Kata Orang
inilah konon kata orang: meniuplah sangkakala
dan muncullah burung
meniuplah sangkakala
dan muncullah tukang tenung
meniuplah sangkakala
dan muncullah burung,
tukang tenung
dan sebagainya
dan sebagainya
dari negeri mana di mana.
1973
Sumber: Horison (Maret, 1975)
Analisis Puisi:
Puisi “Kata Orang” menghadirkan suasana absurd, magis, dan satir melalui penggunaan repetisi dan frasa-frasa yang membingungkan. Karya ini tampak seperti bermain-main dengan mitos, kepercayaan, serta cara masyarakat menerima cerita tanpa pernah benar-benar memahaminya. Pendek, tetapi penuh kode, puisi ini menggugah pembaca untuk merenungkan makna di balik kata-kata yang tampaknya sederhana.
Tema
Tema utama puisi ini adalah mitos, kepercayaan sosial, dan cara manusia mempercayai sesuatu berdasarkan “kata orang”. Puisi ini menyoroti bagaimana informasi atau cerita bisa menyebar tanpa dasar yang jelas, tetapi tetap diyakini.
Tema lainnya adalah absurditas keyakinan kolektif: bagaimana manusia sering menerima sesuatu hanya karena diwariskan sebagai “konon”.
Puisi ini bercerita tentang suatu kepercayaan atau mitos yang muncul dari sesuatu yang tak jelas asal-usulnya. Penyair menggunakan frasa “meniuplah sangkakala” untuk menggambarkan tindakan pemicu yang menghasilkan fenomena aneh: muncul burung, tukang tenung, lalu berbagai hal lain yang tidak dijelaskan.
Pengulangan “dan sebagainya” menegaskan bahwa cerita ini terus berkembang tanpa batas, tanpa arah, dan tanpa kejelasan.
Puisi ini menggambarkan bagaimana kata-kata dapat membentuk realitas, meskipun realitas itu mungkin tak masuk akal.
Makna Tersirat
Beberapa makna tersirat yang bisa ditangkap:
- Manusia sering mempercayai rumor hanya karena “kata orang”.
- Cerita dapat tumbuh liar, bertambah panjang, bercabang-cabang, tanpa dasar yang kuat.
- Kepercayaan sosial mudah dimanipulasi—sebuah tindakan sederhana dapat dianggap menghasilkan berbagai kejadian ajaib.
- Puisi ini dapat dibaca sebagai kritik terhadap pola pikir irasional, terutama kepercayaan buta pada legenda atau mitos.
Munculnya burung dan tukang tenung menandakan dunia yang bercampur antara realitas dan mistik, tetapi penyair seakan memberi kode bahwa semuanya hanya hasil konstruksi cerita.
Suasana dalam Puisi
Suasana dalam puisi bersifat misterius, absurd, dan sedikit humoris-satir. Repetisi menciptakan ritme yang seperti mantra, sekaligus membuat pembaca merasa berada dalam dunia “konon” yang penuh imajinasi liar.
Amanat / Pesan yang Disampaikan
Pesan yang dapat ditarik:
- Jangan mudah percaya pada cerita yang tidak jelas sumbernya.
- Gunakan nalar, jangan ikut mengulang cerita tanpa memahami kebenarannya.
- Mitos dapat membentuk persepsi, tetapi manusia perlu kritis sebelum menerimanya.
- Banyak hal yang disebut “kata orang” sebenarnya tidak memiliki dasar.
Puisi ini mengajak pembaca mencermati bagaimana rumor dan tradisi lisan bekerja.
Imaji
Puisi ini menggunakan imaji magis dan simbolis, misalnya:
- “meniuplah sangkakala” → menghadirkan imaji ritual atau kejadian supranatural.
- “muncullah burung” → imaji visual yang menunjukkan kemunculan makhluk secara tiba-tiba.
- “muncullah tukang tenung” → imaji tokoh mistik yang sering dikaitkan dengan ramalan atau dunia gaib.
Imaji yang muncul adalah dunia antara fantasi dan folklor, penuh simbol.
Majas
Puisi ini memuat beberapa majas yang menambah kesan magis dan satir:
Repetisi
- Frasa “meniuplah sangkakala” dan “muncullah” diulang-ulang untuk membentuk ritme dan tekanan.
Simbolisme
- Sangkakala → simbol panggilan, pemicu, awal kejadian metafisik.
- Burung dan tukang tenung → simbol dunia gaib, firasat, pertanda.
Elipsis / Keambiguan
- “dan sebagainya dan sebagainya” → majas yang menegaskan kekacauan, ketidakterjelasan, dan keterusan tanpa arah.
Ironi
- Penggunaan “kata orang” memberi kesan ironi terhadap budaya percaya tanpa bukti.
Puisi “Kata Orang” adalah kritik subtil terhadap cara masyarakat menyerap informasi. Dengan gaya repetitif dan simbolik, penyair menggambarkan betapa mudahnya sebuah cerita berkembang menjadi mitos, dan bagaimana manusia menerima hal-hal tersebut tanpa bertanya asal-usulnya. Karya ini mengajak kita untuk lebih kritis, berhenti membiarkan “konon kata orang” menguasai cara kita berpikir.
Karya: Adri Darmadji Woko
Biodata Adri Darmadji Woko:
- Adri Darmadji Woko lahir pada tanggal 28 Juni 1951 di Yogyakarta.
