Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Jalan Berliku Menujumu (Karya Dimas Arika Mihardja)

Puisi “Jalan Berliku Menujumu” karya Dimas Arika Mihardja bercerita tentang perjalanan panjang seorang penyair dalam menemukan Tuhan dan makna ...
Jalan Berliku Menujumu (1)
(: Fitri)

Inilah jalan yang mesti ditelisik, sayang
sebuah jalan berliku menuju rumah-Mu
rumah kehangatan yang terjanjikan:
ranjang keabadian.

Sepanjang badan jalan pohon-pohon hayat tumbuh
tak pernah mengeluhkan cumbuan angin dan tamparan badai
dicengkeramnya tanah-tanah amanah dengan akar tunjang
dan akar serabut selalu menyebut nama-nama di balik kabut.

Dahan dan ranting itu menuding langit menjeritkan doa dan damba
daun-daun yang rimbun menyediakan diri bagi embun berayun
pasrah menanti matahari menyempurnakan kilau-Nya.

Jambi, 25 Juli 2010

Jalan Berliku Menujumu (2)
(: Kudus)

Telah kupanggul hatiku menemu panggilan menara-Mu
kubasuh debu-debu waktu dengan air wudhu
di atas sajadah basah airmata aku terbang menembus langit Cinta
O, hatiku jatuh di sepanjang perjalanan
bergantungan sebagai embun di ujung daun

dari waktu ke waktu kupungut remah cintaku
kubasuh dan kuasuh dalam gendongan rindu
memasuki rumah-Mu

Jalan berliku menuju-Mu
ku terus berjalan menapaki jejak dan isyarat langit
O, berikan rambu menuju satu pintu
menuju Dekap paling lindap

Jambi, 26 Juli 2010

Jalan Berliku Menujumu (3)
(: Marhaban Ya Ramadhan)

Biar susah sungguh mengingat Kau penuh seluruh
Chairil kecil pernah sampai di depan sebuah pintu dan beritikaf:
"di pintu-Mu aku mengetuk, aku tak bisa berpaling"
dan raja penyair pujangga baru menyeru penuh haru:
"kasih-Mu sunyi, menunggu seorang diri"
lalu Abdul Hadi pun berfatwa: "kita begitu dekat serupa kain dengan kapas"
kini kupetik kapas dari pohon randu penuh rindu dan kupintal menjadi kain 
yang bertuliskan kaligrafi Cinta.

Aku menuju pulang ke Rumah
merajut sujud di sudut hati paling sunyi
merenda kalam sepanjang malam
mengucap dan mengecup rasa sayang
pagi hingga petang.

Marhaban, ya Ramadhan
Aku datang di depan gapura Pintu
menghapus jejak kepura-puraan
menata makna doa dengan lidah ibadah
tak mengenal lelah: pasrah!

Jambi, 26 Juli 2010

Jalan Berliku Menujumu (4)
(: buat guru sejati)

Saat penciptaan pertama ialah Cinta
sebuah kata yang terus saja melahirkan puisi
di sepanjang aliran dan denyut nadi
pada layar putih tak letih kulahirkan kata:
mencintai-Mu

Guru tak pernah ragu menanam kata Cinta
memupuknya dengan makna dan doa semesta
sepanjang waktu guru tak ragu berjalan menuju satu tujuan
memanen kata Cinta.

Jalan berliku menuju-Mu, memuja-Mu
sepanjang tualang kafilah tak lelah memungut kata dan mengeja makna Cinta
lalu mengabadikannya di kedalaman dada membara
lalu mengendapkannya di dasar suara hati yang menyanyikan qasidah
sembari tak lelah menyanyikan barzanji puja-puji bagi cahaya 
: mencinta!

Jambi, 26 Juli 2010

Jalan Berliku Menujumu (5)
(: bersama Yuli dan Fitri)

Di atas kuda bersurai kita pacu kata melintas kota
aspal jalan yang mulai leleh tak lelah meriwayatkan tangan-tangan kekuasaan
kalian selalu mengingatkan, "hati-hati ada lubang di sepanjang jalan berliku" 
aku lalu melucu "hei, lihat, ada lubang berjalan menawarkan kenikmatan!"

