Analisis Puisi:
Puisi "Perpisahan" karya F. Rahardi adalah salah satu karya yang menampilkan kesunyian emosional secara kuat, tanpa menggunakan kata-kata yang berlebihan. Lewat gambaran stasiun bis kecil, penyair menghadirkan peristiwa perpisahan yang begitu hening hingga para tokohnya disebut sebagai “bayangan”. Kesederhanaan bahasa justru memperdalam intensitas rasa kehilangan dan kehampaan yang mengalir dalam puisi ini.
Tema
Tema utama puisi ini adalah kesunyian dalam perpisahan. Penyair menggambarkan bagaimana perpisahan tidak selalu terjadi dengan ucapan, pelukan, atau air mata—kadang ia hanya terjadi dalam diam, dan justru diam itulah yang terasa paling menyakitkan.
Tema tambahan yang tampak adalah keterasingan dalam kebersamaan, yaitu bagaimana manusia dapat merasa sendiri meski berada di tengah keramaian.
Puisi ini bercerita tentang sekelompok orang yang mengantar kepergian orang lain di sebuah stasiun bis kecil. Mereka berada dalam satu tempat yang sama, tetapi tidak saling berbicara. Bahkan ketika perpisahan berlangsung, mereka tidak sempat bersalaman atau mengucapkan kata apa pun.
Penyair menyebut pihak yang pergi sebagai “bayangan-bayangan itu”, dan pihak yang ditinggalkan sebagai “bayangan-bayangan ini”. Penggunaan kata bayangan menegaskan bahwa semua tokoh dalam situasi itu tidak benar-benar hadir secara emosional—mereka seperti sosok samar yang tidak bisa saling menyentuh secara batin.
Ketika taksi yang membawa “mereka” pergi, para tokoh yang tertinggal merasakan kesendirian yang semakin pekat, meski secara fisik mereka tetap bersama-sama di stasiun tersebut.
Makna Tersirat
Makna tersirat dalam puisi ini adalah:
- Perpisahan bukan hanya soal fisik, tetapi juga soal keterputusan emosi. Bahkan ketika berada dekat, manusia bisa saling menjauh jika tidak ada komunikasi atau hubungan batin.
- Manusia modern sering terjebak dalam kesunyian sosial. Di tengah keramaian, seseorang bisa berubah menjadi “bayangan”—hidup, tetapi tak benar-benar dirasakan kehadirannya.
- Relasi yang rapuh membuat perpisahan tampak seperti rutinitas biasa. Tak ada upacara, tak ada kata-kata, hanya taksi yang meluncur pergi dan meninggalkan kehampaan.
- Identitas manusia mudah larut dalam situasi yang tidak menyisakan ruang untuk keintiman. Penyair menyebut semua tokoh sebagai “bayangan”, menandakan hilangnya kejelasan diri di tengah keringnya relasi sosial.
Makna tersirat ini memperlihatkan kritik halus terhadap jeda emosional dalam kehidupan sehari-hari.
Suasana Dalam Puisi
Suasana yang tercipta adalah sepi, muram, hampa, dan penuh kesendirian. Meski para tokoh berada di stasiun bis—tempat yang biasanya ramai—kondisi batin mereka justru sunyi. Suasana ini diperkuat dengan repetisi kata bayangan, diam, dan gambaran taksi yang meluncur jauh tanpa drama.
Imaji
Puisi ini menghadirkan beberapa imaji yang kuat:
Imaji visual:
- “kami berderet di stasiun bis kecil ini” → memberikan gambaran jelas tentang orang-orang yang berdiri bersama.
- “taksi itu dengan biasa meluncur makin jauh” → imaji kendaraan yang bergerak menjauh, menandakan kepergian yang tak terpulihkan.
Imaji suasana:
- “kami diam merekapun diam” → imaji keheningan yang menekan.
- “makin sunyi di tengah keramaian” → imaji kontras antara luar (ramai) dan dalam (sunyi).
Imaji abstrak:
- “kami : bayangan-bayangan ini” → imaji psikologis tentang manusia yang merasa tidak utuh atau tidak terlihat.
Imaji-imaji ini menghasilkan pengalaman membaca yang sangat atmosferik: sepi yang begitu nyata.
Majas
Beberapa majas dalam puisi ini antara lain:
- Metafora: Penyebutan manusia sebagai “bayangan-bayangan” adalah metafora paling dominan. Ini menggambarkan peran mereka yang samar, tidak solid, dan terasing.
- Repetisi (Pengulangan): Kata “bayangan-bayangan” diulang untuk menegaskan suasana psikologis tokoh.
- Kontras: “makin sunyi di tengah keramaian” → menonjolkan pertentangan antara kondisi luar dan batin.
Majas-majas ini membantu mempertebal kesan hampa dan sedih.
Amanat / Pesan yang Disampaikan
Beberapa pesan yang dapat ditangkap adalah:
- Perpisahan menjadi lebih menyakitkan ketika tidak ada kehangatan atau komunikasi.
- Manusia perlu membangun hubungan yang lebih tulus agar tidak menjadi “bayangan” bagi satu sama lain.
- Kesunyian emosional dapat terjadi bahkan ketika seseorang tidak benar-benar sendirian.
- Ketiadaan dialog dalam relasi membuat kehidupan terasa hampa.
Pesan ini relevan dengan kehidupan sosial modern yang sering memisahkan manusia secara halus tetapi mendalam.
Karya: F. Rahardi
Biodata F. Rahardi:
- F. Rahardi (Floribertus Rahardi) lahir pada tanggal 10 Juni 1950 di Ambarawa, Jawa Tengah.
