Ketika Engkau Bersembahyang
Ketika engkau bersembahyang
Oleh takbirmu pintu langit terkuakkan
Partikel udara dan ruang hampa bergetar
Bersama-sama mengucapkan allahu akbar
Bacaan Al-Fatihah dan surah
Membuat kegelapan terbuka matanya
Setiap doa dan pernyataan pasrah
Membentangkan jembatan cahaya
Tegak tubuh alifmu mengakar ke pusat bumi
Ruku' lam badanmu memandangi asal-usul diri
Kemudian mim sujudmu menangis
Di dalam cinta Allah hati gerimis
Sujud adalah satu-satunya hakekat hidup
Karena perjalanan hanya untuk tua dan redup
Ilmu dan peradaban takkan sampai
Kepada asal mula setiap jiwa kembali
Maka sembahyang adalah kehidupan ini sendiri
Pergi sejauh-jauhnya agar sampai kembali
Badan di peras jiwa dipompa tak terkira-kira
Kalau diri pecah terbelah, sujud mengutuhkannya
Sembahyang di atas sajadah cahaya
Melangkah perlahan-lahan ke rumah rahasia
Rumah yang tak ada ruang tak ada waktunya
Yang tak bisa dikisahkan kepada siapapun
Oleh-olehmu dari sembahyang adalah sinar wajah
Pancaran yang tak terumuskan oleh ilmu fisika
Hatimu sabar mulia, kaki seteguh batu karang
Dadamu mencakrawala, seluas 'arasy sembilan puluh sembilan
1987
Analisis Puisi:
Puisi "Ketika Engkau Bersembahyang" karya Emha Ainun Nadjib adalah karya yang memadukan spiritualitas, filosofi hidup, dan estetika bahasa. Dalam puisi ini, aktivitas bersembahyang digambarkan bukan hanya sebagai ritual keagamaan, tetapi sebagai perjalanan batin yang menghubungkan manusia dengan asal-usulnya, alam semesta, dan Tuhan. Melalui penggunaan imaji, metafora, dan simbol-simbol religius, puisi ini menghadirkan pengalaman religius yang mendalam dan reflektif.
Tema
Tema utama puisi ini adalah spiritualitas dan hakekat kehidupan manusia melalui ibadah. Emha Ainun Nadjib menekankan bahwa sembahyang adalah sarana untuk kembali ke inti diri, menyatukan raga dan jiwa, serta memahami hubungan manusia dengan Tuhan dan alam semesta. Puisi ini juga membahas tentang pembentukan karakter, kesadaran diri, dan kesabaran sebagai hasil dari aktivitas religius.
Puisi ini bercerita tentang pengalaman seseorang dalam bersembahyang, mulai dari takbir, ruku', hingga sujud, yang digambarkan dengan detil dan simbolik. Aktivitas fisik dan spiritual ini digambarkan sebagai proses yang menyatukan diri dengan Tuhan, membuka jendela cahaya, dan meneguhkan jiwa. Melalui gerakan tubuh dan doa, seseorang menapaki perjalanan batin yang bersifat internal sekaligus universal, menembus ruang dan waktu.
Makna Tersirat
Makna tersirat puisi ini adalah sembahyang sebagai sarana untuk mencapai keselarasan antara raga, jiwa, dan Tuhan. Emha Ainun Nadjib menyiratkan bahwa ilmu pengetahuan dan peradaban tidak mampu membawa manusia kepada hakekat hidup sejati tanpa pengalaman spiritual. Aktivitas bersembahyang menjadi metafora dari perjalanan hidup manusia: keluar, menjelajah, dan akhirnya kembali ke pusat keberadaan diri, yakni kepada Tuhan. Puisi ini juga menekankan kesabaran, ketekunan, dan keterhubungan manusia dengan semesta.
Suasana dalam Puisi
Suasana puisi ini tenang, khusyuk, dan penuh kontemplasi. Pembaca dibawa masuk ke dalam ritme spiritual yang lembut namun intens, di mana gerakan tubuh, suara doa, dan kesadaran batin menciptakan pengalaman transenden. Emosi yang hadir adalah kagum, damai, dan hening, seakan-akan pembaca sendiri menyelami kedalaman sembahyang.
Amanat / Pesan yang Disampaikan
Pesan yang dapat diambil dari puisi ini adalah pentingnya menjalani hidup dengan kesadaran spiritual, menghargai perjalanan batin, dan meneguhkan hubungan dengan Tuhan. Emha Ainun Nadjib menekankan bahwa sembahyang bukan sekadar ritual fisik, tetapi proses internal yang memperkuat hati, meneguhkan karakter, dan memberikan ketenangan di tengah kehidupan yang kompleks.
Imaji
Puisi ini kaya akan imaji yang kuat:
- Imaji visual: “Sembahyang di atas sajadah cahaya”, “pancaran yang tak terumuskan oleh ilmu fisika” menghadirkan gambaran cahaya dan ruang transenden yang melingkupi aktivitas spiritual.
- Imaji kinestetik: “Tegak tubuh alifmu mengakar ke pusat bumi” dan “ruku’ lam badanmu memandangi asal-usul diri” menggambarkan gerakan tubuh sebagai simbol penyatuan dengan alam dan Tuhan.
- Imaji auditori: “Partikel udara dan ruang hampa bergetar bersama-sama mengucapkan allahu akbar” menghadirkan sensasi suara yang memberi dimensi mistis dan spiritual.
Majas
Beberapa majas yang digunakan antara lain:
- Metafora – Tubuh dan gerakan sembahyang diibaratkan sebagai jembatan cahaya dan perjalanan batin.
- Personifikasi – “Kegelapan terbuka matanya” memberi kesan bahwa alam merespons doa dan kehadiran manusia.
- Hiperbola – “Dadamu mencakrawala, seluas ‘arasy sembilan puluh sembilan” menekankan kebesaran dan keluasan spiritual yang diperoleh melalui sembahyang.
Puisi "Ketika Engkau Bersembahyang" karya Emha Ainun Nadjib menekankan bahwa ibadah adalah inti dari eksistensi manusia. Dengan tema spiritualitas, penggunaan imaji yang memikat, dan majas yang mendalam, puisi ini menghadirkan pengalaman religius yang menyatukan tubuh, jiwa, dan Tuhan. Emha menunjukkan bahwa sembahyang bukan sekadar rutinitas, tetapi sebuah perjalanan batin yang mengajarkan kesabaran, ketekunan, dan pemahaman mendalam tentang hakekat kehidupan.
Karya: Emha Ainun Nadjib
Biodata Emha Ainun Nadjib:
- Muhammad Ainun Nadjib (Emha Ainun Nadjib atau kerap disapa Cak Nun atau Mbah Nun) lahir pada tanggal 27 Mei 1953 di Jombang, Jawa Timur, Indonesia.
