Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Menjelang Pemilu (Karya F. Rahardi)

Puisi "Menjelang Pemilu" karya F. Rahardi mengungkapkan ketidakadilan, dan ironi yang menyelimuti politik dalam sebuah pemilu.
Menjelang Pemilu
1987

Menjelang Pemilu 1987
seratus ton tempe didorong masuk ke dapur
Rumah Tahanan Negara Salemba
seratus ton tahu diceburkan ke kuali
Rumah Sakit Umum Pusat Cipto
Mangunkusumo
dan seratus botol kecap ditumpahkan ke
meja makan
asrama mahasiswa Wismarini
seratus ton tempe dan seratus ton tahu
dicincang, digoreng dan direbus
digenangi kecap dan dibagi-bagikan
di ompreng nasi
para tersangka, para penderita dan
para mahasiswa harus puas
rame-rame makan tempe dan tahu dan kecap
lauk murah dan meriah
tapi konon kaya gizi

Menjelang Pemilu 1987
sapi-sapi dan babi dan kambing dan ayam
tetap digiring ke Rumah Pemotongan Hewan
di Cakung
sapi-sapi dan babi dan kambing dan ayam itu
disembelih dan dikuliti
dagingnya dipotong-potong dijual ke pasar
dikirim ke restoran dan hotel-hotel
untuk dibuat bistik, untuk dibikin abon
untuk dijadikan sop dan sate
menjelang pesta demokrasi tahun depan ini
rakyat dan pejabat akan sama-sama menguras
energi
hingga harus melahap banyak-banyak protein
hewani
sapi dan babi dan kambing dan juga ayam
tetap perlu disembelih dan dikuliti

Pemilu sudah dekat
tapi suhu kota Jakarta masih tetap biasa-biasa
saja
truk-truk penuh kol dan sawi dan kentang dan
nanas dan pisang
tetap keluar masuk pasar induk
kangkung tetap dibabat dari comberan
Kali Sunter dan diikat-ikat
lalu dilempar ke Pasar Inpres jadi oseng-oseng
jadi gado-gado

Menjelang Pemilu 1987
daun kangkung memang tetap berwarna hijau
buah nanas dan pisang kadang-kadang hijau
kadang-kadang kuning
sering juga bertotol-totol
tapi kol pasti putih dan lekas sekali empuk
kalau direbus dalam kuah cap cay

Menjelang Pemilu 1987
tukang sate tetap bertekad untuk menusuk
daging mentah
tukang batu tetap bertekad menggenggam palu
dan sendok semen
dan seperti biasa
polisi lalulintas masih setia menenteng-nenteng
pestol
dan menempeleng sopir Mikrolet
yang kurangajar

Menjelang Pemilu 1987
lalulintas memang tetap harus lancar
bis harus tetap berhenti pas di halte bis
taksi harus pasang argo dan mengantar
penumpang sampai ke tujuan
pengendara sepeda motor harus pakai helm
dan keretaapi harus berjalan di jalan keretaapi
mobil harus meluncur di jalan mobil
dan gerobak boleh tetap terseok-seok di jalan
gerobak
pejalan kaki harus tetap sabar antri di trotoar
kalau mau selamat dunia akhirat

Menjelang Pemilu jalan harus tetap berfungsi
sebagai jalan
jembatan harus berfungsi sebagai jembatan
dan pasar harus tetap pula ramai seperti pasar
orang berak harus tetap di WC,
paling tidak di selokan
hubungan seks juga tetap bebas tapi rahasia
jadi tegasnya
menjelang Pemilu laki-laki tetap boleh
berhubungan kelamin dengan perempuan
asal suka sama suka, tempatnya tertutup
dan aman dari intipan anak-anak
seks menjelang Pemilu tetap perlu
agar syaraf-syaraf yang mulai tegang bisa jadi
kendor
dan kepala yang puyeng bisa jadi enteng
hingga semangat kerja kembali menggebu
untuk itu
bolehkah menjelang Pemilu kita minum
air susu ibu?
boleh
bolehkah menjelang Pemilu kita
menendang-nendang bola
di lapangan tenis?
boleh
bolehkah kita adu jotos di ring tinju?
boleh
bolehkah kita main bilyar atau catur atau
main-main lainnya?
boleh
lalu apa yang tak boleh?

Polisi tidak boleh menembak maling kalau
tak perlu benar
pak guru tidak boleh menampar copet kalau
tak terdesak betul
pak tani tidak boleh membacok rusa atau
macan atau monyet
kalau tak penting sekali

Menjelang Pemilu
bicara juga harus sopan
tak boleh bisik-bisik tapi juga jangan terlalu
keras berteriak
tertawa dan menangis juga mesti dibatasi
diatur jadwalnya dan direncanakan lokasinya

Syahdan,
menjelang Pemilu 1987
Tuhan masih saja tetap kita perlukan
hari Jum’at orang Islam berbondong-bondong
ke mesjid
hari Minggu orang Kristen antri masuk gereja
pokoknya di mana-mana Tuhan masih tetap
paling top
dan bertengger di puncak tangga
Tuhan masih tetap disembah-sembah,
dimuliakan dan diunggulkan
melebihi partai politik dan golongan apapun
di dunia ini
singkat kata
Tuhan tetap jadi pilihan utama umat beragama
di seluruh dunia

