Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Kucing Persia (Karya Soni Farid Maulana)

Puisi “Kucing Persia” karya Soni Farid Maulana bercerita tentang seseorang yang sedang berada di Paris dan pada satu momen tertentu teringat pada ...
Kucing Persia

Di Paris, dan itu pun hanya sekali,
aku ingat kamu. Lalu mengabur
seperti kabut yang bubar
disentuh cahaya matahari. Ya di Paris,
aku ingat kamu, itu pun hanya sekali
lalu mengabur dalam ingatan;
dihapus wajah yang lain, yang cantik,
manis,, bahkan imut-imut. Mereka
hilir mudik di trotoar pusat kota
seperti wajah kucing Persia atau Angora
yang dipelihara orang kaya di rumah mewah.
Dan ia sungguh bukan kucing kampung
walau bulunya bersih mulus
seperti jalinan kata-kata dalam sajak
Baudelaire atau Rimbaud, Rumi, dan Tu Fu
atau dalam sajak-sajak yang ditulis
kekasihku.

Sungguh di Paris, dan itu pun
hanya sekali saja, aku ingat kamu
ketika menatap Sungai Seine, yang
jaraknya sungguh dekat dengan Eiffel.
Lalu mengabur  dalam ingatan
seperti hamparan kabut
yang bubar disentuh cahaya
matahari.

2014

Sumber: Ranting Patah (2018)

Analisis Puisi:

Puisi “Kucing Persia” karya Soni Farid Maulana menghadirkan suasana urban Eropa—khususnya Paris—sebagai latar ingatan yang samar tentang seseorang dari masa lalu. Dengan bahasa yang liris, penyair mencampurkan memori personal, citraan kota, dan metafora kucing Persia untuk menggambarkan rapuhnya kenangan serta tergesernya seseorang dalam hati oleh kehadiran wajah-wajah baru.

Puisi ini tidak hanya bertutur, tetapi juga memotret sebuah fenomena psikologis: bagaimana manusia mengingat seseorang hanya sekelebat, lalu lupa karena rangsangan visual dan pengalaman baru.

Tema

Tema utama puisi ini adalah memori yang memudar—tentang seseorang yang pernah diingat sejenak, namun segera tergantikan oleh pengalaman lain. Tema sampingannya adalah kecantikan, eksotisme kota besar, dan rapuhnya ikatan perasaan di tengah hiruk pikuk kehidupan modern.

Puisi ini bercerita tentang seorang tokoh aku yang sedang berada di Paris dan pada satu momen tertentu teringat pada seseorang. Namun ingatan itu hanya berlangsung sekali, lalu segera mengabur seperti kabut. Ingatan tersebut tergantikan oleh wajah-wajah lain yang ia lihat di trotoar kota Paris—wajah-wajah cantik yang diibaratkan seperti kucing Persia atau Angora, lambang kemewahan dan keanggunan.

Tokoh aku menatap Sungai Seine, Eiffel, dan lanskap Paris yang ikonik, namun semua itu justru semakin menegaskan bahwa ingatan tentang orang yang dulu ia pikir penting ternyata tidak kuat; ia mudah hilang ditelan suasana dan pengalaman baru.

Makna Tersirat

Makna tersirat yang paling menonjol adalah:
  1. Kenangan tidak selalu abadi. Ingatan seseorang tidak cukup kuat untuk bertahan ketika dunia memperlihatkan begitu banyak hal baru yang memikat.
  2. Kehidupan modern membuat manusia cepat lupa. Kota besar seperti Paris membawa banyak stimulasi—wajah baru, pengalaman baru, keindahan visual—yang membuat memori lama tersingkir.
  3. Keindahan bersifat relatif. Wajah orang yang dahulu diingat dapat dengan mudah tergeser oleh wajah-wajah baru yang dianggap lebih cantik atau menarik.
  4. Ada ironi dalam mengenang seseorang. Tokoh aku mengingat seseorang khususnya “hanya sekali”, mengisyaratkan bahwa orang tersebut mungkin jauh lebih memedulikan tokoh aku dibanding sebaliknya.