Engkau rapikan jilbabmu saat angin kencang menderu
kulihat ada binar di cerlang matamu saat terlihat kubah mesjid
dan menara yang menyangga bintang dan rembulan
"kita basuh debu di wajah kita?"

Kita melangkah menyisir jalan berliku dan berdebu
angin menerbangkan kapuk randu
dan engkau menjelma kupu-kupu bersayap rindu
" hayo, kita lacak jejak di semak kata dan doa!"
kita lantas menemu jalan berliku :
menuju-Mu.

Jambi, 26 Juli 2010

Jalan Berliku Menujumu (6)
(: nyayian duniawi)

Perjalanan ini terasa sangat panjang dan berliku
saat angin merasuk badan kalian sibuk mengerok punggung
mengoleskan minyak gosok di perut yang kembung 
saat musik mulai meliuk kalian bergegas masuk ke dalam ruang karaoke 
menyanyikan lagu duniawi sembari sempoyongan lantaran menenggak minuman
saat gema adzan masuk ke kamar tidur kalian mengetatkan pelukan 
terus saja bergumul dengan kesia-siaan
saat pintu ada yang mengetuk kalian mengutuk 
mengusir tamu yang meminta sedekah.

Wajah kabut menyungkup dan menutup pandangan
aku saksikan wajah-wajah kecemasan berjalan menembus kelam
memikul beban dosa purba yang tak tertanggungkan
merajut perih luka menganga
tertatih-tatih 
letih 
merintih.

Jemari tak letih meniti tasbih
menghitung perih luka 
sendirian aku berjalan di bawah gerimis
sungguh, jalan berliku menuju-Mu.

Jambi, 26 Juli 2010

Jalan Berliku Menujumu (7)
(: Nani Tandjung)

Bila cinta tak sampai 
kukirim doa melintas gelap malam
melacak jejak sajak di jalan berliku menuju satu pintu:
hatimu.

Bila cinta tak sampai
jangan merasa ada yang terbadai
sebab sepatah kata menyediakan muara:
makna.

Bila cinta tak sampai
pada tirai waktu terbubuh indah nama:
Kekasih!

27 Juli 2010

Jalan Berliku Menujumu (8)
(: coretan perempuan)

Anna Noor mencoreti dinding hati:
KULEPAS ENGKAU DENGAN DOA
Pergilah cinta
Kulepas engkau dengan doa
Agar kau bahagia dengan satu yang lain
Kulepas kau hingga kenangan pun pergi
Biar semua terseret waktu dan angin membawanya lari.

Aku pun terbang mengepakkan sayap-sayap cinta
menembus cakrawala seberangi samodera makna ketulusan
telah kupilih satu jalan menuju cinta seperti Dia yang Mahakasih
telah kudekap kenangan di atas roda sepeda, senyum, dan cahaya mata.

Kini aku telah sampai di depan gapura
duduk diaduk genang kenangan mencinta
di atas sajadah basah telapak tangan menengadah:
"bukalah pintu maafmu".

Jambi, 27 Juli 2010

Jalan Berliku Menujumu (9)
(: di mesjid)

Sampai di muka mesjid pintu-pintu dan jendela berderit
hati pun menjeritkan seruan penuh kerinduan:
kekasih, aku datang memenuhi panggilan
merajut benang menjadi kain
mengasuh kasih sepanjang biji tasbih

memasuki serambi terasa ada tangan menggamit langkah ibadah
di atas sajadah tergelar perjalanan terasa menanjak
kaki terasa tidak berpijak, jejak perjalanan kian menanjak
kedua telapak tumbuh sayap 
doa melesat menembus langit.

Kekasih, kasihanilah aku yang mendebu
kisahkan padaku bagaimana semestinya memelihara hati
menjaga lidah dari bisikan bisikan busuk menyesatkan
menjaga telinga dari suara suara hasutan bersahutan
menjaga mata dari panorama benda benda keduniawian.

