Sumber: Dongeng-Dongeng Tua (2009)
Analisis Puisi:
Tema utama puisi “Lelaki di Jendela” adalah keteguhan dan perjuangan eksistensial manusia di tengah kelelahan hidup. Iyut Fitra menyoroti figur lelaki sebagai simbol kekuatan yang diam, tabah, dan tetap berdiri meski diterpa kesepian dan waktu yang menua. Puisi ini berbicara tentang daya tahan jiwa di hadapan kenyataan hidup yang tak selalu ramah, sekaligus semangat untuk terus bermakna meski tubuh mulai renta.
Puisi ini bercerita tentang seorang lelaki setengah tua yang termenung di jendela, merenungi perjalanan hidupnya yang panjang, getir, dan penuh pergulatan batin. Pandangan yang “lumpuh” dan “gurat nan gelisah” menggambarkan keletihan, sementara sikapnya yang “meludahi hari” memperlihatkan rasa kecewa atau putus asa terhadap kehidupan yang terasa berulang dan hampa. Namun di balik itu, ia menyadari bahwa dunia tetap berjalan — “hari menyambutnya dengan nyanyian”.
Bagian tengah puisi menghadirkan serangkaian metafora yang menegaskan makna kelelakian bukan sekadar kekuatan fisik, tetapi keteguhan hati menghadapi cobaan.
Pada akhirnya, lelaki itu bangkit, “tersenyum, meninggalkan jendela, ingin menjambak matahari.” Ini menjadi simbol kebangkitan dan harapan baru — bahwa semangat hidup tak pernah benar-benar padam.
Makna Tersirat
Makna tersirat dari puisi ini adalah tentang keteguhan manusia dalam menghadapi kerasnya hidup dan waktu yang terus berjalan. Lelaki di jendela melambangkan siapa pun yang pernah merasa lelah oleh rutinitas dan cobaan, tetapi tetap menyimpan keberanian untuk bangkit kembali.
Metafora “menjambak matahari” mengisyaratkan keinginan untuk menggenggam kembali semangat, harapan, atau cita-cita yang mungkin pernah hilang.
Puisi ini mengajarkan bahwa meskipun manusia sering terjebak dalam kesepian dan ketidakpastian, di dalam dirinya masih tersimpan cahaya keberanian untuk melanjutkan hidup.
Suasana dalam puisi
Suasana dalam puisi ini melankolis, reflektif, dan penuh keheningan, namun pada akhirnya berubah menjadi optimistik dan hangat.
Di awal, pembaca diselimuti rasa sunyi dan getir melalui gambaran “lelaki setengah tua tertegun di jendela”, “tatapannya lumpuh”, dan “hari yang disambut dengan nyanyian”—kontras antara manusia yang lelah dan dunia yang tetap berputar.
Namun di akhir puisi, suasana bergeser menjadi harapan: lelaki itu tersenyum dan ingin “menjambak matahari”, tanda bahwa ia telah menemukan kembali tekadnya untuk hidup dan bergerak.
Amanat / Pesan yang Disampaikan
Amanat yang disampaikan penyair adalah pentingnya ketabahan dan semangat dalam menjalani hidup, betapapun kerasnya kenyataan. Lelaki dalam puisi ini mewakili manusia yang menua, lelah, bahkan kadang putus asa, tetapi tetap memiliki kekuatan batin untuk melangkah.
Penyair ingin menegaskan bahwa hidup tidak boleh hanya diisi dengan penyesalan dan keluhan; selalu ada kesempatan untuk menjemput cahaya baru, sebagaimana lelaki itu akhirnya tersenyum dan meninggalkan jendela.
Pesan lainnya adalah: kejantanan sejati bukan diukur dari kekuatan tubuh, tetapi dari keberanian menghadapi waktu dan luka tanpa kehilangan makna.
Imaji
Puisi ini kaya dengan imaji visual dan simbolik. Gambaran “lelaki setengah tua tertegun di jendela” menciptakan bayangan yang kuat tentang kesepian dan perenungan.
Metafora “karang terjal tepi laut”, “batu-batu di lembah”, “bebutir pasir di gurun”, dan “kereta tua yang mengulangi stasiun” menimbulkan imaji alam yang kontras — keras, sunyi, dan abadi — menggambarkan daya tahan seorang lelaki terhadap waktu.
Sementara “ingin menjambak matahari” menimbulkan imaji heroik dan puitis tentang semangat yang ingin menggenggam kehidupan.
Majas
Iyut Fitra menggunakan majas metafora dan personifikasi secara dominan.
- Metafora muncul pada baris-baris seperti “karang terjal... adalah lelaki” dan “kereta tua... adalah lelaki”, yang mengidentikkan elemen alam atau benda mati dengan sosok lelaki sebagai lambang keteguhan, kesunyian, dan keabadian.
- Personifikasi tampak pada ungkapan “hari menyambutnya dengan nyanyian”, di mana waktu digambarkan memiliki sifat manusiawi yang hangat dan memeluk.
- Selain itu, gaya repetisi “adalah lelaki” memperkuat irama dan penegasan tema keteguhan itu sendiri.
Puisi “Lelaki di Jendela” karya Iyut Fitra menghadirkan lukisan puitik tentang keteguhan seorang manusia di ambang kelelahan dan usia, tetapi masih memiliki hasrat untuk bangkit.
Puisi: Lelaki di Jendela
Karya: Iyut Fitra
Biodata Iyut Fitra:
- Iyut Fitra (nama asli Zulfitra) lahir pada tanggal 16 Februari 1968 di Nagari Koto Nan Ompek, Kota Payakumbuh, Sumatra Barat.
