempatan kedua untuk memperbaiki hidupnya. Meninggalkan masa lalu bukanlah tanda kelemahan, tetapi tanda kedewasaan dan keberanian menghadapi kehidupan dengan hati yang lebih bersih.
Pada akhirnya, “Goodbye” bukan sekadar kata perpisahan — ia adalah simbol kebebasan, pembaruan, dan keimanan pada Tuhan yang selalu setia menemani langkah manusia menuju versi terbaik dari dirinya.
Karya: Ai Lundeng
Biodata Ai Lundeng:
- Ai Lundeng (nama pena dari Ai Pipih, S.Pd.I.) lahir pada tanggal 19 April 1972 di Purwakarta.