Jambi, 27 Juli 2010

Analisis Puisi:

Puisi “Jalan Berliku Menujumu” karya Dimas Arika Mihardja merupakan sebuah perjalanan spiritual dan batin yang mendalam. Melalui sembilan bagian yang saling berhubungan, penyair menggambarkan ziarah seorang hamba menuju Tuhannya—sebuah perjalanan cinta suci yang ditempuh dengan penuh kerendahan hati, penyesalan, pengharapan, dan cinta yang murni.

Tema

Tema utama puisi ini adalah perjalanan spiritual manusia menuju Tuhan. Dimas Arika Mihardja menampilkan perjalanan hidup sebagai jalan berliku—penuh cobaan, godaan, dan rintangan—yang harus dilalui untuk mencapai kedekatan dengan Sang Pencipta. Dalam konteks yang lebih luas, tema ini juga memuat unsur pencarian makna hidup dan cinta Ilahi, di mana cinta manusia bertransformasi menjadi cinta suci yang mengantarkan pada kesadaran spiritual.

Puisi ini bercerita tentang perjalanan panjang seorang penyair dalam menemukan Tuhan dan makna cinta sejati. Tiap bagian memiliki fokus yang berbeda, namun semuanya mengarah pada satu poros: kerinduan menuju “rumah” Ilahi.
  • Bagian (1) menandai awal perjalanan: penyair menyadari bahwa jalan menuju Tuhan adalah berliku, namun di ujungnya menanti “ranjang keabadian” — simbol kedamaian abadi.
  • Bagian (2) melukiskan proses penyucian diri. Penyair berwudhu, berdoa, dan menapaki jejak rindu untuk menemukan “pintu” Tuhan.
  • Bagian (3) memperlihatkan momen refleksi di bulan Ramadan. Di sini, penyair menautkan dirinya dengan para penyair besar seperti Chairil Anwar dan Abdul Hadi WM untuk menegaskan kesinambungan spiritualitas melalui puisi dan cinta.
  • Bagian (4) merupakan penghormatan kepada “guru sejati” — simbol dari kebijaksanaan dan pembimbing menuju Tuhan.
  • Bagian (5) menggambarkan perjalanan fisik dan sosial: penyair menempuh jalan duniawi bersama sahabat, sambil tetap mengingat tujuan Ilahinya.
  • Bagian (6) adalah kritik terhadap manusia yang terjebak dalam kesenangan duniawi—mereka lupa kepada Tuhan dan larut dalam kefanaan.
  • Bagian (7) dan (8) menampilkan sisi manusiawi dari cinta. Cinta yang tak sampai tidak disesali, tetapi disublimasi menjadi doa dan ketulusan.
  • Bagian (9) ditutup dengan puncak spiritual: sang penyair akhirnya sampai di depan “pintu masjid”, simbol pertemuan antara hamba dan Tuhan. Ia bersujud, memohon ampun, dan berusaha menjaga kesucian hati dari godaan duniawi.

Makna Tersirat

Makna tersirat dari puisi ini adalah perjalanan rohani menuju kesadaran Ilahi dan penyucian diri dari keduniawian. Dimas Arika Mihardja menggambarkan bahwa hidup manusia bukan sekadar perjalanan fisik, tetapi juga ziarah batin yang memerlukan kesabaran, ketulusan, dan cinta sejati.

“Jalan berliku” menjadi metafora tentang ujian hidup, godaan dunia, dan perjuangan iman. Hanya dengan kerendahan hati dan cinta Ilahi seseorang bisa sampai pada “rumah Tuhan”.

