Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Pengantar (Karya Hijaz Yamani)

Puisi “Pengantar” karya Hijaz Yamani bercerita tentang dua orang yang sedang merenungkan hidup dalam keheningan malam. Mereka berdiri atau duduk ...
Pengantar

Kita apakan alur cermin
ketika kita merapat berduaan
Bulan tidak timbul
tapi kita bisa melihat lembah itu
dari balik alur cermin ini
Kau apakan segala anugerah, dan
Ia adalah waktu kita
                ruang kita
memperhitungkan titik-titik
yang terus memasuki bumi
Percakapan malam pun
semakin menggelora
untuk kembali mengembara

1991

Sumber: Malam Hujan (2012)

Analisis Puisi:

Puisi “Pengantar” karya Hijaz Yamani menghadirkan suasana reflektif yang intim, seolah mempertemukan dua individu yang sedang berdialog dengan ruang, waktu, dan pengalaman batin. Dengan diksi simbolik dan imaji yang lembut, penyair membawa pembaca pada perenungan mengenai kebebasan, anugerah hidup, dan perjalanan yang terus berlangsung. Puisi ini tidak disampaikan secara langsung, tetapi melalui metafora “alur cermin”, “lembah”, dan “titik-titik yang terus memasuki bumi”, yang membuatnya kaya akan makna tersirat.

Tema

Tema utama puisi ini adalah perenungan eksistensial tentang hubungan manusia dengan waktu, kebebasan, dan perjalanan hidup. Terdapat sentuhan tema intimasi dan dialog batin, yang ditampilkan melalui pertemuan dua sosok yang “merapat berduaan” di hadapan “alur cermin” — simbol kesadaran atau refleksi diri. Puisi ini juga mengangkat tema kebebasan dan anugerah, serta bagaimana manusia menyikapi keduanya.

Puisi ini bercerita tentang dua orang yang sedang merenungkan hidup dalam keheningan malam. Mereka berdiri atau duduk bersama di depan “alur cermin”, semacam simbol refleksi atau ruang batin, sambil mempertanyakan apa yang harus mereka lakukan terhadap “alur cermin” itu.

Meskipun “bulan tidak timbul”, mereka tetap dapat melihat “lembah itu”, menunjukkan bahwa penyadaran tidak harus datang dari cahaya luar, tetapi dapat muncul dari dalam diri.

Puisi ini lalu berbicara tentang anugerah dan kebebasan yang mereka miliki, serta bagaimana ruang dan waktu adalah milik mereka berdua — ruang batin untuk memperhitungkan “titik-titik yang terus memasuki bumi”, yang dapat ditafsirkan sebagai pengalaman, ujian, atau peristiwa hidup yang terus datang.

Akhirnya, percakapan malam mereka semakin menggelora, membawa mereka pada dorongan untuk kembali “mengembara”, yakni melanjutkan perjalanan hidup dan pencarian makna.

Makna Tersirat

Beberapa makna tersirat dalam puisi ini antara lain:
  1. Manusia sering kali memikirkan kembali perjalanan hidup ketika berada di titik-titik keheningan, di mana mereka dapat “berduaan” dengan diri sendiri atau dengan seseorang yang dipercaya.
  2. Kebebasan adalah anugerah, tetapi juga membawa tanggung jawab untuk menentukan arah hidup.
  3. “Alur cermin” melambangkan kesadaran, refleksi, dan kejujuran pada diri sendiri.
  4. Tidak adanya “bulan” menunjukkan bahwa pencarian makna tidak selalu membutuhkan terang luar, karena penerangan justru bisa datang dari percakapan batin atau hubungan dua manusia.
  5. “Titik-titik yang terus memasuki bumi” memberi gambaran bahwa pengalaman hidup terus datang tanpa henti; manusia harus selalu siap menghadapinya.
  6. Dialog manusia dengan waktu, ruang, dan pengalaman adalah bagian dari perjalanan panjang yang tidak pernah selesai.

Suasana dalam Puisi

Suasana yang tercipta dalam puisi ini adalah hening, intim, reflektif, dan sedikit misterius. Ada nuansa malam hari yang sunyi namun penuh getaran batin. Suasananya tidak melankolis, tetapi lebih mengarah pada keheningan yang melahirkan percakapan mendalam.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Beberapa amanat yang bisa ditangkap:
  1. Refleksi diri adalah bagian penting dari perjalanan hidup.
  2. Kebebasan dan anugerah hidup harus disyukuri dan dikelola dengan penuh kesadaran.
  3. Hubungan manusia dengan waktu dan pengalaman adalah sesuatu yang harus terus diterima dan dipikirkan.
  4. Terkadang, keheningan malam adalah saat terbaik untuk menyadari makna perjalanan hidup.
  5. Perjalanan manusia tidak pernah selesai; selalu ada dorongan untuk “kembali mengembara”.

Imaji

Puisi ini memiliki imaji-imaji puitis yang kuat:
  • “Alur cermin”: imaji refleksi batin atau permukaan kesadaran.
  • “Bulan tidak timbul”: imaji malam gelap, simbol pencarian makna tanpa bantuan luar.
  • “Lembah itu”: imaji lanskap batin, ruang renungan, atau perjalanan spiritual.
  • “Titik-titik yang terus memasuki bumi”: imaji benda-benda kecil jatuh, seperti hujan meteor, hujan rintik, atau simbol pengalaman hidup yang datang bertubi-tubi.
  • “Percakapan malam yang menggelora”: imaji pertemuan dua jiwa yang penuh energi emosional.

Majas

Puisi ini menggunakan beberapa majas yang memperkaya keindahannya:

Metafora
  • “Alur cermin” sebagai simbol refleksi diri.
  • “Lembah itu” sebagai simbol perjalanan batin.
  • “Titik-titik yang terus memasuki bumi” sebagai simbol pengalaman atau ujian hidup.
Personifikasi
  • Percakapan malam “menggelora”, seolah malam memiliki energi atau emosi.
Simbolisme
  • Bulan, cermin, lembah, dan titik-titik digunakan sebagai simbol-simbol spiritual dan emosional.
Puisi “Pengantar” karya Hijaz Yamani adalah puisi yang mengundang pembaca untuk memasuki ruang batin yang hening dan penuh perenungan. Melalui simbol-simbol alam dan dialog intim, puisi ini menunjukkan bahwa hidup adalah rangkaian refleksi, kebebasan, dan perjalanan yang tak henti. Dua sosok yang “merapat berduaan” di hadapan cermin bukan hanya tokoh dalam puisi, tetapi representasi setiap manusia yang berusaha memahami hidup melalui percakapan, keheningan, dan keterbukaan hati.

Hijaz Yamani
Puisi: Pengantar
Karya: Hijaz Yamani

Biodata Hijaz Yamani:
  • Hijaz Yamani lahir pada tanggal 23 Maret 1933 di Banjarmasin.
  • Hijaz Yamani meninggal dunia pada tanggal 17 Desember 2001 (pada umur 68 tahun) dan dimakamkan di Taman Makam Bahagia di Kota Banjarbaru.
© Sepenuhnya. All rights reserved.