Menjelang Pemilu 1987
langit tetap biru
kadang-kadang oranye atau merah jambu
kalau pagi atau sore hari
kadang-kadang kelabu atau hitam kalau hari
mau hujan
petir dan kilat kadang menyambar kalau ada
yang disambar
pohon-pohon patah dahannya dan roboh
kalau datang angin ribut
kalau tak ada hujan, tak ada petir,
tak ada angin ribut
keadaan jadi cerah dan tenang
matahari dan bulan ganti-gantian
menyorot tempat-tempat gelap dan rawan
menjelang Pemilu matahari dan bulan
tetap timbul dan tenggelam dengan leluasa

Bolehkah matahari dan bulan berhenti timbul
dan tenggelam
dan sejenak melepas cape?
tidak boleh
bolehkah capung dan nyamuk dan kecoak
terbang menyelinap ke Markas Besar
Angkatan Bersenjata?
tidak boleh
bolehkah kodok dan tikus dan marmut
menyusup ke moncong panser?
tidak boleh
bolehkah BH dan celana dalam dan selimut
dicantel-cantelkan di layar radar?
tidak boleh
lalu apa yang boleh?

Wartawan tetap boleh meliput dan melaporkan
bahwa situasi dunia tetap dalam keadaan aman
dan terkendali
seniman tetap bebas mengisap rokok,
minum-minum atau ngobrol
di pusat kesenian
mahasiswa dan mahasiswi tetap bisa pacaran,
baca buku stensilan
nonton film porno atau kumpul kebo
bahasa Inggeris dan Perancis dan Jepang dan
Spanyol dan Arab
tetap leluasa dipelajari di perguruan tinggi
di tempat-tempat kursus, di kamar belajar atau
dimana saja

Menjelang Pemilu 1987
kita tetap boleh ngomong Jerman,
ngomong Inggeris,
ngomong Perancis
Jepang, Belanda, Arab, Prokem
tapi kalau mau aman lebih baik diam
mulut tidak pegal-pegal
bibir tidak capek
dan ludah juga bisa dihemat

Menjelang Pemilu 1987
apa-apa memang perlu dihemat
energi jelas perlu dihemat
uang juga boleh dihemat kalau bisa
tapi nyawa babi nyawa sapi nyawa kambing
nyawa ayam dan lain-lain
boleh saja jadi korban
di rumah pemotongan hewan
demi perut rakyat dan perut pejabat.

Jakarta, 1986

Analisis Puisi:

Puisi "Menjelang Pemilu" karya F. Rahardi memberikan suatu pandangan yang satir dan sinis terhadap suasana politik menjelang sebuah pemilihan umum. Dalam karyanya, F. Rahardi menggambarkan suasana menjelang pemilu dengan menggunakan metafora makanan, kehidupan sehari-hari, dan rutinitas politik.

Metafora Makanan dan Kehidupan Sehari-hari: Dalam puisi ini, persiapan dan konsumsi makanan menjadi metafora untuk mengekspresikan atmosfer politik menjelang pemilu. Penyajian tempe, tahu, dan kecap sebagai santapan melambangkan keserakahan, kepalsuan, dan kehebohan yang mengelilingi politik saat itu. Namun, kontrasnya adalah ketenangan pasar yang terus berjalan seperti biasa, menunjukkan bahwa kehidupan sehari-hari tak terlalu terpengaruh oleh politik.

Persiapan dan Pengorbanan: Penggambaran pembantaian hewan-hewan sebagai persiapan menyambut pemilu menunjukkan kegilaan persiapan politik yang kadang-kadang membutuhkan pengorbanan. Daging hewan yang dijual sebagai santapan mewakili pemanfaatan politik terhadap kebutuhan dasar rakyat demi keuntungan politik.

Kritik terhadap Pola Lalu Lintas Sosial: Penggambaran sehari-hari yang sibuk dengan berbagai kegiatan, seakan menunjukkan bagaimana kehidupan sosial dan politik tetap berjalan dengan kebijakan yang sudah ada, namun tak berdampak besar terhadap keadaan umum.

Pelecehan Terhadap Kemauan Individu: Puisi ini menyinggung tentang larangan dan izin dalam kehidupan sehari-hari yang tidak selalu sesuai dengan kehendak individu. Penekanan pada keterbatasan atau larangan tertentu memberikan gambaran terhadap kontrol sosial dan politik yang terus berjalan.

Keharusan Hemat Energi: Ada pesan tersembunyi untuk menjaga energi dan menahan diri di berbagai aspek kehidupan sehari-hari menjelang pemilu, seolah menyarankan agar segala sesuatunya harus diatur dan dikendalikan.

Puisi ini memberikan perspektif yang kritis, mengungkapkan ketidakadilan, dan ironi yang menyelimuti politik dalam sebuah pemilu. Menggunakan gambaran sehari-hari, F. Rahardi mengkritik banyak aspek, termasuk konsumsi, politik, dan aturan sosial.

Floribertus Rahardi
Puisi: Menjelang Pemilu
Karya: F. Rahardi

Biodata F. Rahardi:
  • F. Rahardi (Floribertus Rahardi) lahir pada tanggal 10 Juni 1950 di Ambarawa, Jawa Tengah.
© Sepenuhnya. All rights reserved.