Di sisi lain, penyair juga menegaskan bahwa cinta manusia—baik kepada kekasih, guru, atau sahabat—adalah refleksi dari cinta Tuhan. Cinta menjadi jalan spiritual yang membawa manusia menuju kedamaian hakiki.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini berlapis dan berubah-ubah, mengikuti perjalanan spiritual sang penyair:
  • Di awal, suasananya kontemplatif dan penuh harapan.
  • Di tengah, muncul suasana lirih, penyesalan, dan reflektif, terutama ketika menggambarkan dosa dan kesesatan duniawi.
  • Di akhir, suasananya khusyuk dan tenang, menandakan penyatuan batin dengan Tuhan.
Perubahan suasana ini mencerminkan perjalanan batin manusia yang berliku-liku menuju kesempurnaan iman.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Pesan utama dari puisi ini adalah bahwa perjalanan menuju Tuhan memerlukan kesabaran, ketulusan, dan kejujuran hati. Dunia ini penuh godaan dan kebohongan, namun seorang hamba yang tetap istiqamah, berzikir, dan menjaga cinta sucinya akan menemukan kedamaian sejati.

Selain itu, penyair menyampaikan bahwa setiap bentuk cinta sejati berasal dari dan akan kembali kepada Tuhan. Cinta kepada sesama, guru, sahabat, dan kekasih hanyalah refleksi kecil dari cinta yang lebih besar: Cinta Ilahi.

Puisi ini juga mengandung pesan etis dan religius—untuk menjaga lidah, mata, telinga, dan hati dari keburukan agar jalan menuju Tuhan tidak terhalang dosa.

Imaji

Puisi ini sangat kaya dengan imaji spiritual, alam, dan religius. Beberapa contoh imaji yang kuat antara lain:
  • “pohon-pohon hayat tumbuh, dicengkeramnya tanah-tanah amanah dengan akar tunjang” — melambangkan keteguhan iman.
  • “kubasuh debu-debu waktu dengan air wudhu” — citraan penyucian diri dan tobat.
  • “embun di ujung daun” — simbol kelembutan dan ketulusan cinta.
  • “aku datang di depan gapura Pintu, menghapus jejak kepura-puraan” — imaji gerak menuju kesucian dan keikhlasan.
  • “jemari tak letih meniti tasbih” — citraan spiritual yang memperlihatkan kesungguhan ibadah.
Imaji-imaji ini menghadirkan nuansa spiritual yang sangat kuat, seolah pembaca ikut berjalan menapaki jalan berliku itu bersama sang penyair.

Majas

Dimas Arika Mihardja menggunakan banyak majas religius dan simbolik, di antaranya:
  • Metafora: “jalan berliku menuju-Mu” menggambarkan perjalanan hidup penuh cobaan untuk mendekat kepada Tuhan.
  • Personifikasi: “daun-daun menyediakan diri bagi embun berayun” — alam digambarkan memiliki kesadaran spiritual.
  • Simbolisme: “air wudhu”, “sajadah basah air mata”, “tasbih”, “gapura pintu” — semuanya menjadi lambang penyucian, ibadah, dan penyerahan diri.
  • Repetisi: pengulangan frasa “jalan berliku menuju-Mu” menegaskan perjuangan tanpa henti dalam mencari Tuhan.
  • Alusi: penyair menyebut Chairil Anwar dan Abdul Hadi WM untuk mengaitkan pencarian cinta Ilahi dengan tradisi sastra dan spiritualitas Islam.
Puisi “Jalan Berliku Menujumu” karya Dimas Arika Mihardja adalah sebuah perjalanan spiritual yang puitis dan mendalam. Melalui bahasa yang indah dan religius, penyair menuturkan kisah ziarah batin seorang manusia menuju Tuhan—sebuah perjalanan penuh liku, namun berujung pada kedamaian dan cinta sejati.

Puisi ini bukan sekadar ekspresi keagamaan, melainkan refleksi universal tentang perjuangan manusia mencari makna, kebenaran, dan kedekatan dengan Sang Pencipta.

Dengan imaji yang kuat, majas yang halus, dan suasana yang khusyuk, karya ini menegaskan bahwa hidup adalah ibadah panjang — jalan berliku menuju satu tujuan: Tuhan yang Maha Cinta.

Puisi Jalan Berliku Menujumu
Puisi: Jalan Berliku Menujumu
Karya: Dimas Arika Mihardja
© Sepenuhnya. All rights reserved.