Analisis Puisi:
Puisi “Pemandangan di Tambahsari” karya F. Rahardi adalah salah satu puisi pendek yang memadukan kekuatan imaji alam dengan suasana batin yang muram. Meskipun hanya terdiri dari dua bait yang ringkas, puisi ini menyimpan berbagai lapisan makna tentang kesunyian, kecemasan, dan alam yang menjadi saksi perasaan-perasaan tersebut.
Melalui bahasa yang sederhana namun sugestif, Rahardi menggambarkan suasana pedesaan yang sunyi dan penuh tanda-tanda resah. Elemen alam seperti burung gagak, gerombolan nipah, angin, serta pantulan suara di langit menjadi simbol-simbol yang memperkaya makna puisi.
Tema
Tema utama puisi ini adalah kesunyian dan kecemasan yang menyelimuti alam, seolah-olah alam ikut mengekspresikan kegundahan batin manusia. Sikap alam yang digambarkan tidak sekadar sebagai latar tempat, tetapi sebagai elemen yang hidup dan merespons ketegangan suasana.
Tema sampingan yang juga tampak adalah hubungan antara perasaan makhluk hidup (burung gagak) dan suasana alam di sekitarnya, yang membentuk satu kesatuan emosional.
Puisi ini bercerita tentang pemandangan di Tambahsari, sebuah tempat yang digambarkan dalam keadaan sepi dan penuh kegelisahan. Dua burung gagak tampak merendah—gerak yang tidak biasa—seolah merasakan bahaya atau kecemasan. Gerombolan nipah berjajar, daunnya terlihat “gundah”, dan angin muncul kemudian “selesai”, seakan angin pun menjadi bagian dari siklus perasaan cemas tersebut.
Bait kedua memperlihatkan perubahan dari “sepi” menjadi “cemas”. Lengking-lengking burung gagak memantul di langit dan gema beratnya mengendap di tanah. Dengan kata lain, puisi ini menggambarkan suasana alam yang menampung dan memantulkan kegelisahan.
Makna Tersirat
Makna tersirat yang dapat ditangkap dari puisi ini meliputi:
- Alam sebagai cermin kondisi batin. Gerak burung gagak yang merendah dan digambarkan “begitu sepinya dia” atau “begitu cemasnya dia” dapat dibaca sebagai simbol perasaan manusia. Burung gagak secara tradisi sering diasosiasikan dengan firasat buruk atau pertanda sesuatu yang mengganggu ketenangan. Ketika burung-burung itu gelisah, hal itu menjadi gambaran kegelisahan yang lebih besar.
- Ada sesuatu yang tidak disebutkan, tetapi dirasakan. Puisi ini tidak menjelaskan secara eksplisit sumber kecemasan tersebut. Namun suasana alam yang muram, pantulan lengking resah di langit, dan gema berat yang mengendap di tanah memberi petunjuk bahwa ada kondisi sosial, psikologis, atau emosional yang sedang mengancam atau mengganggu.
- Kesunyian yang menekan. Kata “sepi” yang muncul di bait pertama, disusul kecemasan di bait kedua, membentuk makna bahwa kesunyian dapat menjadi awal dari gejolak batin. Sunyi di Tambahsari bukan sunyi yang damai, tetapi sunyi yang menegangkan.
Suasana dalam puisi
Suasana dalam puisi ini adalah sunyi, murung, dan cemas. Beberapa penanda suasana tersebut antara lain:
- “dua burung gagak merendah” → gerak yang tidak biasa, mengisyaratkan firasat.
- “begitu sepinya dia” → kesunyian yang menekan.
- “daunnya yang gundah” → alam digambarkan gelisah.
- “lengking-lengking resah” → suara yang mengisi langit dengan ketegangan.
- “gemanya yang berat mengendap di tanah” → kesan muram dan berat.
Suasana keseluruhan terbentuk dari kombinasi kesunyian dan kecemasan yang menyelimuti ruang Tambahsari.
Amanat / Pesan yang Disampaikan
Amanat yang mungkin tersirat adalah:
- Alam sering memberi tanda-tanda yang mencerminkan keadaan emosional atau sosial. Ketika ada kegelisahan di dalam diri manusia atau di lingkungan sosialnya, alam bisa menjadi cerminan dari ketidakstabilan tersebut.
- Kesunyian tidak selalu berarti ketenangan. Ada kalanya kesunyian justru menjadi penanda akan hadirnya kegelisahan atau bahaya.
- Manusia perlu peka terhadap simbol-simbol alam, karena alam dapat memberikan gambaran awal tentang kondisi yang tak terucapkan.
Imaji
Puisi ini kaya akan imaji visual dan imaji auditif, antara lain:
Imaji visual
- “dua burung gagak merendah”
- “gerombolan nipah berjajar di pamatang”
- “daunnya yang gundah”
- “terjulur ke bibir sawah”
Imaji tersebut menolong pembaca membayangkan pemandangan Tambahsari yang muram dan lengang.
Imaji auditif
- “lengking-lengking resah terpantul di langit”
- “gemanya yang berat mengendap di tanah”
Imaji suara ini mempertebal kesan cemas dan menegangkan.
Majas
Beberapa majas yang tampak dalam puisi ini antara lain:
Personifikasi
Alam dan objek-objek digambarkan seolah memiliki perasaan:
- “daunnya yang gundah”
- “gemanya yang berat mengendap di tanah”
- Angin yang “mulai” dan “selesai”
Personifikasi ini menciptakan kesan bahwa alam punya emosi yang ikut berubah.
Repetisi
- Baris “dua burung gagak merendah” diulang dua kali untuk menegaskan suasana muram dan menekankan kegelisahan.
Metafora
- Burung gagak dijadikan metafora bagi rasa cemas dan suasana bat hati yang murung.
Puisi “Pemandangan di Tambahsari” karya F. Rahardi adalah karya yang mengandalkan kekuatan imaji alam untuk mengungkapkan nuansa batin yang sunyi dan cemas. Melalui burung gagak, nipah, angin, dan gema di langit, penyair menghadirkan lanskap pedesaan yang bukan hanya indah secara visual, tetapi juga sarat perasaan dan simbol-simbol emosional.
Keringkasan puisi ini justru memperkuat efeknya: suasana yang murung, resah, dan menekan tersampaikan dalam gambaran yang sederhana namun penuh makna tersirat.
Karya: F. Rahardi
Biodata F. Rahardi:
- F. Rahardi (Floribertus Rahardi) lahir pada tanggal 10 Juni 1950 di Ambarawa, Jawa Tengah.
