Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Masyarakat Rosa (Karya Afrizal Malna)

Puisi "Masyarakat Rosa" karya Afrizal Malna adalah eksplorasi kompleks tentang identitas, modernitas, dan homogenisasi masyarakat.
Masyarakat Rosa

Dari manakah aku belajar jadi seseorang yang tidak aku kenal, seperti belajar menyimpan diri sendiri. Dan seperti usiamu kini, mereka mulai mengira dan meyakini orang banyak, bahwa aku bernama Rosa.

Tetapi Rosa hanyalah penyanyi dangdut, yang menghisap keyakinan baru setelah memiliki kartu nama. Di situ Rosa menjelma, dimiliki setiap orang. Mahluk baru itu kian membesar jadi sejumlah pabrik, hotel, dan lintasan kabel-kabel telpon. Rosa membuat aku menggigil saat mendendangkan sebuah lagu, menghisap siapa pun yang mendengarnya. Rosa membesar jadi sebuah dunia, seperti Rosa mengecil jadi dirimu.

Ayahku bernama Rosa pula, ibuku bernama Rosa pula, seperti para kekasihku pula bernama Rosa. Mereka memanggilku pula sebagai Rosa, seperti memanggil diri dan anak-anak mereka. Dan aku beli diriku setiap saat, agar aku jadi seseorang yang selalu baru.

Rosa berhembus dari gaun biru dan rambut basah, dari bibir yang memahami setiap kata, lalu menyebarkan berlembar-lembar cermin jadi Rosa. Tetapi jari-jemarinya kemudian basah dan membiru, ketika menggenggam mikrofon yang menghisap dirinya. Di depan layar televisi, ia mengenang: “Itu adalah Rosa, seperti menyerupai diriku.” Gelombang Rosa berhembus, turun seperti pecahan-pecahan kaca. Rosa menjelma jadi lelaki di situ, seperti perempuan yang menjelma jadi Rosa.

Rosa, tontonlah aku. Rosa tidak akan pernah ada tanpa kamera dan foto-copy. Tetapi kemudian Rosa berbicara mengenai kemanusiaan, nasionalisme, keadilan dan kemakmuran, seperti menyebut nama-nama jalan dari sebuah kota yang telah melahirkannya. Semua nama-nama jalan itu, kini telah bernama Rosa pula.

Hujan kemudian turun bersama Rosa, mengucuri tubuh sendiri. Orang-orang bernama Rosa, menepi saling memperbanyak diri. Mereka bertatapan: Rosa ... dunia wanita dan lelaki itu, mengenakan kacamata hitam. Mereka mengunyah permen karet, turun dari layar-layar film, dan bernyanyi: seperti lagu, yang menyimpan suaramu dalam mikrofon pecah itu.

1989

Sumber: Arsitektur Hujan (1995)

Analisis Puisi:

Puisi "Masyarakat Rosa" karya Afrizal Malna adalah eksplorasi kompleks tentang identitas, modernitas, dan homogenisasi masyarakat. Dengan menggunakan simbol "Rosa," Afrizal Malna menggambarkan bagaimana individu dan identitas pribadi melebur dalam arus budaya massa dan teknologi.

Identitas yang Melebur: Puisi ini dibuka dengan pertanyaan reflektif tentang pembelajaran menjadi seseorang yang tidak dikenal oleh dirinya sendiri. Hal ini menandai kebingungan dan keterasingan dalam mencari identitas sejati di tengah masyarakat yang seragam. Nama "Rosa" digunakan sebagai metafora untuk identitas yang diadopsi secara massal, mencerminkan bagaimana individu kehilangan keunikan mereka dalam homogenitas.

"Dari manakah aku belajar jadi seseorang yang tidak aku kenal, seperti belajar menyimpan diri sendiri."

Rosa sebagai Simbol Modernitas: Rosa bukan hanya nama tetapi juga simbol dari modernitas dan budaya massa. Rosa adalah penyanyi dangdut yang mendapatkan popularitas melalui kartu nama dan menjadi milik semua orang. Hal ini mencerminkan bagaimana selebritas dan identitas publik dibentuk oleh media dan teknologi, mengubah individu menjadi produk konsumsi massa.

"Tetapi Rosa hanyalah penyanyi dangdut, yang menghisap keyakinan baru setelah memiliki kartu nama."

Penghisapan Identitas Pribadi: Puisi ini menggambarkan proses di mana Rosa menjadi entitas yang menghisap identitas individu, mengubah mereka menjadi bagian dari dirinya. Dalam dunia di mana semua orang bernama Rosa, tidak ada lagi perbedaan dan keunikan. Setiap orang menjadi salinan satu sama lain, mengaburkan batas antara identitas individu dan identitas massa.

"Ayahku bernama Rosa pula, ibuku bernama Rosa pula, seperti para kekasihku pula bernama Rosa."

Pengaruh Teknologi dan Media: Afrizal Malna juga mengeksplorasi bagaimana teknologi dan media berperan dalam pembentukan identitas ini. Rosa hanya ada karena kamera dan fotokopi, yang mereproduksi dan menyebarkan identitasnya. Media memonopoli cara individu memandang diri mereka sendiri dan orang lain, menjadikan identitas sesuatu yang diproduksi dan didistribusikan secara massal.

"Rosa tidak akan pernah ada tanpa kamera dan foto-copy."

Simbol Hujan dan Pecahan Kaca: Hujan yang turun bersama Rosa dan pecahan-pecahan kaca menciptakan gambaran fragmentasi dan penghancuran identitas. Individu-individu yang bernama Rosa memperbanyak diri, tetapi mereka adalah pecahan dari identitas asli yang hilang dalam arus homogenitas.

"Gelombang Rosa berhembus, turun seperti pecahan-pecahan kaca."

Kacamata Hitam dan Permen Karet: Simbol kacamata hitam dan permen karet mencerminkan gaya hidup modern yang dangkal dan seragam. Kacamata hitam melambangkan anonimitas dan ketidakpedulian, sementara permen karet yang dikunyah menunjukkan perilaku konsumtif tanpa makna.

"Orang-orang bernama Rosa, menepi saling memperbanyak diri. Mereka bertatapan: Rosa ... dunia wanita dan lelaki itu, mengenakan kacamata hitam. Mereka mengunyah permen karet, turun dari layar-layar film."

Puisi "Masyarakat Rosa" karya Afrizal Malna adalah kritik tajam terhadap homogenisasi dan hilangnya identitas individu dalam masyarakat modern. Melalui simbol "Rosa," Afrizal menggambarkan bagaimana identitas pribadi dihisap oleh budaya massa dan teknologi, menciptakan masyarakat yang seragam dan kehilangan keunikan. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan tentang siapa diri mereka di tengah arus modernitas yang terus mengikis perbedaan dan keunikan individu.

Puisi Afrizal Malna
Puisi: Masyarakat Rosa
Karya: Afrizal Malna

Biodata Afrizal Malna:
  • Afrizal Malna lahir pada tanggal 7 Juni 1957 di Jakarta.
© Sepenuhnya. All rights reserved.