Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Kota Kecil (Karya Lazuardi Anwar)

Puisi “Kota Kecil” karya Lazuardi Anwar adalah potret lembut tentang sebuah kota pesisir bernama Pariaman—kota yang oleh penyair dihadirkan sebagai ..
Kota Kecil

Kota kecil
dipukul ombak
tenang menatap
samudera.

Kota kecil di pantai barat
dipukul ombak zaman ke zaman
camar bermain di lidah senja
tenang menatap samudera.

Kota kecil kota tertinggal
lama sudah tidak memberita
adalah pariaman
adalah kotaku sayang tanah kelahiran.

Kota kecil
dipukul ombak
tenang menatap
tenang mengharap.

1964

Sumber: Pelabuhan (1980)

Analisis Puisi:

Puisi “Kota Kecil” karya Lazuardi Anwar adalah potret lembut tentang sebuah kota pesisir bernama Pariaman—kota yang oleh penyair dihadirkan sebagai ruang kenangan, ruang waktu yang bergerak lambat, sekaligus ruang harapan. Penyair menggunakan struktur repetitif dan visualisasi alam untuk menggambarkan relasi emosionalnya terhadap kota tersebut. Puisi ini menyimpan kedalaman perasaan dan keheningan yang kontemplatif.

Tema

Tema utama dari puisi ini adalah kerinduan terhadap kampung halaman serta keteguhan sebuah kota kecil menghadapi perubahan zaman. Penyair menyoroti bagaimana sebuah kota pesisir terus “dipukul ombak”, baik oleh alam maupun oleh arus zaman, namun tetap mempertahankan ketenangan dan identitasnya. Tema tambahan yang turut hadir adalah nostalgia, ketertinggalan, dan ketabahan.

Puisi ini bercerita tentang sebuah kota kecil bernama Pariaman, yang terletak di pesisir pantai barat Sumatra. Kota tersebut digambarkan melalui elemen laut, ombak, camar, dan senja—simbol khas kehidupan pesisir. Melalui penggambaran tersebut, penyair seolah mengajak pembaca melihat bagaimana kota kecil itu:
  • terus diterpa gelombang alam dan waktu,
  • tetap memandang samudera dengan tenang,
  • tetap menjadi tempat pulang bagi penyair yang merindukannya.
Puisi ini menjadi semacam surat cinta pada tanah kelahiran yang mungkin telah lama ia tinggalkan.

Makna Tersirat

Ada beberapa makna tersirat dalam puisi ini:
  1. Ketabahan dalam keterbatasan. Kota kecil yang “dipukul ombak zaman ke zaman” menggambarkan kesederhanaan dan ketertinggalan, namun juga ketangguhan. Ia tidak menyerah pada keadaan.
  2. Identitas lokal yang tetap bertahan. Pariaman digambarkan tetap menjadi “kota kecil” yang tenang, seolah tidak berubah meski waktu berjalan. Ini menggambarkan nilai-nilai kultural yang bertahan di tengah modernitas.
  3. Kerinduan yang mendalam. Frasa “kotaku sayang tanah kelahiran” menunjukkan bahwa puisi ini juga merupakan ekspresi cinta dan rindu penyair kepada kota tempat ia dibesarkan.
  4. Harapan akan kebangkitan. “Tenang mengharap” memberi kesan bahwa kota ini memiliki aspirasi, sebuah harapan yang belum padam meski tertinggal secara perkembangan.

Suasana dalam puisi

Suasana yang tercipta dalam puisi ini adalah tenang, hening, melankolis, dan penuh kerinduan. Ada rasa nostalgia lembut ketika penyair menyebut camar, senja, dan samudera.

Di balik ketenangan itu ada juga nada lirih tentang keterlambatan atau ketertinggalan, namun tidak sampai menjadi keluhan—lebih berupa penerimaan yang teduh.

Imaji

Puisi ini sangat kental dengan imaji visual, terutama imaji alam pesisir. Beberapa imaji yang kuat antara lain:
  1. “dipukul ombak” — menghadirkan gerak dan suara laut.
  2. “camar bermain di lidah senja” — imaji visual yang puitis, menggambarkan burung camar dalam cahaya senja.
  3. “tenang menatap samudera” — imaji kontemplatif tentang keteguhan.
Imaji-imaji tersebut membuat puisi terasa hidup dan mampu membawa pembaca merasakan atmosfer pesisir.

Majas

Beberapa majas yang tampak jelas dalam puisi:
  1. Personifikasi: “kota kecil… tenang menatap samudera” Kota diperlakukan seperti manusia yang bisa menatap dan mengharap.
  2. Repetisi: Pengulangan frasa “kota kecil” dan “dipukul ombak” untuk menegaskan suasana dan kondisi kota tersebut.
  3. Metafora: “dipukul ombak zaman” adalah metafora dari tekanan kehidupan modern atau tantangan waktu.
Majas-majas ini memperkuat nada lirih dan nostalgia dalam puisi.

Amanat / Pesan yang Disampaikan Puisi

Pesan yang paling kentara dalam puisi ini adalah:
  1. Hargai dan cintai kampung halaman, meski ia sederhana atau tertinggal.
  2. Kesederhanaan bukan berarti kelemahan—kadang justru mengandung keteguhan dan keindahan.
  3. Waktu berlalu, tetapi identitas dan kenangan masa kecil akan selalu menjadi bagian penting diri seseorang.
  4. Harapan harus dijaga, bahkan dalam kondisi yang tampak stagnan.
Melalui puisi “Kota Kecil”, Lazuardi Anwar berhasil membangun suasana pesisir yang lembut, penuh imaji visual, dan sarat makna emosional. Puisi ini bukan hanya menggambarkan Pariaman secara fisik, tetapi juga menghadirkan lapisan-lapisan rasa: rindu, ketenangan, ketertinggalan, sekaligus keteguhan. Ia menjadi cermin kerinduan manusia kepada asal-usulnya—tempat yang membentuk dirinya, tempat yang selalu memanggilnya untuk kembali.

Lazuardi Anwar
Puisi: Kota Kecil
Karya: Lazuardi Anwar

Biodata Lazuardi Anwar:
  • Lazuardi Anwar lahir pada tanggal 12 april 1941 di Pariaman, Sumatera Barat.
© Sepenuhnya. All rights reserved.