Suasana dalam Puisi

Suasana yang tergambar dalam puisi ini adalah:
  1. Melankolis: Ada perasaan sepi ketika kenangan muncul lalu menghilang.
  2. Kontemplatif: Tokoh aku merenungkan kenangan sambil menikmati pemandangan Paris.
  3. Sedikit sinis: Penyair menggambarkan wajah-wajah cantik yang hilir mudik seperti “kucing Persia”, seolah kecantikan itu tidak punya kedalaman emosional.
  4. Kosmopolit: Atmosfer Paris, Sungai Seine, dan Eiffel memberikan nuansa kota besar yang penuh keindahan sekaligus kesendirian.

Imaji dalam Puisi

Puisi ini kaya akan imaji visual, beberapa contohnya:

Imaji visual kota Paris
  • trotoar pusat kota
  • Sungai Seine
  • Eiffel
  • kabut yang bubar disentuh matahari
Imaji ini memberi pembaca gambaran konkret tentang suasana Paris.

Imaji kucing Persia
  • Metafora kucing Persia dan Angora menggambarkan kecantikan yang eksklusif, lembut, dan mahal, sekaligus menunjukkan bahwa kecantikan itu impersonal—sekadar tampilan.
Imaji sastra
  • Penyebutan Baudelaire, Rimbaud, Rumi, dan Tu Fu memperkaya imaji intelektual, memberikan aura puitik dan klasik di tengah suasana modern.
Imaji kabut
  • “kabut yang bubar disentuh cahaya matahari” adalah gambaran yang kuat untuk memvisualkan memori yang hilang.

Majas dalam Puisi

Beberapa jenis majas yang tampak dalam puisi ini:

Metafora
  • Wajah-wajah cantik diibaratkan kucing Persia atau Angora.
  • Ingatan yang mengabur diibaratkan kabut yang bubar.
Personifikasi
  • Kabut “bubar disentuh matahari”.
  • Ingatan yang “mengabur”.
Repetisi
  • Pengulangan frasa “di Paris, dan itu pun hanya sekali” mempertegas betapa singkat dan tidak pentingnya kenangan itu.
Alusi
  • Penyebutan penyair dunia (Baudelaire, Rimbaud, Rumi, Tu Fu) menunjuk pada referensi sastra yang memperkuat nuansa estetis.

Amanat atau Pesan

Jika dibaca secara reflektif, amanat puisi ini dapat ditangkap sebagai:
  1. Jangan terlalu percaya pada keteguhan ingatan manusia. Kenangan bisa memudar sewaktu-waktu.
  2. Kehidupan terus bergerak, membawa wajah dan pengalaman baru yang bisa menggeser masa lalu.
  3. Kecantikan tampak luar tidak menjamin ketulusan atau kedalaman perasaan.
Puisi “Kucing Persia” adalah puisi yang menggabungkan memori personal dengan lanskap Paris untuk menunjukkan sifat ingatan yang rapuh dan mudah tergantikan. Melalui metafora kucing Persia, kabut, dan wajah-wajah cantik, penyair menegaskan bahwa manusia kerap mengingat seseorang hanya sesaat sebelum ia hilang lagi dalam arus pengalaman baru. Puisi ini memperlihatkan betapa ingatan, cinta, dan kecantikan berjalan berdampingan dalam aliran waktu yang tak pernah menunggu siapa pun.

Soni Farid Maulana
Puisi: Kucing Persia
Karya: Soni Farid Maulana

Biodata Soni Farid Maulana:
  • Soni Farid Maulana lahir pada tanggal 19 Februari 1962 di Tasikmalaya, Jawa Barat.
  • Soni Farid Maulana meninggal dunia pada tanggal 27 November 2022 (pada usia 60 tahun) di Ciamis, Jawa Barat.
© Sepenuhnya. All rights reserved.