Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Kuala Lumpur (Karya Korrie Layun Rampan)

Puisi "Kuala Lumpur" karya Korrie Layun Rampan bercerita tentang pengalaman seseorang berada di Kuala Lumpur—sebuah kota yang dipenuhi suara, ...

Kuala Lumpur


Suara seperti kehilangan suara
Antara lidah melayu dan logat eropa
Lift dan tandas
Banjir ilusi: hujan kota menderas!

Antara gedung dan oto menderu
Antara rumah dan sungai itu
Suara pesawat dan kereta api lalu
: Kita bertemu

Panjangnya garis sejarah
Memintas masa silam
Musim demi musim yang runcing
: Patah di tengah

Kini banjir kenangan
Negeri kuyub waktu
Seribu tamu para antrean
: Mengetuk pintu!

Sumber: Upacara Bulan (2007)

Analisis Puisi:

Puisi "Kuala Lumpur" karya Korrie Layun Rampan menghadirkan potret sebuah kota besar dengan segala hiruk-pikuk, modernitas, dan kenangan yang menyertainya. Dengan bahasa yang padat dan metaforik, penyair menangkap suasana pertemuan dua dunia—tradisional dan modern, lokal dan global, sejarah dan masa kini—yang berpadu dalam pengalaman batin tokoh lirih sebagaimana ia mengingat kembali kota tersebut.

Tema

Tema utama puisi ini adalah pertemuan antara modernitas dan kenangan pribadi. Korrie Layun Rampan menggambarkan Kuala Lumpur sebagai ruang hidup yang bising, cepat, dan modern, namun menyisakan jejak sejarah dan momen personal yang tak terlupakan.

Tema turunan yang muncul:
  • identitas budaya di tengah globalisasi,
  • perjalanan waktu,
  • kenangan yang membanjir,
  • pertemuan dan perpisahan,
  • perubahan kota dan manusia.
Secara garis besar, puisi ini bercerita tentang pengalaman seseorang berada di Kuala Lumpur—sebuah kota yang dipenuhi suara, bangunan tinggi, kendaraan, dan pertemuan antara budaya Melayu dan Eropa.

Di tengah hiruk-pikuk kota:
  • suara-suara kehilangan kejelasan,
  • hujan kota menderas,
  • gedung, oto, sungai, pesawat, dan kereta berbaur,
  • dan dalam semua kerumitan itu terjadi pertemuan antara “kita”.
Setelah pertemuan itu, penyair mengingat kembali garis sejarah yang panjang, masa silam yang patah, dan kini kota itu kembali membanjirkan kenangan. Banyak “tamu” dan antrean seolah mengetuk pintu memori, seakan masa lalu terus hadir dalam ruang batin.

Makna Tersirat

Puisi ini memiliki beberapa lapis makna tersirat yang kaya:
  1. Kuala Lumpur sebagai simbol peradaban modern. Suara-suara mekanis, logat Eropa, gedung tinggi, pesawat, dan kereta api menandai modernitas kota besar.
  2. Identitas lokal yang berbaur dengan global. Baris “antara lidah melayu dan logat eropa” menandakan pergeseran budaya di tengah arus dunia internasional.
  3. Pertemuan personal yang menjadi inti kenangan. Di tengah hiruk-pikuk kota, yang paling penting adalah pertemuan antara “kita”—sebuah momen emosional yang mendasari seluruh kenangan.
  4. Waktu yang terus memotong sejarah. Baris “musim demi musim yang runcing : patah di tengah” memberi gambaran bahwa sejarah tidak selalu berkelanjutan; sering kali ia terputus oleh perubahan.
  5. Kenangan yang terus menghantui masa kini. “Hujan kota,” “banjir ilusi,” dan “banjir kenangan” menunjukkan bahwa kota ini menumpuk pengalaman emosional.
  6. Kota sebagai ruang nostalgia. Seribu tamu yang mengetuk pintu adalah metafora bagi kenangan dan peristiwa lama yang terus berdatangan, tak pernah selesai.

Suasana dalam Puisi

Suasana puisi ini:
  • bising,
  • dinamis,
  • nostalgis,
  • melankolis,
  • kadang kacau,
…karena kota besar menghadirkan keramaian, tetapi kenangan menghidupkan suasana yang getir dan lembut.

Imaji

Puisi ini sarat dengan imaji kota dan imaji kenangan:

Imaji auditif (suara)
  • “suara seperti kehilangan suara”
  • “oto menderu”
  • “suara pesawat dan kereta api lalu”
Imaji ini membentuk kesan kota besar yang riuh.

Imaji visual
  • gedung, sungai, antrean, tamu-tamu
  • hujan kota yang menderas
  • garis sejarah yang panjang
Imaji visual memperkuat kesan modernitas yang bertemu dengan nostalgia.

Imaji emosional
  • banjir ilusi
  • banjir kenangan
  • patah di tengah
Imaji seperti ini mencerminkan keadaan batin yang lembut, rapuh, dan penuh ingatan.

Majas

Beberapa majas yang menonjol dalam puisi:

Metafora
  • “suara seperti kehilangan suara” → metafora identitas atau komunikasi yang melemah.
  • “banjir ilusi” dan “banjir kenangan” → metafora luapan emosional.
Personifikasi
  • Kenangan dan tamu digambarkan seperti manusia yang mengetuk pintu.
Paralelisme
  • Pengulangan struktur “antara … dan …” menciptakan ritme dan penegasan kontrastif.
Simbolisme
  • “Musim yang runcing patah di tengah” melambangkan sejarah yang sulit dan terputus.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Pesan yang dapat ditangkap dari puisi ini antara lain:
  1. Kota besar berubah cepat, tetapi kenangan manusia bertahan lama.
  2. Di tengah modernitas, identitas budaya sering kali terombang-ambing.
  3. Pertemuan manusia bisa membekas jauh lebih kuat dibanding keramaian kota.
  4. Sejarah dan masa lalu memiliki cara tersendiri untuk kembali mengetuk kehidupan.
Puisi ini mengingatkan bahwa modernitas tidak menghapus kenangan—justru membuatnya semakin kuat.

Puisi "Kuala Lumpur" karya Korrie Layun Rampan adalah karya yang memotret kota sebagai ruang pertemuan antara kebisingan dan keheningan batin. Puisi ini menghadirkan hubungan emosional antara manusia, kenangan, dan kota besar yang bergerak cepat.

Korrie Layun Rampan
Puisi: Kuala Lumpur
Karya: Korrie Layun Rampan

Biodata Korrie Layun Rampan:
  • Korrie Layun Rampan adalah seorang penulis (penyair, cerpenis, novelis, penerjemah), editor, dan kritikus sastra Indonesia berdarah Dayak Benuaq.
  • Korrie Layun Rampan lahir pada tanggal 17 Agustus 1953 di Samarinda, Kalimantan Timur.
  • Korrie Layun Rampan meninggal dunia pada tanggal 19 November 2015 di Rumah Sakit PGI Cikini, Jakarta Pusat.
© Sepenuhnya. All rights reserved.