Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Para Perindu (Karya Djoko Saryono)

Puisi “Para Perindu” karya Djoko Saryono mengajak manusia untuk menyingkirkan nafsu, keserakahan, dan kepalsuan dunia, agar dapat kembali menemukan ..

Para Perindu

Berzikir, berzikir, berzikirlah kekasihku
biar dunia suntuk mengitari satu sumbu:
tak limbung oleh kuasa semu
istikamah menuju muara segala rindu
biar suasana dikuasai oleh harum narwastu:
sanggup lumerkan bubuk mesiu
sanggup usir selaksa gemuruh nafsu
hingga batin manusia bermetamorfosa cempaka ungu
yang menebar lautan harum di taman indah para perindu

Bertasbih, bertasbih, bertasbihlah kekasihku
biar dunia suntuk mengelilingi pusat yang satu:
tetap awas dari segenap silau palsu
istikamah menemu hulu sejati hulu
biar suasana dikuasai kesucian berinti subhanahu
mampu singkirkan para gadungan lucu
mampu bersihkan batin dari kerak debu
hingga batin manusia berpegangan pada yang satu
dan mampu bersemayam di taman indah para perindu

Malang, 2011

Sumber: Arung Diri (2013)

Analisis Puisi:

Puisi “Para Perindu” karya Djoko Saryono adalah karya liris yang sarat spiritualitas dan kontemplasi. Dengan bahasa yang lembut namun kuat secara maknawi, penyair menghadirkan perjalanan batin manusia yang berupaya mendekatkan diri kepada Sang Pencipta melalui zikir dan tasbih. Puisi ini merupakan semacam ajakan untuk membersihkan diri dari kesemuan dunia dan menemukan kedamaian sejati di “taman indah para perindu” — sebuah simbol bagi ketenangan batin dan kedekatan dengan Tuhan.

Tema

Tema utama dalam puisi ini adalah kerinduan spiritual kepada Tuhan dan usaha penyucian diri melalui zikir dan tasbih. Penyair menekankan pentingnya istikamah (keteguhan hati) dalam menghadapi kehidupan dunia yang penuh tipu daya dan nafsu. Kerinduan yang dimaksud bukan sekadar perasaan emosional, melainkan bentuk cinta ilahi yang mendalam — sebuah kerinduan jiwa untuk kembali kepada sumber asalnya.

Puisi ini bercerita tentang manusia yang mencari kedamaian batin dengan berzikir dan bertasbih. Tokoh lirik (atau suara penyair) mengajak “kekasihku” — bisa dimaknai sebagai sesama manusia, sahabat spiritual, atau bahkan jiwa yang sedang mencari Tuhan — untuk senantiasa berzikir dan bertasbih agar tidak terperangkap dalam kesemuan dunia.

Baris “biar dunia suntuk mengitari satu sumbu: tak limbung oleh kuasa semu” menggambarkan dunia yang terus berputar di sekitar pusat kehidupan, sementara manusia diajak untuk tetap teguh agar tidak goyah oleh kekuasaan palsu dan nafsu duniawi. Melalui zikir dan tasbih, manusia diharapkan mencapai kesucian hati, yang digambarkan dengan indah sebagai “batin manusia bermetamorfosa cempaka ungu” — lambang jiwa suci yang menebar wangi kebajikan.

Makna Tersirat

Makna tersirat dari puisi ini adalah panggilan untuk kembali pada kesadaran spiritual di tengah dunia yang penuh hiruk pikuk dan godaan. Penyair menyiratkan bahwa kedamaian sejati tidak akan ditemukan melalui harta, kuasa, atau kenikmatan dunia, melainkan melalui penyucian jiwa lewat ingatan yang tulus kepada Tuhan.

Selain itu, puisi ini juga mengandung makna bahwa zikir dan tasbih bukan hanya ritual, tetapi juga proses transformasi batin. Dengan terus mengingat Tuhan, manusia akan mengalami perubahan — dari makhluk yang dikuasai nafsu menjadi makhluk yang menebar kedamaian, diibaratkan sebagai bunga cempaka ungu yang mekar di taman para perindu.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini terasa hening, khusyuk, dan penuh kedamaian batin. Pengulangan kata “berzikir” dan “bertasbih” menciptakan ritme seperti lantunan doa yang tenang dan menenteramkan. Ada pula nuansa mistik dan spiritual yang dalam, seolah pembaca diajak masuk ke ruang renungan di mana hanya cinta ilahi yang menjadi pusat segalanya.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Amanat puisi ini adalah pentingnya menjaga kesucian hati dan keikhlasan dalam beribadah, serta tidak mudah tergoda oleh hal-hal duniawi yang menyesatkan. Djoko Saryono mengingatkan bahwa hanya dengan zikir, manusia dapat mengembalikan keseimbangan batinnya dan menemukan kedamaian sejati.

Pesan moral yang lain ialah perlunya istikamah, yaitu keteguhan dalam menjaga hubungan dengan Tuhan. Dunia boleh sibuk dan berisik, tetapi jiwa yang terus berzikir akan tetap kokoh di jalan yang benar, karena ia telah berpegang pada “pusat yang satu” — yaitu Tuhan sebagai sumber segala kehidupan.

Imaji

Puisi ini kaya dengan imaji spiritual dan religius. Beberapa contoh imaji yang kuat antara lain:
  • “batin manusia bermetamorfosa cempaka ungu” menghadirkan visual bunga suci yang melambangkan keharuman spiritual dan pencerahan jiwa.
  • “taman indah para perindu” menciptakan gambaran surgawi, tempat di mana jiwa-jiwa suci berkumpul setelah melepaskan beban dunia.
Imaji semacam ini membuat puisi terasa hidup, berlapis, dan membawa pembaca pada pengalaman batin yang kontemplatif.

Majas

Beberapa majas memperindah puisi ini dan memperkuat nuansa spiritualnya:
  1. Repetisi – Pengulangan kata “berzikir, berzikir, berzikirlah” dan “bertasbih, bertasbih, bertasbihlah” menciptakan efek mantra yang menenangkan serta menegaskan pentingnya kontinuitas ibadah.
  2. Metafora – “batin manusia bermetamorfosa cempaka ungu” menggambarkan perubahan jiwa menjadi suci dan wangi kebajikan, bukan dalam arti fisik.
  3. Personifikasi – “suasana dikuasai oleh harum narwastu” memberi kesan bahwa keharuman memiliki kuasa spiritual yang menenangkan dunia.
  4. Hiperbola – “sanggup lumerkan bubuk mesiu” memperlihatkan kekuatan spiritual yang mampu menaklukkan kekerasan dan nafsu duniawi.
  5. Simbolisme – “taman indah para perindu” melambangkan surga batin, tempat berkumpulnya jiwa-jiwa yang mencintai Tuhan dengan tulus.
Puisi “Para Perindu” karya Djoko Saryono adalah karya meditatif yang menyingkap kedalaman spiritual manusia dalam mencari Tuhan. Melalui tema zikir dan tasbih, makna tersirat tentang keteguhan iman, serta imaji dan majas yang menawan, puisi ini menjadi refleksi religius yang menenteramkan hati pembaca.

Penyair mengajak manusia untuk menyingkirkan nafsu, keserakahan, dan kepalsuan dunia, agar dapat kembali menemukan jati diri sejati — sebagai makhluk yang rindu pada Tuhannya.

Djoko Saryono
Puisi: Para Perindu
Karya: Djoko Saryono

Biodata Djoko Saryono:
  • Prof. Dr. Djoko Saryono lahir pada tanggal 27 Maret 1962 di kota Madiun.
© Sepenuhnya. All rights reserved.